All Chapters of Madu Untuk Istriku: Chapter 31 - Chapter 40
90 Chapters
Usaha Lebih Keras
"Terima kasih sekali lagi." Hanya itu yang bisa Reni ucapkan pada Bram, yang lagi-lagi telah menolongnya.Dan juga telah membuatnya tidak kehilangan muka di hadapan orang-orang. Reni melihat sekeliling, nampaknya mereka masih mencuri pandang ke arahnya. Tetu saja Reni sangat tahu alasannya.Tapi, dia memilih tidak peduli. Memikirkan Dani hanya akan membuatnya sakit kepala."Kamu, mau aku anterin," tawar Bram pada Reni. Reni kembali mendongak menatap pria itu sebari tersenyum."Nggak usah, Bram. Aku bawa motor sendiri." Reni bukan orang yang mudah baper dengan perhatian orang lain. Meski saat ini Bram begitu baik padanya, tak serta merta menjadikannya menyukai pria itu.Reni berpikir, semua orang pasti akan melakukan hal yang dilakukan Bram."Kamu masih simpan nomorku 'kan?" Reni mengangguk. Dia tentu saja ingat hal itu dan alasan menyimpan nomor Bram."Kalau butuh bantuan, kamu bisa langsung hubungi aku. Akan aku usahakan untuk bantui
Read more
Kenangan Masa Lalu
"Bruk!" Reni terjatuh saat masih di parkiran. Naas, di sana tidak ada seorang pun, sehingga Reni tidak segera tertolong. Ada sebuah mobil yang memasuki parkiran tempat itu. Seorang pria berkaca mata hitam keluar dari dalam mobil. Dia hanya memakai celana pendek serta kaos lengan pendek. Awalnya pria itu tak menyadari ada sesorang yang tergeletak di sana. "Eh!" Pria itu menoleh ketika kakinya seperti menyenggol sesuatu. "Lho! Mbak!" Dia segera mengangkat kepala Reni dan menyandarkannya di pahanya. Pria itu tampak mengamati dengan seksama wajah Reni, dai mengernyitkan dahinya. "Reni!" Tak sengaja dia berteriak ketika ternyata yang sedang pingsan adalah wajah yang dikenalnya. "Ren! Bangun, Ren!" Sang pria mencoba menampar pelan pipi Reni berharap Reni akan segera  tersadar. Bergeming. Reni tak segera sadar dan membuat sang pria terlihat begitu khawatir. Maksud hati ingin membeli kelinci lagi untuk usahanya, malah dipe
Read more
Salah Paham
"Ren, apa kamu marah karena aku telah lancang membacanya?"Reni menghela napas. Dia merasa sangat frustasi kali ini."Sebenarnya aku sangat malu bertemu kamu saat aku seperti ini. Dan juga kamu harus mengetahui masalah rumah tanggaku." Reni hanya menunduk, tak mampu menatap lelaki yang pernah ditinggalkannya itu."Angkat wajahmu, Ren. Jangan seperti itu. Kamu tahu 'kan perasaanku untukmu masih sama?" Jari Yudha menyentuh ujung dagu Reni dan mengangkatnya ke atas.Reni memalingkan wajahnya, "Aku nggak pantas buat kamu, Yud." Dia yang terlebih dulu meninggalkan lelaki itu dan memilih menikah dengan Dani. Tak pantas rasanya jika menerima kembali cinta Yudha.Yudha membuang napas kasar. Semua itu bukan sepenuhnya salah Reni, saat di Jepang dia yang terlebih dulu mengabaikan wanita itu, sehingga Reni salah paham dan akhirnya menerima lamaran Dani."Kenapa sulit sekali mencairkan kebekuan hatimu itu, Ren?" Yudha kembali duduk di tempa
Read more
Terima Kasih
"Halo, assalamu'alaikum." Reni mencoba berbicara sedatar mungkin. Tak ingin lawan bicaranya di seberang telepon mengetahui bahwa emosinya sedang naik."Wa'alaikumsalam. Halo, Ren. Kamu di mana? Kenapa sampai sore belum pulang?" Sebuah pertanyaan penuh kekhawatiran diucapkan oleh seorang wanita yang ada di ujung telepon sana.Reni sangat hapal suara itu, siapa lagi kalau bukan Yanti, ibunya. Diliriknya jam dinding yang ada di kamar rumah sakit itu, menunjukkan pukul lima sore. Tentu saja keluarganya di rumah sangat khawatir. "Maaf, Bu. Reni belum sempat memberitahu ibu." Reni menggigit bibir bawahnya, pembicaraan dengan Yudha tadi membuatnya lupa untuk menghubungi keluarganya. Pergi sedari pagi, tapi sampai sore belum pulang."Kamu di mana to, Ren. Ibu sama Ayah khawatir, sedari tadi kamu belum pulang. Mau hubungi nunggu Zaki pulang sekolah." Sekitar jam lima sore memang adiknya itu pulang dari sekolah. Maklum sudah kelas
Read more
Kekhawatiran Yanti
