Semua Bab My love My neighbour: Bab 31 - Bab 40
43 Bab
31. Ayo Tembak Aku
“Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Tio sambil menggenggam jemari Arini. Dia berhenti menyandarkan kepalanya di bahu Arini. Tubuhnya dia tegakkan lalu menatap wajah gadis itu lebih dekat lagi. Hati siapa yang tidak berdebar, ketika ada sosok lelaki tampan yang disukainya menatap dengan tatapan meneduhkan. “Apa?” jawab Arini sambil memegang dadanya. Dia tidak bisa mengendalikan diri, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.  Mata mereka saling berpandangan satu sama lain. Sesekali Arini menelan salivanya. Tangannya berkeringat dingin. Tentu saja hal ini pun dirasakan pula oleh Tio. Mereka berdua berpaju dengan detak jantungnya masing-masing.  Bagi Tio, memandangi wajah Arini tidak membuatnya bosan. Untuk mengedipkan mata sekali saja pun rasanya sangat sulit. Dia mengagumi wajah ini dengan sangat. Arini, gadis pertama yang menjadi cinta pertama Tio. Tidak pernah
Baca selengkapnya
32. Jawaban
Pertanyaan yang seharusnya tidak pernah terlontarkan dari bibir Arini, kini sudah ke luar begitu saja. Tio bergeming. Apa yang dia ucapkan bisa saja merusak hubungannya saat ini dengan Arini. “Arin, kenapa kamu tanyakan hal seperti itu?” tanya Tio. Genggaman tangannya begitu erat. Arini merasakan kegugupan dari lelaki itu. Bagi Arini, sikap Tio kepada dirinya selalu membuatnya salah paham. “Tio, tolong jawab saja,” desak Arini.  “Aku menyukaimu,” jawab Tio. Dia tidak mungkin membohongi perasaannya sendiri. Dia sangat menyukai gadis ini. Namun, apa daya dia tidak bisa mengutarakannya. “lalu?” Arini menginginkan jawaban yang lebih dari itu. Dia ingin tahu apa nasib hubungannya bagaimana.  “Rin.” Tio membelai wajah Arini dengan lembut. Suhu tubuhnya lebih panas dari biasanya. T
Baca selengkapnya
33. HUbungan Seperti Apa Kita Ini?
Keesokan harinya, Arini kembali menjenguk Tio. Orang tua Arini tidak melarangnya, mereka justru meminta Arini untuk terus merawat Tio sampai pulih. Hari ini Arini membawa kue buatan ibunya untuk Tio.  Pada saat mengetuk pintu rumahnya, Cintami sedang berada di garasi hendak pergi ke klinik karena sudah berpakaian dinas. Arini menyapa Cintami dengan ramah seperti biasa. ALangkah terkejutnya dia saat melihat ada air mata di sudut mata wanita anggun itu. “Pagi Bu Cintami,” sapa Arini sambil membungkukkan sedikit tubuhnya. “Arini, sudah berapa kali Mami bilang jangan panggil Ibu. Panggil Mami ya,” ucap Cintami sambil mengusap rambut Arini. “Oh iya, maaf Mi.” Arini menunduk malu. “Mami mau berangkat kerja?” tanyanya sedikit canggung. “Iya, Sayang.” Cintami menaruh tasnya di dalam mobil. &ldqu
Baca selengkapnya
34. Rencana Manis
“Kita diundang dalam perhelatan resmi festival tersebut dua minggu lagi,” jawab Tio sambil tersenyum puas.  “Dua minggu? Paspor saja aku tidak punya,” keluh Arini bersedih. “Tenang saja, nanti aku yang meminta temanku untuk membuatkan paspor dan visa untukmu,” jawab Tio menenangkan hati. “Aaaah,” desah Arini sambil menundukkan kepalanya. “Kenapa?” “Lagi-lagi kamu yang bantu aku. Ah aku bisanya apa coba,” sedih Arini. Tio merangkul Arini dengan erat. Dia tidak suka Arini bersedih seperti ini. Dia mengangkat dagu Arini hingga mereka saling bertatapan, “Kenapa kamu bersedih? Aku kan membantumu ikhlas.” Arini mulai tersenyum simpul, tidak akan lagi bersedih di hadapan lelaki ini. Dia teringat telah membawa kue buatan ibunya lalu mengajak Tio untuk
Baca selengkapnya
35. Aku Ingin Sebuah Hubungan
Tangan Tio mulai menyentuh tengkuk Arini dan tangan satunya menarik pinggang gadis itu dengan erat. Sedangkan kedua tangan Arini berada tepat di dada bidang Tio. Tangan Arini merasa ada sesuatu yang aneh saat tangannya menyentuh dada Tio. Pada saat bibir mereka hamper beradu, ada asisten rumah mengetuk pintu kamar Tio. Seketika Tio dan Arini langsung duduk sambil merapikan pakaian mereka. Asisten tersebut ternyata membawakan makan siang untuk Tio dan Arini.  Wajah keduanya sama-sma memerah. Sungguh sangat tidak terduga, mereka hampir saja melakukannya dan hamper ketahuan oleh orang lain. Setelah asisten itu pergi, Arini dan Tio mulai menyantap makanannya bersama. Arini dengan sepenuh hati menyuapi Tio makan. Tio memanfaatkan situasi dengan bersikap sangat manja. Terkadang dia bersandar di bahu Arini, sesekali dia memperlihatkan lesung pipinya. Rasanya seperti meleleh. Wanita mana yang tidak menyukai lelaki t
