Semua Bab I Can See You : Bab 71 - Bab 80
136 Bab
71. Ledakan
“Dia tidak ada di sana saat aku masuk,” jawab Vanth. Dirinya merasa bangga untuk itu, lalu menoleh pada Rigel, bicara lewat gerakan bibir, bukan masuk ke pikiran Rigel seperti yang bisa dia lakukan. “selamat datang, Rigel. Ayo nikmati keberadaan kita di sini.”Rigel membuang pandangan ke jendela, sementara Vanth kembali fokus pada Nova alih-alih menertawakan Rigel yang belum bisa kembali ke masa sebelum dia datang ke sini.“Hari ini ada rapat mingguan. Jam kedua kosong. Aku akan tuliskan tugas yang harus kalian kumpulkan sebelum jam istirahat.” Si Ketua kelas, yang tampak cakap walau sedikit urakan, mulai menulis di papan tulis.Rigel tidak memperhatikan itu, dia hanya sibuk memandangi halaman luas Yellow Rose High School bersama beban pikirannya yang lain.Nova mengeluh pada Vanth tentang tempat alat tulisnya yang hilang dan tugas Sejarah yang belum selesai. “Sial! Aku harus menulis catatan tambahan karena Pak Vi
Baca selengkapnya
72. Galexia Menghilang
Setelah meminta pertolongan dari murid lain untuk membawa Galenia ke ruang kesehatan, Rigel segera berlari ke arah Laboratorium Kimia yang masih mengepulkan asap besar yang hitam pekat.Sudah ada Vanth di sana, bahkan Austin Cadee dengan kekuatan airnya, mencoba memadamkan kobaran api melalui gerakan cepat dari kedua tangannya yang mengeluarkan air.Rigel memperhatikan sekeliling. Ada barrier berbentuk lingkaran di sekitar bangunan Laboratorium Kimia. Dia menduga itu milik Vanth. Hal itu pasti dilakukan Pemimpin negeri atas awan untuk melindungi Laboratorium dari amukan api yang semakin besar, dan mencegah manusia lain datang ke sini lalu melihat apa yang mereka—bukan manusia—coba lakukan di tempat kejadian ini.“Ada siapa di dalam?”Vanth tidak menjawab pertanyaan Rigel. Dia melangkah menuju ke tempat Austin berdiri. “Lebih kuat, Austin Cadee. Itu bukan ledakan dari api biasa.”“Hei, Ares Vanth Dier, apa k
Baca selengkapnya
73. Aura Gelap Yang Mengikuti
Semua mata melihat ke arah Rigel dengan tatapan yang sulit dicerna olehnya, tapi Rigel mengabaikan itu. Yang terpenting informasi, bukan?Salah satu dari mereka dengan cepat memberi jawaban penuh antusias. “Aku melihatnya pulang dengan terburu-buru.”“Kau yakin dia memang pulang ke rumahnya?” Rigel tidak yakin. Galenia bahkan masih di ruang kesehatan. Jika mereka kembar yang saling merasa terikat satu sama lain, pasti Galexia saat ini berada di sisi Galenia.Rigel menyesali keputusannya menggunakan saran Austin untuk mencari Galexia di kelas. Dia memutar tubuh untuk beranjak dari sana dan tercegah oleh salah satu murid yang ikut menimpali.“Setahuku dia memang benar-benar kembali ke rumah. Tadi dia mengatakan hal itu pada Ketua kelas.” Si murid laki-laki itu melihat ke sudut kelas. “Benar, kan James?”James, si Ketua kelas mengangguk. “Ya. Dia buru-buru pulang karena panggilan dari orang tuanya.
