All Chapters of Lady Bug: Chapter 11 - Chapter 20
45 Chapters
11. Editor Vivi
Anjas bengong melihat betapa cerah wajah Vivi ketika menjawab tadi. Sekilas ia teringat akan sosok yang dulu memiliki senyum tak kalah indah. Sosok yang sempat sangat dia sayangi, tetapi sekarang menjadi setan yang sangat dibenci, hingga ingin memakannya mentah-mentah."Romance itu genre, kan?" tanya Vivi, dengan wajah polos menyertai ucapan.Anjas terkekeh. Genre pilihan Vivi sangat sering dia dengar sampai membuat muak. "Kenapa harus Romance? Kenapa bukan Fantasy? Kenapa bukan History?""Karena Romance indah, banyak cinta dan uwu-uwu. Semua manusia pasti memiliki kisah cinta, kan? Kakak juga pasti punya. Jadi bakal mudah menulis novel Romance, percaya deh."Vivi menangkap perubahan raut wajah Anjas yang tadi ramah kembali dingin. Ia sadar jika telah berbuat salah, tapi apa? Kenapa? Mungkin karena sombong? Dia memilih bertanya dari pada tersesat dalam pikiran. "Kenapa Kak?""Premis apa yang ingin kamu buat untuk novel Romance?" lanjut Anjas, kali
Read more
12. Ketahuan
Vivi memandang Anjas tanpa kedip. Kedua tangan mengepal. Dia tak ingin berakhir seperti ini. Terlalu jauh untuk kembali. BErapa banyak pengorbanan yang ia beri. Tak sadar air mata mengalir di pipi.Anjas bangkit menarik lengan Vivi supaya mau duduk, tapi gagal.Vivi menepis tangan Anjas. "Aku enggak mau berhenti. Kakak membuatku ingat alasan menulis. Membuatku mengerti walau baru dikit. Kenapa sekarang malah disuruh berhenti? Maaf kalau aku bodoh--"Anjas duduk kembali. Cukup lama menikmati Vivi yang berjibaku menahan tangis supaya tidak meluber semakin deras. Gadis unik, anek, tapi penuh semangat. Ia menyeringai."Kalau mendengar sesuatu, jangan sepotong-potong. Duduk, biar kujelaskan. Kalau enggak mau duduk. kita udaham, bagaimana?"Diancam begitu perlahan Vivi duduk, mengusap air mata sambil mengatur napas sesengakan, mendapati Anjas menulis sesuatu di kertas, lalu mendorong benda itu di atas meja."Baca baik-baik."Vivi membaca tu
Read more
13. Tiga Gadis
Sasa dan Mimi menghujani Anjas dengan berpuluh pertanyaan, seperti polisi mengintrogasi penjahat. Mereka tak peduli pada banyak mata yang mengintip di sekitar,juga telinga yang mencuri dengar. Seisi kafe gaduh oleh suara mereka. Hanya Vivi yang bengong sambil memandang jengah kedua gadis sinting."Jadi Mas editor?" pertanyaan Sasa begitu antusias, raut wajah berseri-seri ketika Anjas mengangguk kalem sambil tersenyum."Pantas Vivi minta dibuatkan review--""Apaan sih," sela Vivi.. "Kak, kenalin, ini sahabat-sahabatku. Sasa dan Mimi.""Kan tadi udah kenalan," keluh Mimi.Vivi menjawab, "Ye, kan belum dikenalin.""Sudah, sudah, jangan bertengkar," sela Anjas, menaruh kertas putih dan pena ke atas meja. "Vi, kamu sudah membaca beberapa novel yang aku suruh baca, kan?"Vivi menangguk menaruh kertas ke meja yang sama. Beberapa judul cerita telah diconteng, tanda jika sudah dibaca. Aslinya tak satupun ia baca. Menurut Vivi, Anjas h
Read more
14. Senandung Masa Lalu
