Semua Bab Sang Abdi: Bab 11 - Bab 20
57 Bab
10. Pergumulan
Malam terasa sunyi. Kabut putih mengambang mendatangkan dingin yang merasuk ke dalam pori-pori tubuh. Tak ada nyanyian serangga malam. Rembulan pun absen entah ke mana.Bunyi air terdengar dari aliran air penggerak generator di samping pondok. Cahaya lampu menerangi di sekitar pondok dan juga jalan desa. Sesekali terdengar gelak tawa di kejauhan dari pos penjaga keamanan.Pondok Sunyi malam itu tak lengang. Ada tiga manusia yang bermalam di sana. Mereka baru saja masuk setelah lama mengobrol di teras ditemani api unggun dan kopi panas serta makanan kecil."Dik, kamu tidur di bawah, ya!" ujar Farhan kepada Ratih."Iya, Mas."Ratih sudah mengambil posisi duduk di karpet ruang depan pon
Baca selengkapnya
11. Peternakan
Peternakan ayam itu terdiri dari tiga blok kandang ayam. Dua blok untuk 1000 ekor ayam petelur dan satu blok untuk 1200 ekor ayam potong. Ketiga blok kandang itu berjajar memanjang. Di dekat kandang ada satu bangunan untuk pengolahan pakan ayam, gudang, dan ruang kantor para pekerja. Semuanya ada tujuh pekerja yang bekerja di peternakan ayam itu. Para pekerja itu semuanya adalah warga desa. Narto memulai peternakan ayam setelah mendapatkan masukan dari Farhan saat baru datang ke desa itu. Kebetulan masih ada lahan kosong milik Narto yang berada di belakang kebun sayur di belakang rumahnya. Jarak peternakan itu sekitar dua ratus meter dari rumah Narto. Setelah peternakan itu berjalan, Narto lebih banyak menyibukkan diri di sana. Hanya sesekali dia mengawasi para pekerja di sawah dan kebun. Sehari-hari, Farhan yang selalu mengawasi dan mengelola kebun cabai, tomat, kopi, dan jeruk. Kebun cabai dan tomat sudah beberapa kali panen sedangkan kebun kopi dan jeruk b
Baca selengkapnya
12. Dari Atas
TAK ADA UJAR DAN TANPA AKSARAKesejuta tujuh puluh kalinya kubertanya dalam keheninganAkan sesuatu yang tak juga kumengertiRatusan kitab kubuka lembar demi lembarMilyaran huruf kuteliti satu demi satuTuhan ... aku hanyalah manusia biasaKu tak bisa mendengar jawab-MuMeski berkali-kali aku melontarkan pertanyaanSetidaknya aku tak mampu menangkap isyaratSeringkali kutafakur sambil bertanya dalam hatiDiselingi suara lirihku menyebut nama-MuBertahun-tahun aku bersabar menanti jawabanKarena aku hanyalah seorang hambaKini kulihat sebuah lukisanNampak jelas di mataku
Baca selengkapnya
13. Pertemuan
Langit menangis dalam keheningan. Angin menembangkan kepiluan diiringi gendang geledek bergemuruh. Lengkaplah ode malam ini. Membuai hati dalam suasana yg menghanyutkan tanpa arah. Melamurkan pikiran dalam ingatan bias tentang kehidupan.Dalam hujan yang tak terlalu deras selepas maghrib itu, Farhan mengendarai mobil menuju Solo. Dia pergi sendirian. Perjalanan yang tak jauh, hanya butuh waktu satu setengah hingga dua jam sudah sampai pada tujuannya. Dia akan mengurusi ekspor buah manggis ke Perancis melalui perusahaan agrobisnis Gayatri.Sebulan lalu, saat melintasi suatu daerah ketika Farhan mencari bibit sayur, ada seseorang yang bercerita padanya bahwa di daerah-daerah sekitar sana ada cukup banyak kebun yang menghasilkan buah manggis. Buah manggis itu biasanya cuma dijual di pasaran lokal dengan harga yang relatif murah da
Baca selengkapnya
14. Kesadaran
Selamat tinggal hari kemarin. Kini hari berganti entah jadi hari apa lagi. Melayang 'ku di sela dingin dan sunyi. Menyongsong sesuatu yg tak terlihat bahkan tak terlintas dalam estimasi. Aku hanya mampu berserah pada Yang Maha Pengatur segalanya.* * * * *Satu per satu pakaian Ayu ditanggalkan oleh Gayatri di hadapan Farhan sambil memandangnya dengan tatapan nakal. Setelah dilucutinya celana dalam Ayu yang merupakan penutup terakhir tubuh molek itu lalu dilemparkannya celana dalam itu ke Farhan sambil tertawa nakal. Ayu hanya bisa tersipu malu dengan ulah bosnya itu."Giliranmu main nanti ya. Aku yang main duluan. Tugas kamu bantu aku cepet klimaks," perintah Gayatri.Dia lalu meloloskan kaos dalam serta celana dalam Farhan.
