Blurb: "Kamu pasti kena karma, Erik. Ingat dunia itu berputar!" sumpah Arini mengacungkan jari telunjuknya pada Erik. Melihat lelaki yang baru saja memintanya menikah hari yang lalu sedang bermadu kasih dengan Susan, seorang model papan atas, membuat hati Arini seperti tertusuk pisau. Arini Rinjani seorang artis tidak terkenal yang sudah tiga tahun berpacaran dengan Erik harus menelan pil pahit. Keberuntungannya tenggelam setelah dia membintangi debut film pertamanya bersama Erik. Sedangkan nama Erik sendiri melambung dengan pesat. Arini rela menjadi asisten demi cintanya pada Erik. Arini bertekad jika dia harus lebih bersinar dari pada mereka. Berulang kali usahanya gagal sehingga dia harus kembali ke kampung. Setelah pulang kampung, Arini bertemu lelaki yang pernah menjadi rekan debut pertamanya. Kebetulan dia tinggal di dekat rumahnya. Apakah Arini akan bersinar sesuai dengan harapannya? Apakah karma Erik akan berlaku?
View More“Sayang, terus jangan berhenti,” desah Susan sambil mencengkram punggung Erik dengan kuat. Dia merasa tidak pernah Erik sekuat ini sebelumnya. Ternyata obat yang lelaki itu minum sangat ampuh.
“Iya, kamu senang kan. Aku bisa sekuat ini. Obatnya sangat manjur,” ucap Erik menggagahi tubuh Susan dengan semangat membara.
Waktu menunjukkan pukul lima pagi, Susan dan Erik kembali menikmati gairah liar mereka. Tidak peduli dengan pandangan orang, mereka mendesah dan mengerang terus menerus. Mereka tidak seharusnya melakukan ini. Susan itu sudah menikah!
Erik Mahesa adalah seorang aktor terkenal yang bersinar sekitar lima tahun yang lalu. Dia memacari asisten sekaligus managernya sendiri, Arini Rinjani, 23 tahun. Sebenarnya Arini adalah lawan mainnya di film ‘Menggapai Asa’ yang melambungkan nama Erik ke dunia industri hiburan tanah air.
Sayangnya nasib Arini tidak sebagus dan semulus Erik dalam menapaki dunia hiburan. Aktingnya kurang diminati oleh para produser hiburan dan juga sutradara. Karirnya redup lalu namanya tenggelam. Arini malah sedikit dikenal karena dia berhubungan dengan Erik seorang aktor pujaan para wanita.
Entah kasihan atau bagaimana, Erik menjadikan Arini sebagai managernya. Di kota besar seperti ini sangatlah sulit untuk bertahan jika tidak memiliki kemampuan dan juga keberuntungan. Arini menerima tawaran Erik. Cinta mereka memang sudah bersemi saat mereka beradu akting bersama.
Tiga tahun mereka merajut kasih bersama. Arini tidak mengeluh dan dia tetap saja bahagia meskipun rasanya malah seperti keset. Dua hari yang lalu, Erik baru sama melamar Arini untuk menjalani sisa hidup bersama. Tentu saja itu menjadi hal yang terindah baginya.
Sayangnya semua itu ternyata hanya bohong belaka. Erik berselingkuh di belakang Arini. Diam-diam dia merajut kasih dengan Susan Bahtiar, seorang model dan juga aktris papan atas. Ayahnya seorang sutradara terkenal yang memenangkan beberapa penghargaan bergengsi. Suami Susan adalah produser film terkenal yang mencetak film-film box office.
Erik sudah merencanakan semuanya. Malam ini dia ingin menghabiskan waktu bersama Susan. Lelaki itu meminta Arini untuk mencarikan jam tangan kesayangannya di lokasi syuting. Barang itu sebenarnya tidak pernah ada di lokasi syuting. Napas Arini sudah tinggal separuh, dia masih terengah setelah mencari barang berjam-jam. Salah satu kru film yang baru saja datang ke lokasi syuting, terkejut melihat Arini sudah berada di lokasi.
“Arini, pagi bener kamu sudah datang,” sapa kru tersebut.
“Apanya yang baru datang, dari kemarin aku tidak pulang.” Arini duduk melantai sambil menarik napas panjang.
“Wah, memangnya kamu kenapa masih di sini? Kemarin Erik dan Susan naik mobil bareng loh,” tanya Kru tersebut sambil mengambil peralatan syuting.
“Masa? Kok aku nggak tau ya,” Arini membulatkan matanya.
“Kamu cari apa sih sampai nggak pulang kayak gini? Ada lingkaran hitam tuh di bawah matamu,” tanya Kru itu semakin penasaran.
