All Chapters of I Can See You : Chapter 51 - Chapter 60
136 Chapters
51. Pria Arrogan
Rigel tertawa. “Memangnya kau tahu arah menuju ke apotek?”Sia menggeleng. “Kupikir kau punya persediaan di kotak obatmu.”“Tidak. Aku dan mantan istriku tidak peduli hal-hal seperti menyediakan obat-obatan di kotak obat. Jika sakit atau terluka, kami biasa langsung ke Dokter.”Sia tahu bahwa setiap rumah tangga dan keadaan rumah orang lain pada umumnya berbeda-beda. Tapi rasanya, jika untuk hal sepele mereka tidak saling peduli, itu bisa berarti ada jarak dalam hubungan mereka. Sia menjabarkannya seperti itu.“Tapi mungkin aku bisa coba pergi membeli salep atau obat untukmu. Kau hanya—”“Tidak.” Rigel menggeleng sambil tertawa. “Aku lebih tenang jika kau tetap berada di sini. Mungkin kau berhasil pergi, tapi gagal kembali jika kau benar-benar buta arah.”Sia mengangguk. Benar, ini tepat. Dia buta arah sejak keluar dari toko roti. Tidak salah lagi. “Apa sebai
Read more
52. Dalam Senyap dan Sepi
Sudah tidak begitu canggung lagi, Sia tahu jika menggaruk bukanlah kegiatan yang menggunakan kelembutan. Jadi Sia langsung menggaruk, serupa mencakar di bagian yang di sebutkan Rigel.“Benar yang ini?”Rigel mengangguk. Menikmati penderitaannya hilang perlahan-lahan karena Sia. “Wah, tepat sekali. Terima kasih, Sia. Kurasa sudah cukup.”Sia kembali ke posisinya, duduk dan melipat kedua tangan di atas meja, lalu mulai berpikir tentang perjalanannya dari rumah ke toko roti. Tetap tidak terlintas apapun. Seolah semuanya percuma. Hilang dalam sekejap, tidak dapat kembali.Ketika suara bel pintu depan berbunyi, Sia bangun dari duduknya. “Boleh aku yang membukakan pintu?”“Silakan.”Pesanan Rigel tiba. Ada beberapa obat-obatan pereda nyeri, kasa steril, dan salep. Sia segera mengeluarkan semuanya di atas meja.“Kau bisa melakukannya?” Rigel tampak ragu, memang ragu. Dia selalu terb
Read more
53. Rencana Membuat Bayi
“Dasar manusia sampah.” Vanth memutar tubuh. Membatalkan niatnya mengunjungi Sia di rumah Yoan. Vanth kehilangan jejak Sia sejak pagi.“Tuan, sepertinya  Miria juga membuat Sia memakan ganggang emas.” Adlin sengaja mengalihkan Vanth. Pemimpin negeri atas awan itu pasti sedang melihat dua Anak manusia tengah bercinta di penglihatannya yang menembus dinding, meski mereka tidak menginjakkan kaki ke rumah Yoan.“Bukan sepertinya. Itu memang yang sengaja dia lakukan.” Sekarang Vanth tidak bisa untuk tidak peduli. Miria sungguh-sungguh, sementara dia sudah mulai kehilangan. Secara perlahan-lahan, hampir tidak disadarinya.“Apa itu artinya, Rigel dan Sia sudah bertemu saat ini?” Adlin menebak dan tidak asal menebak, dia bertaruh untuk itu.“Aku tidak tahu. Jika sudah berada di sini, kekuatanku memiliki batasan. Tapi sejak awal, keberadaan Rigel memang selalu samar dalam penglihatanku.”Adlin
Read more
54. Kekuatan Yang Mulai Melemah
