All Chapters of Sang Abdi: Chapter 31 - Chapter 40
57 Chapters
30. Keputusan
Farhan terlelap dalam tidurnya.  Setelah menjalani berbagai operasi karena pendarahan otak ringan, dislokasi bahu kiri, patah lengan kiri, dan beberapa retakan di kaki yang dialaminya, kondisinya sudah jauh membaik. Yang tersisa hanyalah proses pemulihan dan penyembuhan akibat efek samping obat. Dia menderita sakit kuning yang menurut dokter akibat konsumsi obat penghilang rasa sakit (analgesic) yang selama hampir dua bulan diberikan padanya. Selain itu, lambungnya juga mengalami gangguan yang juga merupakan akibat mengkonsumsi obat selama perawatan. Kirana duduk di kursi tamu ruang rawat inap tempat suaminya dirawat. Dia sedang membaca artikel di tabletnya sementara suaminya tertidur. Raut kelelahan tampak dari wajah cantiknya meski selalu ditutupinya dengan senyumnya yang indah. Meskipun demikian, ada rasa gembira dalam hatinya bahwa suaminya akan segera sembuh dan
Read more
31. Dua Srikandi
Malam itu Gayatri ikut bermalam di rumah keluarga Narto. Surti mengajak mereka semua makan. Farhan, Kirana, dan Gayatri bergabung bersama Narto yang sudah duduk di meja makan. Itu malam pertama Farhan di desa sejak kembali dari rumah sakit."Wah, Ibu selalu saja masak enak," ujar Gayatri sambil menyantap soto daging dan tahu goreng."Ibu kan jagonya masak," timpal Kirana. Surti hanya tersenyum menanggapinya."Makanya Bapak betah dan setia sama Ibu, ya," ujar Farhan."Siapa bilang? Bapak dulu sempat punya selir juga loh dua orang." Narto membuka masa lalunya sendiri. Surti hanya diam tak menanggapi."Sekarang gimana?" tanya Farhan."Sekarang ya gak lagi," jawab Narto.Memiliki selir cukup lazim bagi lelaki yang punya kedudukan atau kemampuan ekonomi lebih di sana. Narto sebagai orang yang paling berada di sana juga melakukan hal yang sama. Dua orang selirnya berada di dua desa yang berbeda yang tidak jauh dari sana. Surti tak pernah ke
Read more
32. Keterkejutan
SELAMAT JALAN, begitu tulisan di plang batas desa. Kirana menatap tulisan itu sekilas dari kaca jendela pintu depan mobil Gayatri. Perempuan cantik dengan tubuh montok itu mengemudi di sampingnya dengan tenang dan menampakkan muka datar yang terlihat ramah. Caranya mengemudi cukup halus yang membuat Kirana merasa nyaman."Jam segini jalan desa keliatan agak sepi, ya?" ujar Gayatri sambil menoleh sekilas pada Kirana yang berada di sisi kirinya.Kirana melirik jam pada dashboard mobil yang menunjukkan pukul 8.37. "Iya, Mbak. Warga desa kan sebagian besar sedang ke sawah, kebun, atau beraktivitas di rumah mereka." Intonasi suara Kirana yang lembut berlogat Jawa terdengar ramah di telinga Gayatri."Nanti pesan kebayanya di mana, Mbak?" tanya Kirana."Ada tempat langgananku. Biasanya aku pesan untuk minta dibikinkan pakaian di sana. Yah, penjahit yang cukup terkenal, boleh dibilang."Mobil berjalan dengan kecepatan yang tak terlalu ke
Read more
33. Sentuhan di Hati
Gayatri sibuk mengeluarkan soto dan ayam bakar yang mereka beli dari warung soto Pak Satrio dari kantong plastik. Diwadahinya soto kegemaran Farhan di mangkuk yang dibawanya dari dapur lalu ayam bakar di piring-piring bundar. Setelah itu, diwadahinya juga nasi di bakul nasi yang terbuat dari anyaman bambu."Wah, sudah nyiapin makan toh, Nduk." Surti yang baru keluar dari kamarnya mendapati Gayatri sudah selesai menata meja makan."Maaf, Bu, kalo saya lancang," ujar Gayatri."Ah, kamu ini, Nduk. Ya ndak apa-apa. Kamu kan sudah jadi bagian dari keluarga ini juga."Gayatri lalu berinisiatif mengajak seisi rumah makan malam. Kebetulan semua sedang ngobrol di ruang tengah."Ayo, aku kita
Read more
34. Sang Mantan
Gayatri menarik lembut tangan Kirana setelah mereka selesai sarapan pagi. Diajaknya Kirana agar mengikutinya ke kamar tidur yang ditempatinya. Ada suatu hal yang penting untuk dibicarakannya dengan Kirana."Dik, kita ke Pondok Sunyi, yok!" Gayatri menatap mata Kirana dengan tampang serius ketika mereka sudah di kamar. "Ada hal penting yang aku mau bahas berdua denganmu."Kirana menyetujui ajakan Gayatri. Dia berusaha menduga-duga apa yang akan dibahas Gayatri. Pasti sesuatu yang sangat penting kalau dilihat dari ekspresi Gayatri, pikir Kirana."Mas, aku ke Pondok Sunyi dulu sama Mbak Gayatri, ya. Mas istirahat aja dulu jangan terlalu capek." Kirana pamit sambil mencium punggung tangan Farhan."Sampe makan siang, ya?" tanya Farhan."Sebelum makan siang juga sudah pulang kok. Kami pergi dulu, ya, Mas."Gayatri mengajak Kirana pergi dengan mengendarai mobilnya. Perempuan itu masih saja suka kelepasan memperlakukan Kirana seolah sedang hamil bes
Read more
35. Yang Tersisihkan