Anjas berdiri di depan meja kasir. Dua pelayan menanti dengan senyum. Ia memilih makanan untuk dibawa pulang. Raut wajah nampak bingung memilih yang mana, hingga menunjuk sebuah paket nasi kotak. "Aku tahu kamu bakal membeli makanan untuk Anis," ujar Ismed, berdiri di samping Anjas, tersenyum pada pelayan. "Kopi hitam, dibawa pulang, ya." Tanpa menoleh Anjas menanggapi ucapan Ismed dengan suara dingin. "Kenapa kau biarkan dia menunggu sendiri, tanpa sarapan dan makan siang? Harusnya kau menjaganya, kan?" "Aku sudah berusaha tapi dia menolak. Katanya baru mau makan setelah bertemu denganmu." "Supir yang baik. Kau lebih loyal dari anjing peliharaan," ejek Anjas. Ismed menyeringai sinis, sambil meneguk koi hitam. Ia tak beranjak walau telah mendapat minuman pesanan. "Setidaknya sebagai asisten pribadi aku peduli pada gadis malang itu. Tugasku menjaga, menemani, dan harusnya mematahkan tulang orang yang membuatnya susah, seperti dirimu." A
Read more
15. Hobi Baru
Ismed berusaha menarik mundur Anis, tapi gadis itu terus meronta.Beberapa orang keluar dari kamar mereka untuk mengintip sumber kegaduhan, tapi semua itu tak berarti apapun pada gadis yang sangat ingin bertemu Anjas."Lepas, aku bilang lepas!""Nona, jika terus seperti ini pihak apartemen bisa memanggil sekuriti. Anda tak ingin membuat Tuan besar malu, kan?"Mendengar kalimat Tuan besar Anis menghentakkan kedua tangan, hingga dominasi Ismed luput. Ia membenahi pakaian, memandang judes pemuda yang juga tengah membenahi jas. Ia melangkah pelan semakin cepat menuju lift.Semasuknya di sana, ia memencet kasar tombol lift berulang. Pintu lift nyaris menutup sempurna, tapi sepatu kulit warna hitam mengkilat menahan pintu, Ismed ikut masuk ke dalam."Kau, gunakan tangga."Ismed nekar masuk, menekan tombol hingga pintu tertutup sempurna. "Terlanjur masuk. Lagi pula nanti jika kita tak bertemu di lantai satu, malah gawat." Ia pindah ke belakang Anis,
Read more
16. Gathering Storm
Anjas berharap Vivi bisa menunjukkan perkembangan yang besar. Ia memperhatikan gadis itu menulis. Senyumnya muncul karena raut wajah serius yang ia lihat. Tiba-tiba bayang masa lalu muncul.Dulu Anis juga seperti ini, bersemangat dalam menulis. Sontak ia menggeleng pelan, melepas kacamata, mengurut pelan kening."Kak," tegur Sasa, mengeluarkan beberapa halaman kertas dari tasnya. "Kalau Kakak ada waktu, bisa baca draft ini.""Draft? Coba mana." Ia menerima tumpukan kertas milik Sasa, memasang kembali kaca mata. Sambil menunggu Vivi menulis, Anjas membaca isi draft.Sebuah cerita bergenre romance islamiah buatan Sasa membuatnya tertarik. Cukup unik kisah itu. Pada part satu menceritakan tentang seorang gadis nakal yang dikirim ke asrama Gontor, untuk mendapat pendidikan. Ia mengangguk-angguk membuka halaman selanjutnya."Ceritanya bagus."Raut wajah Sasa sumringah."Bener, Kak? Kakak enggak bohong? M-maksudku, Kakak enggak berusaha menghiburkan bela
Read more
17. Tumbuh Rasa
Pertemuan demi pertemuan terjadi. Vivi patuh pada ajaran Anjas karena belum mengerti teknik menulis yang benar. Jangankan KBBI, beda narasi dan dialog tag saja belum paham. Syukur berkat skill dan kesabaran di atas rata-rata, Anjas berhasil membimbing.Anjas pula memuji draft milik Sasa, hingga membuatnya berani mengirim draft ke publisher Mayor.Semua berjalan dengan mulus hingga memasuki bagian proses meracik plot dan karakterisasi tokoh dalam cerita yang Vivi tulis. Mulai tercipta riak diantara mereka.Vivi merasa ini kisah nyata berbasis kejadian masa lalu, dia lebih mengenal diri sendiri juga cowok yang ada di masa lalu. Ia juga lebih paham kejadian apa yang terjadi kala itu dan menganggap Anjas sok tahu karena mengatur ini dan itu. Proses ini melelahkan, dua kali pertemuan mereka seperti berjalan di tempat.Hari ini pun tak berbeda dengan kemarin. Keduanya debat hingga menyita banyak perhatian dari pengunjung juga pelayan."Yang benar dong ka