“Tentu. Coba cium aku.” Rigel memajukan wajahnya, “Maaf, tapi aku tidak bisa memegang wajahmu.”Sia tersenyum, jantungnya berdebar-debar tidak karuan. Tapi Sia coba memulai dari kening, mengecup pelan, lalu turun ke mata. “Tutup matamu, Rigel.” Pria itu menuruti Sia, dan kecupan lembut mendarat bergantian di kiri kanan mata Rigel.Lalu menuju hidung, hidung yang indah. Lurus dari ujung hingga pangkal. Sia mencium dua kali di sana. Dia berhenti sesaat untuk melihat wajah Rigel yang mulai memerah. Tersenyum, dia coba berbisik untuk mengganggu Rigel.“Apa sudah cukup? Atau—”“Lanjutkan, Sia. Aku belum mendapatkan bibirmu.” Sungguh-sungguh, Rigel menatap lekat pada Sia. Menanti dan menikmati kemudian.Meski rasanya seperti wanita murahan, Sia tetap melakukannya. Mencium dengan segenap rasa nyaman yang muncul secara tidak terduga.“Manis,” bisik Rigel, lirih. Dia menyuk
Read more
55. Kekalahan Yang Sudah Pasti
Miria membuat tanda yang biasa dia gunakan ketika membutuhkan pertolongan Adlin—rekannya—di tanah. Tanda ini bisa diberikan walau ganggang emas sudah menghilangkan jejaknya.Sebuah tanda yang meski Adlin atau Vanth sepenuhnya tidak memiliki kekuatannya lagi, akan tetap bisa mereka rasakan. Pasalnya, Miria mengorbankan darah dari nadinya ke sepanjang tiga puluh sentimeter di tanah, berbentuk garis lurus menggunakan darah.Vanth menyadarinya lebih dulu. Dia mengendus dan mengenali darah Miria sebagai bentuk permohonan wanita itu padanya. Sebuah pertolongan. Walau dia tahu Miria punya rencana lain untuk kenekatannya.“Miria membutuhkan pertolongan. Arah kiri, tiga ratus meter.” Vanth merubah arah tujuan mereka. Tidak menunggu Adlin yang masih terengah dibelakangnya.“Ini bukan tentang permohonan. Ini hanya taktik! Awas kau, Miria. Aku sungguh akan memberimu pelajaran!” Masih di dalam hati dan pikirannya, Adlin terus mengut
Read more
56. Vampir
“Ini menu kesukaanmu?” Rigel melihat isi wadah makanan berisi asparagus, wortel, selada, stoberi, dan kacang pecan. Semua bahan itu dibuat menjadi satu, salad buah dan sayur. Lalu Rigel menatap Sia yang mengangguk dengan wajah gembira.Sejak kapan Stevan tahu menu makanan kesukaan Sia? Mereka tidak saling mengenal sebelumnya, bukan? Aneh sekali. Lagipula, memangnya Stevan tahu siapa yang sedang bersamanya saat ini? Jangan katakan bahwa semua ini hanya kebetulan belaka. Rigel tidak mempercayai hal-hal seperti itu.Rigel seketika curiga meski tetap menikmati kiriman makanan itu bersama Sia di atas ranjangnya. Wanita ini begitu baik hati, menyuapinya dengan perlahan-lahan, hingga dia tidak perlu sampai tersedak. Sekarang Rigel lupa tujuannya mencurigai Stevan.“Kau suka? Akan kuminta Stevan membuatnya lagi kalau begitu. Tolong ambilkan ponselku, biar kuhubungi dia sekarang.”“Ah, tidak usah. Ini sudah cukup.” Sia menutup w
Read more
57. Melepas dan Menerima
“Aku ingin tidur dipeluk olehmu.” Rigel meminta dengan berani. Tidak peduli akan rasa malu yang mungkin hadir setelah dia mengucapkannya.Sia mengusap perlahan kening Rigel, mengangguk mengiyakan. “Tanganmu bagaimana?” Dia menarik selimut, lebih dulu menutupi tubuh Rigel daripada dirinya.“Masih sedikit nyeri, tapi tidak apa-apa.” Rigel benar-benar melakukannya, dia merapatkan tubuhnya pada Sia yang siap memeluknya. “Saat mandi tadi, rasanya aku ingin sekali menelanmu.”“Menelan?” Sia terkejut, melihat sedikit ke wajah Rigel yang disembunyikan pria itu di dadanya.“Maksudku ... aku ingin bercinta denganmu.”“Kau masih terluka. Akan sulit untukmu, bukan untukku.”Rigel bergumam tidak jelas. Yang pasti, itu hanya berisi tentang keluhan. Dia mengeluh kenapa tangannya terluka, sementara hasratnya sudah melompat-lompat dengan liar.“Rigel Auberon, kau
