Semua Bab KELAMBU MERAH JAMBU : Bab 71 - Bab 80
169 Bab
Secuil Hati Yang Ambyar
Betapa rindu!Betapa cinta!Betapa kasih sayang!Betapa hati yang tak pandai berdusta! Betapa jiwa yang yak pandai mengingkari!Betapa, betapa dan betapa itulah yang membuatku gemetar, menggigil. Ternyata Galih nggak hilang, masih ada dan sekarang suratnya sedang aku dekap dengan sepenuh perasaan. Jiwa dan raga. Ternyata, mereka nggak mendepakku dari Life Circle.  Tapi, enggg, tapi … Sebentar, aku belum membaca suratnya. Mataku terlalu lamur tadi, oleh genangan air mata. Oooh, ooohhh, my God. 'Galih, my
Baca selengkapnya
Kejutan Super
"Ha halooo, bi bisa saya bicara dengan Arunika?" aku menyahut dengan gugup, segugup-gugupnya karena meyakini dalam hati kalau yang menerima teleponku tadi Galih, my Love, "Ha halooo?"Nggak ada sahutan sama sekali, hanya suara kreeeseeek-kreeeseeek lembut yang terdengar, tanda kalau telepon kami masih tersambung. Situasi beku inilah yang justru memperkuat keyakinanku, kalau benar, itu Galih. Damar Galih, my Love. Oooh, ooohhh, my God!  Rasanya, rasanya jantungku terlepas dari tempatnya dan sekarang sedang menggelinding-gelinding sampai ke perut. Apakah enggg apakah ummm bagaimana bisa, Galih di rumah Arunika malam-malam begini? Berarti, sudah dua kali ini yang aku tahu, Galih ada di rumah Arunika. Auuuhhh, apa yang sebenarnya t
Baca selengkapnya
Merawat Kenzy
Fiyuuuhhh, akhirnya Kenzy tidur juga! Sekarang aku bisa mencurahkan segala perasaan pada Angel, diary kesayangan yang lucu, imut-imut dan menggemaskan. Satu lagi, setia seratus persen. Hihi. Baik hati---jangan tertawa membaca ya, membaca pujianku untuk Angel yang Ini?---sabar menerima segala sikap,  perkataan dan luapan emosiku. Satu lagi, paling bisa dipercaya dan mempercayaiku. Sungguh, semua itu ada pada Angel, my best diary. My best friend. Keep spirit! Perlahan-lahan, sambil terus memperhatikan Kenzy, aku mengambil Angel dari dalam tas. Mengambil pulpen dan mulai curhat. Oooh, belum-belum air mataku sudah tumpah. Menangisi Galih, me
Baca selengkapnya
Jangan Oleng!
Dengan raut wajah bersaput kesedihan yang begitu besar, Papa Snoek masuk ke ruang perawatan. Om Dirga dan Tante Bethanny mengikuti di belakangnya dengan raut wajah yang tak kalah sendu. Mata Tante Bethanny bahkan terlihat berkaca-kaca dan mengembun, nyaris tumpah air beningnya, ketika sampai di sisi tempat tidur Kenzy.  Aku? Sebenarnya, aku nggak tahu, apa yang saat ini kurasakan. Apakah sedih karena Kenzy sakit atau Galih yang telah membawa pergi seluruh cintaku padanya? Apakah remuknya hati ini murni karena kepergian Galih atau karena Kenzy yang masih harus dirawat di sini sampai beberapa hari ke depan? Ah, atau karena ada Papa Snoek yang bisa saja langsung memfungsikan diri sebagai guru yang menungguku mengumpulkan PR?I don
Baca selengkapnya
Izinkan Aku Pulang
Apapun yang terjadi, aku harus pulang. Titik. Walaupun mendadak bumi terbelah menjadi dua pun aku harus tetap pulang. Papa sakit. Alasan apa lagi yang bisa mencegahku? Benar, Kenzy masih sakit. Tapi kan, sudah ada Papa? Ada Om Dirga juga. Nah, Papa? Dia hanya punya aku dan sekarang masih di sini. Apakah itu bukan sesuatu yang sangat sangat sangaaat menyedihkan? Lebih dari apapun. Iya, kan? Dutch for Foreigner? Aku yakin, masih ada kesempatan yang lain untuk itu. Pokoknya, aku harus pulang. Titik. Nggak peduli dan pasti kulawan, siapapun yang menghalangi kepulanganku. Siapa sini, siapa?
Baca selengkapnya
Bukan Bonekamu
Sisi positif. Sisi positif. Sisi positif. Hellooo, dimanakah sisi positif itu berada? Mengapa sedari tadi aku nggak menemukannya, padahal sudah melebarkan pandangan. Oh nggak, sudah memakai kaca pembesar. Oh, nooo, tetap saja  Kenzy jahat. Iya, kan? Jahat kuadrat! Bagaimana nggak? Nih, daftar kejahatan yang dilakukannya, setelah aku dengan segenap jiwa dan raga bersimpuh di kakinya memohon-mohon. Sungguh, aku sampai bersimpuh di kakinya. Eh. Nggak, dia kan duduk bersandar di tempat tidur. Nggak bersimpuh memang, tapi aku benar-benar mencium punggung kak
Baca selengkapnya
Jawaban Yang Benar dan Nyata
Zzzzz …!Benar-benar nggak bisa ditahan lagi. Rasa kantuk ini sungguh luar biasa. Seolah-olah belum tidur selama satu minggu. Padahal, sudah mengatasinya dengan minum secangkir cappucino hangat, sedikit panas. Sudah mandi juga---pertama kalinya mandi pagi---selama tinggal di Belanda, biasanya malam hari, sebelum tidur. Tapi rasanya malah semakin berat, ingin sekali bergelung dalam selimut dan memanjakan diri di dalam kehangatan lembutnya hingga terlelap dalam mimpi indah. Ummm, nggak apa-apa mungkin, ya? Waktu untuk berangkat ke DFF juga masih dua jam lagi, kok. Jam weker, mana jam weker? Zzzzz …!
Baca selengkapnya
Akhirnya Tumbang Juga
Terlihat panik, Om Dirga dan Tante Bethanny turun dari mobil dan berjalan cepat ke arahku yang duduk menggigil di halte bus. Semua orang yang menolongku tadi masih menemani di sini dan langsung berdiri---hampir serempak---menyambut kedatangan mereka. Supir memastikan kalau itu benar-benar Om Dirga dan Tante Bethanny seperti yang aku ceritakan sebelumnya. Setelah muntah-muntah hebat, aku lebih bisa berbicara dua arah."Ben je Dirga en ben je Bethanny? Haar vamilie?" tanya kondektur itu dengan ramah namun tegas dalam bahasa Belanda, "Weed je wie is Anyelir?" Om Dirga tersenyum ramah penuh ungkapan terima kasih dan mengatakan kalau benar, aku ini keluarga mereka. Dia juga menerangkan kalau tentu saja tahu siapa itu Anyelir. Dengan saba
Baca selengkapnya
Buket Tulip Merah Jambu
Dug! Sekitar empat puluh lima menit jaraknya dari William menelepon tadi, ada seseorang mengetuk pintu. Untung, aku masih tiduran di sofa ruang keluarga  sambil menonton iklan di TV. Hehe. Begitulah kenyataannya, sampai-sampai aku nggak tahu, acara apa yang sebenarnya sedang ditayangkan. What ever that maybe, terpenting Papa sudah sembuh. Sudah pulang dari rumah sakit, lalalalalala. Oooh, ooohhh, thanks God!Well, mungkin karena nggak segera kubukakan pintu, seseorang itu menekan bell. Itu pun diulanginya sampai tiga kali yang langsung kulabeli dengan seseorang yang nggak punya kesabaran. Ya ampuuun!  Aku kan, bukan robot pembuka pintu atau semacamnya yang bisa langsung berlari atau bahkan melesat ke sana untuk membukanya.
Baca selengkapnya
Welcome Home, Kenzy!
Atas dasar kemanusiaan, aku meletakkan buket tulip merah jambu Kenzy di dapur, samping keranjang buah. Maksudku, biar kalau dia ikut makan malam bersama kami besok, bisa melihat buket itu dalam keadaan baik. Segar, indah dan terawat. Ya ampuuun, hal yang mustahil kulakukan kalau nggak ada Papa Snoek di sini. Kupastikan, saat ini sudah menjadi penghuni tempat sampah di luar sana. Oh nggak, sudah hanyut di sepanjang kanal Leiden. Memangnya, dia pikir itu keren?  Nggak. Sama sekali nggak. Keren itu kalau pernikahan ini nggak pernah terjadi! Boom!Apa, aku bicara apa tadi?Keren itu kalau pernikahan ini nggak pernah terjadi? Auuuhhh, sakit sekali rasany
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status