Semua Bab Lady Bug: Bab 21 - Bab 30
45 Bab
21. Jalan Memutar
Cinta memang tak pernah datang mengetuk terlebih dahulu, tapi langsung mendobrak seperti SWAT team masuk ke ruang penuh penjahat bersenjata. Begitu yang Vivi rasakan. Cintanya tiba-tiba datang di toko buku. Walau bermula dari sebuah insiden yang sebenarnya tak perlu terjadi, sekarang dia malah sering bersama-sama dengan pemuda idaman. Anjas. Menyebut namanya saja membuat Vivi tersenyum. Setiap malam kala sepi, bibir mungilnya selalu menyebut nama itu sambil terlentang di atas kasur. Pemuda itu memang bukan cinta pertama, tapi yang paling dominan.  Mungkin faktor umur juga mempengaruhi. Akan tetapi ketika memikirkan kejadian bersama Anis, semua bayang indah mengenai cinta sirna. Jiwanya menjadi hampa. Seperti semangka yang isinya disedot keluar sampai sebiji-bijinya. Ia tak bisa menutup mata dengan sempurna. Bahkan tak bisa bertahan berada di atas kasur lama-lama.Dia hapal setiap jengkal bagian kamar. Gelap bukan halangan untuk
Baca selengkapnya
22. Pork In The Way
Hari demi hari berganti. Vivi mengupload buku yang dia tulis untuk mengikuti lomba. Kali ini rasa puas benar-benar membuatnya tersenyum lepas. Ini rasa yang hanya bisa didapat ketika mengerjakan sesuatu dengan kemampuan dan usaha sendiri. Rasa yang tak mungkin dia cicipi dengan melakukan plagiat cerita atau membuat ribuan akun kloningan. Semakin banyak orang membaca cerita yang dia tulis karena Mimi selalu mengiklankan novel di IG. Bahkan Mimi menyuruh para follower untuk menyebar pesan berantai. Sementara itu, Sasa menanti janji dari Anis. Berkali-kali dia mengirim pesan ke nomor yang diyakini milik penulis terkenal itu, akan tetapi boro-boro di balas, dibaca saja tidak. Merasa tak sabar ia nekat menghubungi pihak penerbit ABC yang katanya mengurus naskahnya. Ia menanti telepon diangkat sambil duduk seorang diri di gazebo taman kampus. Dan beruntung seseorang mengangkat telepon. "Penerbit ABC, ada yang bisa dibantu?" Suara pemuda
Baca selengkapnya
23. Konfrontasi Frontal
Takdir siapa yang tahu. Banyak manusia bicara kalau ini semua sudah takdir, tapi mereka tetap berusaha. Walau ... enggak semua berusaha dengan benar, seperti Vivi. Siapa yang bisa menebak jika sekarang dia menjadi terkenal. Dahulu dia sombongan, urakan, bahkan ada yang bilang gila. Sekarang setelah paham akan susahnya menulis dan berhasil. Dia semakin menjadi-jadi.Pagi-pagi sekali Vivi datang ke kampus, membayar orang untuk memasang spanduk. Setelah selesai memasang, dia membayar orang-orang itu pakai uang jajan yang ditabung selama seminggu. "Eh, itu Mahasiswi sini,kan?" bisik seseorang yang melintas di belakang Vivi. "Kok ada spanduk segala? Apa dia menang sesuatu?""Dibaca, Kak, cibaca tulisan di spanduk," keluh Vivi, berdiri bersila tangan tanpa menoleh.Sebuah spanduk besar membentang di atas gapura lahan parkir kampus, menyambut semua orang yang memasuki area itu. Kebanyakan dari mereka cuek. Akan tetapi beberapa orang sempat ber
Baca selengkapnya
24. Danau Hangat