Read more
58. Patah Hati
“Itu salahmu!” Disi berseru dengan kesal, melempar sarung tangan memasaknya ke atas meja. “Kenapa kau tiba-tiba ada di sana? Tanpa gerakan, tanpa suara!” “Itu hanya alasanmu untuk membalasku.” “Oh, ya ampun! Dasar pria gila!” Sekarang Disi mengumpat dengan terang-terangan disamping microwave. Lalu dia menghampiri pria itu untuk mengambil wortel yang tadi sempat terlempar ke arahnya. Bukan disengaja, itu hanya gerak refleks Disi ketika melihat penampakan pria itu di ambang pintu, dan membuatnya sangat terkejut. “Vanth. Namaku Vanth. Bukan pria gila, Nona.” Dia hanya menatap Disi tanpa ekspresi apapun di wajahnya. “Ah, bagus. Akhirnya kau memiliki nama.” Disi mengangguk. “Namaku Disi.” Dia lalu membungkuk untuk memungut wortel didekat kaki Vanth. “Ya, namamu Disi Melani Truder.” Vanth bergumam lirih. Sejak awal dia memilih untuk tidak memperlihatkan bahwa dia mengenal semua manusia bumi. Tentu saja, termasuk Disi Melani Truder. “Apa kata
Read more
59. Si Penyusup Stevan
Stevan muncul di rumah Rigel ketika keduanya masih tidur dengan tubuh berselimut dan Sia mendekap erat Rigel.Sia hampir menjerit ketakutan, sementara Rigel benar-benar berkata kasar pada Stevan ketika mereka terbangun dan sadar. “Hei berengsek, bagaimana kau bisa masuk?”Stevan menggaruk kepalanya dengan bingung. Rasanya baru lima menit lalu dia ada di kamarnya, masih meregangkan tubuh di atas ranjang, dan tidak tahu menahu ada kekuatan yang merasukinya lalu membawanya ke sini.“Maaf, Rigel. Aku sungguh tidak tahu bagaimana bisa aku berada di rumahmu, masuk ke sini. Lalu aku—”“Keluar sekarang, Stev.” Rigel mengusir tanpa berniat untuk menunggu penjelasan lain dari sahabatnya itu.“Baik, baik. Aku keluar sekarang.” Stevan mundur, meringis dengan wajah penuh rasa bersalah.“Tunggu dulu.” Sia menyibak selimut, menurunkan kedua kakinya dari ranjang dan berdiri di sisi tempat tid
Read more
60. Aksi Pemimpin Negeri Atas Awan
Vanth mengikuti Disi sampai ke depan rumah. Dia melihat bagaimana terburu-burunya wanita itu. “Kau mau ke mana?”“Temanku membutuhkan bantuan.”“Bantuan seperti apa?”Disi berhenti memeriksa isi tasnya untuk mencari ponsel dan kunci mobil, tapi kedua matanya penuh teralih menatap wajah tampan sempurna itu. “Memangnya kau berniat ikut membantu?”“Tidak juga.” Vanth mengangkat kedua bahunya. “Aku hanya bertanya.”Disi berdecak. “Sebaiknya kau tidak bertanya, Tuan Vanth. Kau menghabiskan waktuku.” Disi berjalan cepat menuju pagar, tapi Vanth sudah berdiri di sisinya tanpa sempat dia menyadarinya. “Auuh! Tuan Vanth yang terhormat, berhentilah membuatku terkejut!” Disi hampir berteriak.“Kau kehabisan waktu, bukan? Aku akan membantumu.”“Kita akan terbang?” Disi menyusul Vanth dengan penuh rasa ingin tahu. Melupakan bagai
Read more
PREV
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status