Baca selengkapnya
36. Kebenaran Yang Harus Terjawab
“Arrrggghh, kenapa aku bodoh seperti itu? Tuhan, mengapa aku ditakdirkan lemah seperti ini?” kesal Tio merusak barang-barang disekitarnya. Dia menarik rambutnya kuat, melemparkan barang-barang miliknya.  Tio sangat kesal pada dirinya sendiri. Ada satu hal yang tidak bisa dia katakan pada Arini. Dia tidak mau Arini sedih lebih dari ini. Namun, hal ini mungkin akan membuat Arini dan dirinya semakin menjauh. Di tempat lain, Cintami kembali lagi ke rumahnya karena ada barang yang tertinggal. Di tengah perjalanan, sudut matanya menangkap seorang Wanita yang sedang duduk sambil memeluk kedua lututnya. Cintami akhirnya menoleh, mencari tahu siapa yang sedang duduk di sana.  Ternyata gadis itu adalah Arini. Cintami menduga jika Arini seperti itu pasti sedang bertengkar dengan putranya. Sebagai seorang Wanita, dia harus membujuk Arini agar mau tetap bersama anaknya. Dia meminta s
Baca selengkapnya
37. Kita Hadapi Bersama
“Tio, tanganmu kenapa?” Arini bergegas menghampiri Tio yang terlihat frustasi. “Arin, kenapa kamu ….” Tio tidak bisa meneruskan kata-katanya. Arini langsung merengkuh lelaki itu. Seberapa besar lelaki itu menolaknya atau bahkan mendorongnya pun dia akan terus merengkuh lelaki ini. Hanya dia yang selalu datang menyelamatkannya. Kini giliran dirinya yang mempertahankan perasaannya.  “Jangan usir aku. Aku nggak bisa tanpamu,” pinta Arini lirih.  Tio membelalakkan matanya. Angin apa yang membawa gadis ini kembali kepadanya. Arini tidak ingin membicarakan penyakit yang diderita Tio, dia akan tetap menjaga rahasia yang ibunya Tio katakana kepadanya.  “Aku juga.” Tio membalas rengkuhan Arini.  Sungguh, hal ini tidak terduga baginya. Pada awalnya dia berpikir ki
Baca selengkapnya
38. Persiapan Perhelatan
Setelah hari itu, Arini berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan mendesak Tio untuk menjadikannya kekasih. Asalkan bersama Tio, dia tidak mengapa.  Tibalah hari keberangkatan mereka ke Tokyo. Ini kali pertama Arini pergi ke luar negeri. Tio pun sangat tidak sabar untuk segera menghadiri perhelatan tersebut. Mereka berdua sudah bersiap menuju bandara. Cintami dan kedua orang tua Arini sangat bersedih dan juga terharu. Mereka berharap Arini dan Tio akan membawakan hasil yang baik.   
Baca selengkapnya
Bersinarlah
Hari yang paling dinantikan oleh Arini dan Tio. Acara bergengsi yang melibatkan banyak sineas dari berbagai negara berkompetisi untuk mendapatkan kesempatan masuk nominasi piala Oscar kategori film pendek.  Lelaki itu sudah menyiapkan sedemikian rupa. Make up artist yang sudah disewanya untuk mendandani Arini menjadi wanita cantik layaknya putri. Sedangkan Tio sudah memesan tuxedo yang pas untuk bersanding dengan gaun Arini yang mewah.  Potongan rambut Tio kini menjadi classic cut dengan dasi kupu-kupu bertabur swaroski. Tuxedo berwana navy blue
Baca selengkapnya
40. Kerikil
“Perempuan jalang itu!” Susan meremas botol air mineral yang ada di tangannya.   Managernya Susan seketika menelan salivanya. Kedua alis matanya mengerut saat melihat Susan yang kesal saat membaca headline berita online jika Arini mendapatkan penghargaan festival film pendek.     “Bos, kan Bos sudah terkenal. Kenapa repot-repot urusin artis nggak terkenal itu?” tanya Manager.     Susan seketika langsung mendelik. “Pokoknya dia harus segera menghilang dari peredaran. Enak aja, karir gemilang itu Cuma buat gue. Lo telepon semua kenalan laki gue, bilang jangan pernah kasih tawaran film buat si Jalang itu!” perintah Susan.     Erik yang baru selesai take syuting menghampiri Susan. Dia duduk di sampingnya sambil minum sebotol air mineral. Asistennya touch up agar penampilan Erik sempurna seperti biasanya.   “Beib, kamu kenapa kayak kesel gitu?” t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status