Baca selengkapnya
74. Menjemput Kebenaran
Keadaan sekitar seperti tanpa kehadiran siapapun. Sepi, senyap tidak ada tanda kehidupan. Rigel kebingungan dengan sesekali menyeka darah yang juga mengalir ke keningnya, hampir mengenai mata, mengaburkan pandangannya.Sesuatu terjadi di sini. Di Yellow Rose High School, dan di sekitar jalanan ini. Dengan sangat putus asa, Rigel kembali masuk untuk memastikan keadaan Nova. Melihat gadis itu kini terjaga dengan kedua mata yang samar-samar ingin menutup kembali.“Hei, kau baik-baik saja?” Pertanyaan konyol. Jelas Nova tidak baik-baik saja dengan setengah tubuh ke bawah yang terjepit.“Aku berusaha untuk tidak tertidur seperti saranmu, Rigel. Kau tahu, saat ini aku sangat-sangat mengantuk.” Nova tertawa dengan seyum miris, tenggorokannya terasa kering.“Aku butuh ponselmu, apa kau membawanya?” Rigel mendekat, membungkuk ke samping Nova. Ponsel miliknya kehabisan daya baterai.Menggeleng lemah, Nova ingat bahwa dia p
Baca selengkapnya
75. Sosok Asing Dengan Wajah Serupa
Semua perasaan bersalah Rigel bertumpuk. Itu artinya Cassie Nova tidak akan ada di kehidupan selanjutnya. Kehidupan terakhirnya ada di masa depan. Delapan tahun kemudian. Sedangkan di masa itu, Nova sudah memilih mengakhiri hidupnya.“Dewa Air ingin aku yang disalahkan atas semua ini?” Rigel bertanya pada dirinya sendiri. Bicara dengan perasaannya yang mulai membeku.“Dia hanya ingin menyelamatkan Putranya dari kematian.”Rigel menoleh. “Maksudmu?”“Jika kau kembali. Kau akan lihat Austin bunuh diri di kamarnya saat ini. Itu karena kau yang tidak kunjung pulang ke masa depan. Dia mengira kau gagal.”Rigel mendekati Vanth, menarik kerah kemejanya dengan marah. “Dari mana kau tahu itu, hah? Jangan coba-coba memprovokasiku! Jangan membodohiku, jangan menipuku!” Rigel berteriak, sangat marah.Vanth tersenyum, mengangkat kedua bahunya dengan ekspresi wajah dingin karena tidak menyukai ca
Baca selengkapnya
76. Membiru
“Aku tidak tahu.” Rigel melepas lengannya dari cengkeraman keputusasaan Galenia.“Itu artinya, ada harapan untukku.” Galenia mengepalkan tangannya yang tak lagi mencengkeram lengan Rigel. Dia tersenyum, berhasil tidak diketahui Rigel bahwa senyum itu tanda kemenangan untuknya.“Terserah kau saja.” Rigel melesat pergi, secepat yang dirinya bisa, walau tidak secepat angin. Percuma dia memberitahu Galenia. Lagipula, Rigel tidak berniat memberitahu gadis itu bahwa dia akan segera kembali ke asalnya.Rigel sudah berjalan tidak tentu arah, tapi ada koneksi yang dia tidak tahu berasal dari mana, lalu menggiringnya ke sebuah tempat. Seperti kebun, ya, kebun apel.Berdiri di bawah beratus banyaknya pohon apel yang sedang berbuah, Rigel melihat semua apel yang merah dan ranum itu bergelantungan tertimpa air hujan. Meciptakan bulir-bulir mirip tetesan embun di permukaan buahnya.Sejauh matanya memandang, sekitar sepuluh met
Baca selengkapnya
77. Berpisah Dengan Masa Remaja