“Aku sedang mencari jam tangan kesayangan Erik katanya ketinggalan di lokasi. Padahal hari ini jadwal syuting Erik masih lama. Sore dia baru kebagian, itu pun jika tidak ada banyak take ulang,” ucap Arini sambil menyandarkan kepalanya ke dinding.
“Lah, kemarin aku lihat dia pakai jam itu kok, waktu pamit pulang ke sutradara.” Kru tersebut menganggukkan kepalanya.
“Kamu jangan bercanda,” tampik Arini sambil menepuk Pundak Kru tersebut.
“Serius.” Mengacungkan dua jarinya.
Arini membelalakan matanya. Semalaman dia tidak tidur, Erik sudah menipunya. Ternyata lelaki itu malah bersama Susan. Pikirannya berkecamuk. Perasaannya semakin tidak enak. Dia pamit pada Kru tersebut lalu dia bergegas pulang ke apartemen milik Erik.
Jantungnya berdebar, dada sudah kembang kempis. Arini memesan ojek online. Hatinya terus merasa ada firasat buruk dengan kebersamaan Susan dan Erik. Sudah lama dia mencurigai kedekatan mereka. Ini bukan hanya sekedar lawan main saja, tetapi ini lebih dari itu.
Arini mengepalkan tangannya. Dia berharap firasatnya ini salah.
Akhirnya dia sampai di halaman parkir apartemen Erik. Arini berjalan dengan kaki yang gemetar. Dia belum makan semalaman. Perutnya terus bernyanyi. “Ah, nanti juga aku bisa makan di apartemen,” monolog Arini sambil mengusap perutnya.
Dia berjalan menuju lift, hatinya semakin tidak enak. Arini tidak mau memikirkan hal yang buruk. Dia mencoba menghubungi Erik, akan tetapi tidak ada jawaban.
Sampailah dia di lantai apartemen Erik. Kakinya menuju pintu apartemen, lalu mengambil kunci pintu apartemen. Arini menarik napas sejenak, satu tangannya masih memegang telepon genggam. Dia buka pintu perlahan tanpa suara. Erik memang tidak suka tidurnya diganggu. Dia selalu uring-uringan jika tidurnya terganggu. Arini melepas sepatunya. Dia berjalan perlahan, hampir mirip seperti maling yang mengendap-endap.
Terdengar suara desahan pria dan wanita. Pintu kamar Erik pun tidak tertutup rapat. Arini mencoba melihat ke dalam. Awalnya dia ragu. Jika dia sampai masuk ke sana, akankah Erik merajuk kepadanya atau tidak.
Arini mengintip dengan perlahan tanpa suara. Matanya langsung membulat sempurna. Satu tangannya menutup mulutnya. Bola matanya berkaca-kaca. Dia melihat jemari wanita sedang mencengkram punggung Erik.
“Astaga.”
Dengan tangan gemetar, Arini mengambil ponselnya. Dia merekam Erik dan wanita yang sedang bersamanya. Saat Wanita itu bangkit dan kini dia berada di atas tubuh Erik, Arini semakin tersentak. Wajah Wanita itu terekam secara jelas oleh Arini. Dia segera menyimpan hasil rekaman video tersebut. Arini memejamkan mata sambil memeluk telepon genggamnya. Jantungnya berdebar kencang, dia tidak bisa menahan diri lagi, masuk ke kamar lalu melabrak pasangan terlarang seperti itu.
“Bajingan Kamu!” labrak Arini. Kekasihnya itu sedang enak-enak dengan Susan model terkenal.
Erik terdiam, matanya terbelalak saat mendengar pekikkan Arini. ‘Kenapa wanita itu harus datang di saat yang tidak tepat seperti ini sih?’ kesal Erik di dalam hatinya. Dia yang sedang bermadu kasih dengan selingkuhannya akhirnya ketahuan juga. Lelaki itu mengibaskan tangan ke kepala mengacak rambutnya. “Ngapain sih kamu ke sini?” tanya Erik dengan garis bibir yang menekuk ke bawah.
“Ngapain? Justru aku yang bertanya. Kenapa dia ada di sini? Aku mencari jam kesayanganmu semalaman. Aku rela tidak tidur. Ternyata kamu malah bersenang-senang dengannya,” Arini menarik napas. Dia melanjutkan kembali kata-kata yang sempat terhenti, “Susan, kamu itu sudah punya suami. Kenapa kamu menginginkan Erik yang sudah bertunangan dengan aku?”.
“Cih nangis doang bisanya,” cibir Susan sambil mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai.