Baca selengkapnya
15. Keinginan
Hari sudah fajar ketika Gayatri terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa segar. Dia baru sadar sedang tidur di kamar hotel bersama Farhan dan Ayu. Mereka berdua masih terlelap dengan tubuh telanjang.Perlahan dia beranjak dari tempat tidur. Kandung kemihnya penuh minta dikosongkan. Dia lalu berjalan menuju kamar mandi. Dengan duduk di kloset, dikucurkannya air seninya. Selangkangannya masih terasa lengket sisa pertarungannya semalam. Dia belum sempat membasuhnya sebelum terlelap.Setelah lega melepas hajat kecilnya, dia lalu mencari shower cap di meja wastafel. Di antara sabun, sampo dan perlengkapan mandi yang disediakan hotel, dia menemukan benda itu lalu memasangnya di kepalanya agar rambutnya tak basah.Kucuran air hangat dari shower 
Baca selengkapnya
16. Menempuh Jalan
Farhan mengikuti Gayatri masuk ke ruang kerjanya. Mereka baru selesai melepas keberangkatan pengiriman pertama buah manggis ke Perancis. "Daddy tunggu di sini bentar ya. Aku mau nyuruh Ayu ngirim dokumen ekspor ke Albert dulu," ujar Gayatri.Gayatri lalu meninggalkan ruang kerjanya setelah Farhan mengiyakan. Farhan duduk di kursi tamu tempat Gayatri biasa menerima tamu di ruangannya."Albert, rekananku di Perancis, bilang nanti kalo salinan dokumen ekspor sudah dia terima, dia bakal transfer uangnya," kata Gayatri ketika sudah kembali ke ruangan."Pengaturan pengiriman selanjutnya gimana?" tanya Farhan."Nanti kita atur pengiriman 2 ton itu dibagi per minggu. Jadi
Baca selengkapnya
17. Renungan
Aku Kirana, seorang perempuan yang tidak biasa. Meski bukan perempuan yang luar biasa, tapi aku bukanlah perempuan yang biasa-biasa saja. Meski aku berteman dengan kekurangan, tapi aku memiliki segudang kelebihan. Aku memilih untuk menang tanpa harus berperang. Aku belajar pada batu bagaimana cara bersimpuh agar tak dapat ditumbangkan. Aku belajar pada pohon bagaimana berdiri tegak, tapi memberi keteduhan dan kesegaran. Aku belajar pada sungai yang mengalir meski tak tahu akan bertemu apa di hilirnya. Aku belajar pada angin yang memberi kesejukan meski tak ada yang memintanya. Aku belajar pada matahari yang rela bergantian dengan rembulan sesuai giliran masing-masing.Pengabdian adalah tugasku. Hanya perempuan tak biasa yang mengerti arti sebuah pengabdian. Perempuan biasa takkan sanggup menjala
Baca selengkapnya
18. Sejalan
Kirana sedang duduk memandang hamparan sawah di kejauhan. Dia duduk sendiri di teras depan rumahnya. Secangkir kopi panas menemaninya sedikit membantu Kirana menghangatkan tubuhnya di pagi yang masih berhias kabut."Gimana, Mas?" tanya Kirana pada Farhan yang baru turun dan memarkirkan sepeda ontel di depan paviliun."Bannya cuma kempis mungkin karena lama gak dipake. Tadi pak Paijo sempat meriksa ban depan dan belakang kalo-kalo ada bocornya," jawab Farhan sambil mendekati Kirana."Syukurlah kalo gak ada yang bocor," ujar Kirana sambil tersenyum."Jadi gimana rencananya mau keliling desa?" tanyanya lagi."Ya jadi. Kamu mau ikut gak?" tanya Farhan.
Baca selengkapnya
19. Perpisahan
Gayatri kaget ketika tiba-tiba Wahyu, suaminya, masuk ke kamar. Dia sedang berganti pakaian sepulang dari kantor saat suaminya masuk. Dia tak dikabari kalau suaminya akan pulang sore itu."Mas, kok gak ngabari?" tanya Gayatri sambil melepas kulotnya."Maaf, aku lupa," jawab Wahyu pendek sambil melepas kemejanya.Mereka sama-sama berganti pakaian tanpa bicara."Ada yang mau aku omongin," ujar Wahyu ketika dia sudah selesai berganti pakaian."Apa?" tanya Gayatri."Kita ngomong di ruang kerja aja," jawab Wahyu sambil meninggalkan kamar.Gayatri mencoba menebak-nebak apa yang akan dibi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status