Kabut pagi masih menggantung di udara. Kesejukan khas daerah kaki bukit terasa memeluk tubuh. Sang mentari bersembunyi di balik awan dan masih enggan mempersembahkan kehangatan.Farhan menyeruput kopi yang masih panas dari cangkir yang terletak di meja teras Pondok Sunyi. Kirana sempat membuatkan kopi itu sebelum meninggalkannya sendiri di situ. Mereka bertiga bersama Gayatri ke situ, tetapi Kirana dan Gayatri barusan pergi untuk mengurusi pekerjaan di Bengkel Kemas.Pikiran Farhan teringat akan kedua anaknya yang enggan ikut dengannya. Mereka tak bisa disalahkan karena kedua anaknya tak terlalu dekat dengannya dan lebih sering di rumah nenek mereka. Kesibukan Farhan dan Lala membuat kedua anak mereka pulang ke rumah nenek mereka saat pulang sekolah dan baru pulang ke rumah ketika dijemput sore hari. Mereka bertambah jauh dari Farhan sejak Lala meninggalkan rumah dan tinggal di rumah orang tuanya ketika masalah perkawinan mereka memanas.Saat Lala kena serangan
Read more
36. Terbuang
Farhan menyerahkan kembali ponsel Dara setelah videonya selesai. Ditopangkannya kedua tangannya di pahanya sambil menunduk. Dia berpikir keras bagaimana bisa Dara punya anak darinya. Pikirannya pun mengembara ke masa dua belas tahun silam.Masa itu Farhan baru saja mendapatkan pencapaiannya sebagai seorang dosen muda. Dia sedang menjalani proyek penelitian multitahun senilai satu milyar rupiah, sebuah proyek penelitian yang membanggakan jurusan tempatnya mengajar. Ketua jurusan dan para dosen lainnya sangat kagum atas pencapaiannya itu karena tak mudah mendapatkannya. Hal itu membuatnya menjadi seorang dosen muda yang dihargai.Dara Andrea, lulusan dengan predikat summa cum laude, baru saja bergabung menjadi staf pengajar. Untuk menjadi dosen tetap, Dara harus menjalani masa kerja sebagai asisten dosen terlebih dahulu dan kemudian melanjutkan studi ke jenjang S2. Dia ditugaskan menjadi asisten dosen bagi Farhan.Gaya bergaul Dara yang supel membuatnya cepat meng
Read more
37. Terharu
Farhan mengatur GPS mobilnya sesuai dengan alamat yang diberikan Dara. Dipastikannya sejenak alamat yang dituju sudah benar, baru dia mulai mengemudikan mobilnya. Lokasi yang ditujunya tak jauh, hanya sekitar 3,3 KM.Mobil Farhan menyusuri jalan-jalan yang cukup ramai siang itu. Tak banyak yang dibicarakannya dengan Dara sepanjang perjalanan, hanya mengomentari lalu lintas dan apa yang mereka lihat di jalan. Tak lama kemudian, lokasi yang ditujunya sudah dekat."Itu, yang pagarnya putih," ujar Dara.Mobil berhenti di depan sebuah rumah yang berukuran sedang, tetapi nampak rapi bercat biru muda. Halaman depannya ditanami rumput gajah mini dengan beberapa jenis bunga. Teras rumahnya tampak teduh dinaungi pohon sawo kecik yang ditanam di sisi kanan depan teras."Mari masuk, Mas." Dara mempersilakan Farhan masuk.Farhan duduk di kursi tamu. Diedarkannya pandangannya ke sekeliling ruangan yang menyatu dengan ruangan tengah itu. Meski ruangan itu tak ter
Read more
38. Kesendirian
"Ma, Om Farhan itu teman lama Mama ya?" tanya Tania selepas menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dia baru saja selesai mengerjakan PR matematika yang ditugaskan gurunya."Iya. Emangnya kenapa?""Om itu kan belum pernah ke sini. Teman-teman Mama yang lain kan juga sering ke sini.""Oh, iya. Om Farhan itu kan gak tinggal di Semarang. Rumahnya jauh jadi belum pernah ke sini sebelumnya.""Om itu baik ya, Ma? Aku seneng liatnya. Kalo punya papa, aku pengen punya papa kayak om itu." Tania terdiam setelah mengatakan itu. Dia merasa sedih tidak punya papa seperti teman-temannya. Dimasukkannya buku-bukunya ke dalam tasnya lalu masuk ke kamarnya.Dara termenung. Rasa sedihnya muncul mendengar ung
Read more
39. Bermanja
Pagi itu Farhan melihat Kirana yang masih lelap tertidur lagi setelah salat Subuh. Bukan kebiasaan Kirana terlambat bangun. Farhan agak enggan mengganggu tidurnya, tetapi hari sudah jam tujuh pagi."Sayang, bangun ... sudah siang nih." Farhan menepuk-nepuk lengan Kirana.Setelah beberapa kali dibangunkan, perlahan mata Kirana terbuka. "Apa sih, Mas?" tanya Kirana dengan suara manja."Sudah kesiangan, Sayang.""Tapi aku masih males bangun, Mas.""Kamu sakit?" tanya Farhan agak khawatir."Gak kok ... cuma males aja rasanya. Badan bawaannya enak dibawa tidur.""Yaudah, kamu sarapan dulu terus nanti tidur lagi.""Aku pengen dibikinin nasi goreng, tapi Mas yang bikin," ujar Kirana manja.Farhan agak heran dengan permintaan Kirana. Tak biasanya Kirana bersikap seperti itu. Kirana hampir tak pernah meminta Farhan melakukan sesuatu untuk dirinya."Nanti gak enak gimana?" tanya Farhan."Pokoknya dedek bayinya minta
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status