“Kenapa kamu ganggu kita sih. Lagi enak-enakkan juga. Lagi pula kita itu hanya bertunangan tidak resmi Arini. Artis tidak terkenal seperti kamu itu tidak menguntungkan bagiku,” keluh Erik sambil mengambil pakaian dalamnya.
Plaaak!
“Tega kamu!” seru Arini. Tangannya terasa panas setelah menampar Erik dengan seluruh tenaganya.
Pipi Erik kemerahan, tamparan Arini membekas di wajahnya yang tampan. Arini menarik napas dengan cepat. Air matanya terus mengalir dengan deras. Erik mengusap pipinya yang terasa perih.
“Bangsat! Wajah ini asset berhargaku! Pergi dari sini. Aku muak melihat wajah memelasmu itu!” usir Erik dengan sarkasnya.
Arini menggelengkan kepalanya. Erik biasanya bersikap manis kepadanya. Sekarang dia berubah 360 derajat. Rasa-rasanya dia telah berhubungan dengan topeng selama ini. Jantungnya berdebar dengan sangat cepat. Satu tangannya mengepal kuat dan tangan satunya lagi mengurut dada.
“Bajingan Kamu Rik! Aku rela menjadi asisten sekaligus manajer kamu, menyiapkan seluruh kebutuhan kamu. Sekarang balasannya apa? Kamu seperti ini. Baik Erik. Aku akan pergi dari kehidupanmu, tapi ingat roda kehidupan itu berputar. Kamu akan merasakan apa yang aku rasakan, camkan itu!” Arini menunjuk Erik dengan penuh kekesalan. Dadanya kembang kempis dan kepalanya terasa berdenyut.
Arini mengambil semua pakaiannya di dalam kamarnya. Arini dan Erik memang tinggal serumah. Akan tetapi mereka tidak pernah melakukan sesuatu yang lebih. Arini menjaga betul satu-satunya hal yang berharga dalam hidupnya. Dia tidak menyerahkan kesuciannya untuk Erik, hal itu hanya untuk suaminya kelak.
Erik melihat Arini sedang mengepak semua barangnya. Ada perasaan tidak tega saat melihat wanita itu menangis sesenggukkan sambil mengemas barang miliknya. Erik berdiri di depan pintu kamar sambil menyilangkan tangan. Dia menyandarkan kepalanya ke pintu sambil terus memperhatikan Arini.
“Rin, jangan pernah kamu sebarkan berita ini!” ancam Erik menatap Arini dengan tajam.
“Apa hakmu bicara seperti itu? Aku akan mengundang seluruh wartawan untuk konferensi pers. Tenang saja, karirmu pasti hancur Erik!” balas Arini sambil mengambil koper yang sudah siap.
“Beraninya kamu!” Seru Erik dengan tangannya yang terangkat. Dia hendak menampar Arini.
“Tampar aku!” tantang Arini sambil menyodorkan pipinya ke arah Erik.
Erik melihat Arini sedang mengepak semua barangnya. Ada perasaan tidak tega saat melihat wanita itu menangis sesenggukkan sambil mengemas barang miliknya. Erik berdiri di depan pintu kamar Arini sambil menyilangkan tangannya. Dia menyandarkan kepalanya ke pintu sambil terus memperhatikan Arini.
“Rin, jangan pernah kamu sebarkan berita ini!” ancam Erik menatap Arini dengan tajam.
“Aku akan mengundang seluruh wartawan untuk konferensi pers. Tenang saja, karirmu pasti hancur Erik!” balas Arini sambil mengambil koper yang sudah siap.
“Beraninya kamu!” Seru Erik dengan tangannya yang terangkat. Dia hendak menampar Arini.
“Tampar aku!” tantang Arini sambil menyodorkan pipinya ke arah Erik.