Air mata Rigel benar-benar mengalir tanpa berniat ditutupi. Dia berdiri di antara para bawahan Dewa Air dan tidak melihat Austin Cadee di sana. Tubuh Nova sudah lenyap bersama peti yang ditelan ombak besar, lalu menghilang.Tubuh Rigel sudah sepenuhnya kering, tapi tidak dengan air matanya. Membiarkannya tetap mengalir sampai dirinya bertemu Dewa Air di salah satu tempat pria itu beristirahat.Dewa Air duduk di salah satu kursi kebesarannya ditengah ruangan itu. Menatap Rigel dengan matanya yang berwarna sebiru lautan. Tersenyum bijaksana, tidak tampak kekejian maupun kelicikan di wajahnya.“Selamat datang, Rigel Auberon.”Rigel tidak ingin basa-basi. Dia masih berduka. Dirinya juga ingin pulang segera ke masa seharusnya dia berada. Diam dan berdiri mendengarkan adalah tugasnya saat ini.“Aku ingin kau memahami bahwa sikap serakah Putraku tidak bisa dilanjutkan. Dia terus mencintai manusia yang sudah ditakdirkan memiliki kutukan y
Baca selengkapnya
78. Greet Dari Beryl
“Sia?” Mulut Rigel terbuka sedikit karena terkejut, tidak paham pada apa yang dilihatnya sekarang.Wanita itu terkejut, ada senyum lebar menggodanya yang berangsur-angsur menghilang dari wajahnya. “Kau tahu namaku asliku?”Rigel menautkan alisnya. Di kehidupan ini ternyata Sia memiliki peran yang berbeda lagi. “Ah, itu … tidak, bukan. Maksudku, aku hanya menebak, mungkin,” Rigel salah tingkah. Tidak bisa berkata dengan jelas apa yang sebenarnya ingin diucapkannya.“Tidak mungkin kau bisa menebak dengan tepat nama seorang wanita yang bahkan baru kau lihat hari ini,” bantah Sia, curiga dengan kedua mata memicing. Dia memastikan keadaan dengan melihat ke kiri dan ke kanan, lalu mencondongkan wajahnya menjadi lebih dekat ke wajah Rigel diseberang mejanya., “katakan siapa yang membayarmu untuk memata-mataiku?”Rigel menjatuhkan kepalanya ke belakang sembari menggeram. Ini buruk! Penampilan Sia
Baca selengkapnya
79. Sandiwara Hampir Merenggut Nyawa
Ingin rasanya Rigel memeluk dan mengatakan bahwa dirinya sangat merindukan Sia, tapi semua seperti tercekat di tenggorokan, tercegah perasaan keberatannya pada kenyataan. “Aku tidak tahu bahwa ada pria tampan di Beryl yang sombong sepertimu,” sindir Sia. Dia masih bersikeras untuk tetap didekat Rigel meski pria itu bergerak pelan menjauhinya, menjaga jarak. “Kalau begitu, menjauhlah.” Rigel mempersilakan dengan senang hati. Galexia dan Galenia remaja tiba-tiba mendatangi benaknya. Mereka bertiga sama persis. Bahkan sikap mereka juga hampir sama. “Apa kau tipikal pria yang takut pada istri?” Sia tersenyum samar, akan ada banyak tantangan untuk pria yang senang menantangnya. “Ya.” Rigel berharap jawaban dustanya akan cukup untuk mengusir Sia. Sia segera berjalan mundur dihadapan Rigel. Menghadang tanpa menghentikan langkah satu sama lain. Dia hafal semua jalan setapak di sekitar sini. Jadi dia yakin bahwa dirinya tidak akan jatuh atau tersandung
Baca selengkapnya
80. Menerima Permintaan Greet
Rigel mengusap wajah dan duduk tidak tenang di sisi ranjang kamar hotel.Mereka, si para pria kekar itu memindahkan Sia ke sini agar tidak ada yang tahu pasti keberadaannya, lalu berdatangan mencari ‘Greet’ dari rumah Teratai.Demi keamanan dan kenyamanan Greet, semua harus sesuai aturan yang entah bagaimana, bisa dilakoni dengan sangat baik.“Tidurlah di sisiku,” pinta Sia. Tangan lemahnya melambai setengah terkulai.“Tidak, aku di sini saja.” Berusaha tenang, saat ini pakaian Sia sudah tergantikan dengan bahan yang nyaman untuknya. Tapi tetap saja itu sangat tipis. Dokter wanita tadi yang menggantikan pakaiannya, bahkan tidak dapat menahan diri untuk tak tersenyum.Memalukan sekali!“Apa aku masih kurang berusaha untuk mendapatkan perhatianmu?”“Kau gila! Hentikan itu.” Rigel membentak, tapi kedua matanya bergerak gelisah.Cemas, jika ada hal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status