Read more
18. Permintaan Aneh
Hari ini Vivi menemui Anjas seorang diri di restoran tempat biasa mereka berkumpul. Ia duduk di kursi, berayun kaki sambil menonton TV. Suara senandung lembut keluar dari mulut ketika kepala bergerak pelan ke kiri dan kanan.Band Miracle Never Die sedang tampil di TV. Bukan hanya Vivi, beberapa gadis pengunjung juga gadis pelayan fokus ke layar menikmati penampilan mereka. Anggota band terdiri dari vokalis, gitaris, keyboardis, drummer, semua tampan dan keren. Yang menjadi sorotan utama adalah Alvin. Vokalis muda yang memiliki suara merdu. Ia bernyanyi dengan lepas. Selain itu juga penampilan mirip aktor Korea muda membuat pamor melesat seperti roket menuju bintang di angkasa. Ia juga ditawari main di film layar lebar.Namun, yang membuat pemuda itu menjadi idola Vivi karena nama. Alvin Alvaro, nama yang sama dengan cowok masa lalu cinta pertama. Nama itu pasaran, kan? Lagi pula seingatnya Alvin dulu kurus dan berkulit warna sawo mata
Read more
19. Menanam Cinta
Cahaya hangat matahari pagi menyusup melalui sela pintu kaca koridor yang terbuka sedikit menerpa kulit kuning langsat Vivi. Suara senandungnya menggema pelan ketika ia memilih pakaian. Beberapa helai kemeja milik Kakak terkapar di kasur. Beberapa lagi berada di atas meja belajar.Dia mencoba memakai baju blouse besar lengan panjang sutera berwarna vanila yang membuat penampilan tambah imut di depan kaca. Ini date pertama dengan seorang cowok spesial, seseorang yang dikagumi pada pandangan pertama.Ia tahu jika mungkin Anjas melakukan hal ini ada maksud lain. Mungkin untuk memanas-manasi Anis. Siapa yang peduli? Bukan salahnya jika kelak pemuda itu takluk akan kemanisannya. Memikirkan hal itu membuat Vivi tersenyum sinis."Gayamu Vi, kek tokoh antagonis mau nyiksa protagonis.""Apaan sih!" keluh Vivi kepada Kakaknya yang berdiri bersandar daun pintu kamar."Pake tabir surya." Sebotol lotion April lempar ke muka adiknya. "Ntar mau main ke mana aja?"
Read more
20. Sebuah Permainan
Keheningan dalam mobil sesekali pecah oleh dengus nafas kencang Anis.Apa yang dia lihat sangat menyayat hati. Dari matahari merangkak naik hingga tenggelam, hanya keromantisan menjijikkan Anjas dan Vivi. Harusnya dia yang berada di posisi Vivi, karena dua telah lama mengenal Anjas. Satu tahun bersama, beratus kenangan indah tercipta. Kenapa sekarang harus Vivi?"Sekarang maumu apa?" tanya Ismed, ketika mobil yang ia kendarai terjebak kemacetan. "Sebenarnya apa yang terjadi sampai dia menghindarimu?""Aku juga enggak tahu. Semenjak buku kejora terbit, dia seperti itu." Jari telunjuk tangan Anis menulis sesuatu di jendela pintu. "Ketika menulis Kejora tiga, dia menjauh. Gadis itu harus membayar perbuatannya.""Vivi enggak tahu apa-apa, loh. Dia hanya--""Kau ada di pihak mana?""Nis, aku hanya tak ingin kelak kamu menyesali--""Aku mendapat info menarik tentang gadis bernama Vivi," ujar Anis. "Gadis itu pernah terlibat kasus plagiat."
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status