"Tio, sudah saatnya kamu pulang!" tegas suara bariton yang sedikit berat.Tio membeku saat kedua retinanya tertuju pada sosok paruh baya di depannya. Ini adalah konsekuensi atas keputusannya kembali ke dunia hiburan demi mewujudkan cita-cita wanita paling dicintainya itu. Tangannya menggenggam jemari Arini dengan erat, dia takut jika ayahnya itu akan menyakiti Arini seperti yang orang lain lakukan kepada kekasihnya itu."Tio enggak bisa ikut Papi." Tio benar-benar mengetatkan genggaman tangannya pada Arini.Arini memandangi wajah Tio yang terlihat cemas. Dia tahu sosok bertubuh tegap di depannya itu terlihat sangat mendominasi. Membayangkan betapa kejam dan arogannya saja sudah jelas di depan mata. Tio pasti tertekan dengan kehadiran ayahnya itu."Tio, tenang. Aku enggak akan tinggalin kamu." Arini mengusap lengan kekasihnya itu.Ayahnya Tio mengarahkan retinanya pada sosok cantik di samping putra semata wayangnya. Garis bibirnya datar tetapi tatapannya tajam. Kacamata berbentuk kotak
“Arini, tunggu sebentar,” tahan Tio.Arini berusaha untuk tersenyum walau dia baru saja menangis. Dia mencoba menatap lelaki itu senormal mungkin. Hatinya penuh kekhawatiran, takut kehilangan sosok ini.“Rin, ada yang mau aku katakan,” ucap Tio, matanya berubah sayu.“mau katakan apa?” jawab Arini bernada lembut.“Aku enggak mau pacaran sama kamu.” Tio meraih tangan gadis itu.“Ternyata dia masih seperti ini,” batin Arini.“Aku ingin kita lebih dari sekedar pacaran. Aku enggak bisa lihat kamu jalan sama cowok lain, bergandengan tangan selain denganku. Apalagi aku enggak bisa membayangkan kamu menjauh dan tidak lagi punya perasaan kepadaku. Aku ini posesif Rin,” jelas Tio.Arini membuka matanya lebar, dia masih belum paham maksud dari perkataan Tio.&ld
“Arin, kenapa kamu keras kepala. Tidak bisakah kamu menyerah saja,” pinta Tio putus asa.Lelaki itu ingin mendorong Arini, tetapi dia juga tidak ingin Arini jauh darinya. “Arini, sudah berulang kali aku berusaha untuk tegar tanpamu. Aku tetap saja tidak bisa melihatmu dengan lelaki lain. Aku tidak mau kamu terpaku karena hubungan yang menyakitkan ini,” batinnya.“Kamu mencintaiku, aku juga mencintaimu, mengapa aku harus menyerah? Aku akan berusaha memantaskan diri agar kamu mau bersamaku,” jawab Arini sambil menghapus air matanya.
Arini bangkit. Dia raih tangan Tio lalu dia letakkan di dadanya. “Aku rela menukar kehidupanku. Asal kamu tetap ada sampai aku menutup mata,” ucap Arini. Terlihat ada genangan air di pelupuk matanya.Rasanya menjadi bintang terkenal tidak akan membuatnya bahagia jika dia tidak bersama lelaki ini. Arini hanya wanita sederhana. Dia tidak memiliki banyak keinginan, hanya satu keinginannya saja. Bahagia bersama lelaki yang ada di hadapannya.“Kamu jangan bilang seperti itu. Hidupmu itu sangat berharga,” tegur Tio dengan lembut.Arini meraih jemari Tio, mengizinkannya untuk merasakan detak jantungnya. Terasa debaran jantung Arini yang berdetak kencang dari telapak tangan Tio. Lelaki itu meraih tangan Arini, meletakkannya di sebelah kiri dadanya. Mereka berdua sama-sama merasakan debaran jantung mereka.Mata keduanya saling beradu, tatapan mereka sendu dan ada sebuah harapan yang te
“Perempuan jalang itu!” Susan meremas botol air mineral yang ada di tangannya. Managernya Susan seketika menelan salivanya. Kedua alis matanya mengerut saat melihat Susan yang kesal saat membaca headline berita online jika Arini mendapatkan penghargaan festival film pendek. “Bos, kan Bos sudah terkenal. Kenapa repot-repot urusin artis nggak terkenal itu?” tanya Manager. Susan seketika langsung mendelik. “Pokoknya dia harus segera menghilang dari peredaran. Enak aja, karir gemilang itu Cuma buat gue. Lo telepon semua kenalan laki gue, bilang jangan pernah kasih tawaran film buat si Jalang itu!” perintah Susan. Erik yang baru selesai take syuting menghampiri Susan. Dia duduk di sampingnya sambil minum sebotol air mineral. Asistennya touch up agar penampilan Erik sempurna seperti biasanya. “Beib, kamu kenapa kayak kesel gitu?” t
Hari yang paling dinantikan oleh Arini dan Tio. Acara bergengsi yang melibatkan banyak sineas dari berbagai negara berkompetisi untuk mendapatkan kesempatan masuk nominasi piala Oscar kategori film pendek.Lelaki itu sudah menyiapkan sedemikian rupa. Make up artist yang sudah disewanya untuk mendandani Arini menjadi wanita cantik layaknya putri. Sedangkan Tio sudah memesan tuxedo yang pas untuk bersanding dengan gaun Arini yang mewah.Potongan rambut Tio kini menjadi classic cut dengan dasi kupu-kupu bertabur swaroski. Tuxedo berwana navy blue
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments