Aku Kirana, seorang perempuan yang tidak biasa. Meski bukan perempuan yang luar biasa, tapi aku bukanlah perempuan yang biasa-biasa saja. Meski aku berteman dengan kekurangan, tapi aku memiliki segudang kelebihan. Aku memilih untuk menang tanpa harus berperang.
Aku belajar pada batu bagaimana cara bersimpuh agar tak dapat ditumbangkan. Aku belajar pada pohon bagaimana berdiri tegak, tapi memberi keteduhan dan kesegaran. Aku belajar pada sungai yang mengalir meski tak tahu akan bertemu apa di hilirnya. Aku belajar pada angin yang memberi kesejukan meski tak ada yang memintanya. Aku belajar pada matahari yang rela bergantian dengan rembulan sesuai giliran masing-masing.
Pengabdian adalah tugasku. Hanya perempuan tak biasa yang mengerti arti sebuah pengabdian. Perempuan biasa takkan sanggup menjala
Kirana sedang duduk memandang hamparan sawah di kejauhan. Dia duduk sendiri di teras depan rumahnya. Secangkir kopi panas menemaninya sedikit membantu Kirana menghangatkan tubuhnya di pagi yang masih berhias kabut."Gimana, Mas?" tanya Kirana pada Farhan yang baru turun dan memarkirkan sepeda ontel di depan paviliun."Bannya cuma kempis mungkin karena lama gak dipake. Tadi pak Paijo sempat meriksa ban depan dan belakang kalo-kalo ada bocornya," jawab Farhan sambil mendekati Kirana."Syukurlah kalo gak ada yang bocor," ujar Kirana sambil tersenyum."Jadi gimana rencananya mau keliling desa?" tanyanya lagi."Ya jadi. Kamu mau ikut gak?" tanya Farhan.
Gayatri kaget ketika tiba-tiba Wahyu, suaminya, masuk ke kamar. Dia sedang berganti pakaian sepulang dari kantor saat suaminya masuk. Dia tak dikabari kalau suaminya akan pulang sore itu."Mas, kok gak ngabari?" tanya Gayatri sambil melepas kulotnya."Maaf, aku lupa," jawab Wahyu pendek sambil melepas kemejanya.Mereka sama-sama berganti pakaian tanpa bicara."Ada yang mau aku omongin," ujar Wahyu ketika dia sudah selesai berganti pakaian."Apa?" tanya Gayatri."Kita ngomong di ruang kerja aja," jawab Wahyu sambil meninggalkan kamar.Gayatri mencoba menebak-nebak apa yang akan dibi
Detak jam dinding terdengar jelas detik demi detik di ruang yang sunyi. Bunyinya seperti derap kaki prajurit yang berbaris sendiri di keheningan. Sendiri tanpa pasukan. Sendiri tanpa teman. Meski sendiri, derap itu terus melangkah maju meninggalkan jalan berbatu yang dilaluinya.Lembar demi lembar album foto dipandangi Gayatri. Ada banyak foto-foto kenangan bersama Wahyu mulai dari masa mereka pacaran. Foto-foto yang dia kumpulkan dan pasang di album-album yang tak pernah dijamah Wahyu. Foto-foto yang sebagian mungkin terpaksa dilakoni Wahyu untuk sekedar memenuhi keinginan istrinya.Sejenak Gayatri tersenyum melihat foto dirinya bersama Wahyu dengan gaya konyol di plang jalan Malioboro saat mereka jalan berdua. Di plang jalan itu Wahyu menyatakan cintanya sekaligus meminta Gayatri untuk mau menikah dengannya. Saat itu Gayatri tak langs
"Gimana, Sri? Ngepak manggisnya sudah selesai semua?" tanya Kirana ketika pagi-pagi baru sampai ke balai desa."Beres, Mbak. Sebenernya kemarin sudah selesai semua, tapi ada kardus yang sobek satu jadinya barusan aku ganti," jawab Sri sambil mengangguk sopan."Buruan kalian bantu Tikno dan Joko ngangkut ke truk. Itu truknya sudah datang."Para perempuan pekerja itu lalu menyiapkan kardus-kardus manggis untuk diangkut Tikno dan Joko."Mas, yang ini dulu," ujar Sri pada Joko sambil senyum manis.Lelaki muda yang dipanggilnya Mas Joko itu berbadan cukup berotot dengan kulit coklat. Wajahnya cukup tampan. Mungkin bisa dibilang paling tampan di desa itu. Dia sebaya dengan Sri dan sama-sam
Farhan mulai terbakar hasratnya. Diangkatnya kaki kanan Kirana dengan tangan kirinya lalu diarahkannya batang kejantanannya pada celah kewanitaan istrinya yang sudah basah pelumas. Kirana merangkulkan kedua tangannya ke leher suaminya."Aaaaaahhhh ...." Kirana mendesah panjang ketika dirinya dimasuki secara perlahan.Mata Kirana tertutup menikmati batang yang mengisi rongga kewanitaannya. Otot-otot kewanitaannya berkontraksi karena rangsangan benda keras itu ditambah ulah nakal Gayatri yang menggarap buah dadanya. Dia tenggelam dalam hasratnya.Perlahan dan teratur Farhan bergerak. Kirana menikmati gerakan demi gerakan yang menghujamnya dengan lembut. Cairan kewanitaannya semakin bertambah melumasi liang senggamanya. Desahan-desahan halus terdengar dari mulutnya.
Pagi-pagi Kirana sudah bangun. Tak ada bahan makanan yang tersedia di pondok untuk menyajikan sarapan. Kirana melepaskan pelukannya pada Gayatri yang masih lelap tertidur. Setelah berganti pakaian, Kirana turun dari kamar loteng dan melihat suaminya masih tertidur di karpet ruang depan pondok.Setelah mengambil kunci motornya yang tergantung di dinding, Kirana meninggalkan pondok tanpa membangunkan suaminya. Dia hendak pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian sekalian membuat sarapan yang akan dibawanya ke pondok.Kirana memasak nasi goreng pakai daging ayam, omlet daging cincang, dan kerupuk udang. Setelah selesai, dia masukkan wadah plastik yg terpisah agar mudah dimasukkannya ke ransel. Dengan memakai kaos agak longgar, celana selutut berbahan parasut, dan sepatu kets serta ransel di punggung, Kirana naik motor kembali ke pon
"Wiiih ... seru, ya, Dik." Gayatri gembira saat mereka baru turun dari perahu karet."Iya, Mbak. Agak ngeri, tapi memang seru arung jeramnya," ujar Kirana.Mereka berdua melepas helm dan jaket keselamatan lalu menyerahkannya pada tim pemandu."Mas, tadi barang-barang kita di mobil kan?" tanya Kirana pada Farhan."Iya. Semua ada di mobil. Mau langsung pulang?""Langsung aja," ujar Gayatri. Kirana mengangguk setuju.Mereka bertiga lalu naik mobil dan menuju pondok. Titikfinisharung jeram itu ada di sisi lain desa yang cukup jauh jaraknya dari Pondok Sunyi. Farhan jadi terpikir untuk membuat posko di titik
Kirana turun dari motor ATV yang dikendarainya. Dengan anggun, Kirana berjalan memasuki Bengkel Kemas, tempat pengemasan dan penyimpanan buah yang dikelolanya. Sudah sekitar dua bulan bangunan itu jadi dan beroperasi. Sebuah bangunan yang cukup luas dengan gudang tempat penyimpanan buah, meja-meja kerja besar untuk penyortiran dan pengepakan, ruang istirahat pekerja berbentuk meja panjang dan bangku panjang tempat istirahat dan makan, serta ruang terbuka yang dijadikan kantor Kirana dan administrasi.Dengan berkembangnya agrobisnis mereka, Kirana telah menjalankan usaha setiap hari di sana. Sri yang dulu mengkoordinasi para pekerja kini dimintanya untuk jadi kepala bengkel yang mengurusi administrasi dan keuangan sekaligus mengurusi para pekerja. Saat Kirana tak berada di tempat, Sri yang menggantikannya mengelola semua kegiatan bengkel. Joko ditunjuk sebagaikoordinator angkutan dan penyimpanan sedangkan Tikno ditunjuk sebagai koordinator pengemasan dan pengepakan.