Hari ini Vivi bertemu dengan Anjas di kebun bibit. Sasa dan Mimi ikut bersama mereka. Alasan Mimi mau membuat instastory dan Sasa membantunya. Setidaknya mereka berada jauh di dekat danau membiarkan Vivi berdua dengan Anjas duduk di foodcourt teduh nan ramai pengunjung.Sesekali embusan angin segar menerpa wajah Vivi. Suara obrolan pengunjung juga suara berita terdengar dari tv tabung tak mengusiknya. Ia terlalu fokus duduk manis memperhatikan Anjas.Sesekali dia tersenyum mendengar Anjas membaca komentar-komentar dalam cerita yang diupload ke aplikasi menulis. Suaranya lembut tak bosan didengar. Sesekali lesung tipis muncul menghias pipi Anjas. Kebiasaan lain yang Vivi hafal ialah jari telunjuk panjang sering mendarat ke bawah hidung. Pemuda itu sering bersandar santai ketika menikmati bacaan. Kacamata baca yang ia kenakan seperti dinding yang berusaha menyembunyikan mata yang kadang menyipit kala tertawa.Vivi menerka apa Anis juga melihat semua i
Baca selengkapnya
25. Dalam Apartemen
Vivi memandang jengah kedua sahabatnya yang sedang girang memakai helm, naik ke motor masing-masing. "Kalian kenapa ikut?""Kan diajak," sahut Mimi."Betul betul betul, diundang enggak boleh nolak," jawab Sasa."Boleh kok, tolak aja, lebih bagus," ujar Vivi, memasang raut jutek."Emang situ siapa?" jawab Sasa, cekikikan. "Lagian kalau kamu berangkat sendiri, nanti malah terjadi hal yang enggak diinginkan. Dosa."Memang itu yang Vivi inginkan. Berdua dengan Anjas, cuddling, mencoba menggali lebih jauh siapa sosok pemuda itu, dan mencari kesempatan untuk memastikan hubungan apa yang mereka bentuk.Motor sport Anjas berhenti di dekat motor mereka. Pengemudinya membuka helm menyapa dengan senyum. "Kalian kalau nanti ketinggalan sampai nyasar, langsung gas aja ke daerah Lida Wetan, dekat Universitas Surabaya. Tahu kan?""Oh tahu lah Kak, Kampus yang dulu IKIP dan masuk sepuluh kampus terbaik seindonesia, kan?" tanya Mimi, mendapat anggukan dari A
Baca selengkapnya
26. Jalan Bercabang
Kedua tangan Ismed bersembunyi dalam saku celana panjang kain hitam. Ia tertunduk memandang ujung sepatu pantofel kulit hitam mengkilat, bingung harus mulai dari mana. Menghadapi sosok yang dibenci tentu tak mudah.  Anjas tahu kehadirannya bukan untuk sekedar bertamu. Pasti ada hubungan dengan Anis, apa lagi yang membuat si sial datang kemari jika bukan karena itu. Cukup lama dia menanti Ismed untuk membuka mulut, tapi yang ia dapat hanya raut wajah dingin penuh misteri. Anjas menoleh ke kiri dan kanan. "Mana Nonamu? Apa kau keluar kandang seorang diri?" Hinaannya tetap gagal memancing suara Ismed terdengar. "Kalau enggak ada yang ingin dibicarakan, pulanglah. Aku sibuk, banyak tamu di dalam, jangan ganggu lagi--""Ini tentang Anis," sela Ismed, mengangkat kepala.Anjas menyeringai berbalik badan hendak membuka pintu. "Pulanglah, jaga Nonamu dengan baik dan jangan pernah datang kemari lagi.""Begitu? Masalah ini berhubungan dengan
Baca selengkapnya
27. Sebuah Keputusan
Anjas lemah dengan air mata. Tembok besar benteng hati ambruk begitu melihat kriptonite itumengalir di pipi gadis. Memakai cara itu Anis menang, membuatnya mau membantu mengedit draft. Tempat pertemuan mereka di rumah Anis, gadis itu yang menentukan sepihak.Cahaya matahari menerpa motor Anjas yang terparkir di depan gedung apartemen. Ia duduk di motor hendak memakai helm, hingga hp bergetar membuatnya terdiam sejenak. Sebuah pesan masuk dari Vivi.[Kak, bisa anterin enggak? Penting nih, butuh Kakak]Ia tersenyum kecil sesaat. Anjas telah membuat janji terlebih dahulu bersama Anis. Tak mungkin dia membatalkan sepihak dan mendadak. Lagi pula Vivi bisa berangkat sendiri dengan motor sendiri, menurutnya gadis itu hanya manja. [Maaf enggak bisa. Minta temani Sasa atau Mimi aja.]Setelah menyimpan hp ke saku kemeja, ia segera memakai helm, memacu motor pergi dari sana. Anjas melalui jalan yang sama seperti beberapa bulan yang lalu. Ja
Baca selengkapnya
28. Si Kunyuk
Alvin memandang heran gadis dihadapannya. Terlalu tua untuk menjadi Vivi dan terlalu muda untuk menjadi Tante. Jelas hanya satu sosok yang tersisa, yaitu April, si galak yang dulu selalu jahil menutup hidung kala bertemu sambil mengejek bau tai kucing baru keluar dari bokong. Sekarang sosok itu menjadi gadis berbody sekelas peragawati dan berparas cantik. Pastinya Vivi tak jauh beda dari kakaknya. "I-ini ... ini bukan mimpi kan?" tanya April, memegang kedua pipi. Mulutnya menganga lebar."Bukan lah. Ini Kak, ada oleh-oleh buat Kakak. Semoga masih suka empek-empek Palembang." Alvin menyodorkan kantong plastik berukuran besar bergambar salah satu produsen empek-empek terkemuka. Dia membeli online barang itu karena tak sempat mampir ke Palembang.April bengong gagal kedip melihat sosok di depan. Sosok yang biasanya hanya bisa dilihat di tv, sekarang bisa dipegang-pegang lengannya, dicubit, dielus, perut pun bisa dielus dan ditepuk-tepuk. April me
Baca selengkapnya
29. Karma Plagiat
Senyum manis itu membuat Vivi tak bisa memberi jawab. Bukan hanya begitu menggoda dan rasa gemas ingin mencubit pipi Alvin, tapi dia tak ingin menyakiti hatinya. Lagi pula jika menerima cinta Alvin, bagaimana dengan Anjas? Andai Alvin datang lebih cepat semua pasti lebih mudah. Kenapa baru datang sekarang setelah rasa cinta lain tumbuh.  "Gimana Vi?" tanya Alvin. "Kamu belum punya pacar, kan?" Vivi menggeleng dengan cepat. "Belum sih, cuma--" "Aduh, kenapa mereka bisa kemari?"  "Mereka? Mereka siapa?" Tiba-tiba beberapa pria berjaket kulit hitam nampak melangkah cepat di ujung jalan. Vivi menoleh ke belakang, lalu memandang Alvin. Wajah imutnya pucat pasi. Dia bangkit menggandeng gadis di sebelah untuk berdiri. "Ayo kabur." "Heh?" Vivi bingung, memandang mereka bergantian. "Kenapa kabur? Mereka siapa?" "Udah, ayo kabur aja."  Keduanya berlari menuju arah lain dari datangnya para pria aneh. Sesekal
Baca selengkapnya
30. Masalah Masa Lalu
Setiap hari bertambah buruk. Anis berhasil membuat Efendi untuk step out bicara tentang pengalamannya ketika Vivi membajak karyanya. Kali ini banyak support untuk Efendi, dan Vivi tersudut. Dia berusaha cuek akan masalah ini, tapi tidak bisa. Apalagi ketika Anis mengaitkan masalah Efendi dengan masalah Bunga, dengan kalimat, "Sekali kamu melakukan plagiat, pasti bakal melakukanya lagi dan lagi."Vivi mencoba menutup mata juga telinga, tapi iklan buku Bunga ada di mana-mana. Ketika Vivi menuju ke kampus, spanduk di toko buku membuatnya muak. Buku Bunga lagi dan lagi. Di kampus Vivi berusaha menonton Youtube untuk ketenangan, tapi iklan bodoh itu muncul, membakar dirinya sampai ke ubun-ubun. Setiap adegan di sana benar-benar membuatnya ingin teriak, menghujat Bunga, sosok yang tak dia kenal apalagi lihat sebelumnya.Tekanan mulai bertambah berat. Ketika pergantian mata kuliah Vivi berjalan bersama teman-teman. Teman-teman di kampus yang biasanya tak peduli pada hal berba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status