Setelah mematikan telepon, Yanti segera mengajak Bambang menuju klinik yang disebutkan Reni.Di perjalanan tak henti-hentinya wanita paruh baya itu berdoa untuk kesehatan putri dan calon cucunya."Yah, yang cepet, dong. Kasihan Reni, dia sendirian." Yanti merasa suaminya itu berkendara dengan sangat lambat. Padahal Bambang sudah melajukan sepeda motornya dengan kecepatan 80 km/ jam. Lumayan cepat bagi pengendara yang sudah berumur.Reni memang tidak memberi tahu perihal Yudha, jadinya Yanti tahunya wanita itu sedang sendirian."Sabar dong, Bu. Ini juga cepat Jangan karena keburu nafsu, malah membahayakan keselamatan diri sendiri." Berkendara di jalanan, harus tenang. Karena tidak hanya menyangkut keselamatan diri sendiri, tetapi ada banyak hal yang harus diperhitungkan."Ck!" Yanti hanya bisa mencebik, tak mau kena omelan lagi.Sesampainya di klinik, tak ingin membuang waktu, Yanti segera menuju meja resepsionis."Mbak, pasien atas na
Read more
Teman
"Lho, Ren. Mas ganteng ini siapa, ya?" Melihat Yudha, membuat Yanti teringat dengan aktor drama Turki yang sering dia tonton. Yudha berdiri dan tersenyum menyalami Yanti. Seperti dugaan Yanti, tubuh Yudah tinggi besar seperti aktor-aktor itu, dengan sedikit jamban tipis yang membingkai rahangnya. Dia terlihat begitu tampan. Reni dan Yudha saling melempar pandangan, keduanya tak tahu harus menjawab apa. Takut jika orang tua Reni salah paham. "Ini yang nolongin Reni, Bu. Namanya Yudha, kebetulan dia dulu teman sekolah Reni." Tak mungkin bagi Reni untuk mengakui bahwa Yudha adalah mantan pacarnya sewaktu SMA dulu. Yang paling aman adalah mengenalkannya sebagai teman. Hati Yudha sedikit teriris ketika Reni mengenalkannya hanya sebagai teman. Ya, meski itu lebih baik dari pada tidak saling mengenal. "Malam, Om, Tante," sapa Yudha sopan. Melihat senyumnya ini, pasti bakal membuat siapa pun klepek-klepek. Tak terkecuali emak-emak yang sedari tadi tak
Read more
Bertemu Orang Tua Dani
"Mas. Aku ke rumah kamu boleh?" tanya Tari saat keduanya selesai bermain di atas ranjang."Eh! Kenapa kamu mau ke rumah?" jawab Dani gelagapan. Kini dirinya sedang bersiap untuk mandi. Diambilnya baju dan celananya yang tadi berserakan. Dihentikan aktifitasnya untuk menunggu jawaban Tari."Mau kenal saja sama keluarga kamu. Seperti katamu tadi, kalau kamu mau ceraiin istri kamu seusai lahiran." Tari masih enggan beranjak. Dia masih terduduk di atas kasur dengan sebelah tangannya memegangi selimut yang hingga menutupi dada polosnya.Banyak bercak kemerahan yang tertinggal di kulit putihnya itu. Pertanda keganasan Dani saat becinta tadi. Dia melampiaskan kecemburuannya pada Tari. Tak ada sejengkal pun tubuh Tari yang lepas dari keganasannya. Hingga tadi sempat membuat Tari menangis. "Ehm, apa tidak terlalu cepat? Aku masih beristri, lho. Apa kata orang tuaku nanti." Ya, bagaimanapun Dani takut orang tuanya akan mengomel."Aku cuma
Read more
Pertemuan yang Menegangkan
"Terserah kamu, baiknya apa?" Dani percaya Tari lebih baik dari Reni. Tari pasti bisa mengambil hati orang tuanya."Nanti kita mampir di LaparMart ya, Mas. Aku mau membelikan sesuatu untuk orang tuamu." Dani mengangguk. Dengan motor masing-masing keduanya kini meninggalkan parkiran itu. Motor Dani berada di depan, dan disusul motor Tari yang mengekornya di belakang. Tiba dia salah satu LaparMart, Dani membelokkan motornya pun Tari."Selamat sore, ada yang bisa kami bantu?" sapa petugas LaparMart ramah sesaat ketika keduanya mendorong pintu.Dani dan Tari hanya tersenyum kemudian berlalu menuju ke rak-rak yang terdapat di minimarket itu."Kira-kira ini, orang tuamu suka nggak, Mas?" Tari menunjukkan bungkusan makanan ke arah Dani."Terserah kamu, Sayang. Orang tuaku pasti menyukai semuanya."Beneran, Mas?" Hari ini perasaan Tari begitu berbunga-bunga. Sangat terlihat dari raut wajahnya yang begitu kegirangan."Hu um ...."
Read more
Sidang
Tari meneguk saliva-nya ketika melihat roman wajah Halimah yang menyiratkan kemarahan.'Pasti, ibunya Mas Dani bakal memarahiku dan segera mengusirku?' Dalam hati, Tari terus berpikiran buruk saat pertama melihat Halimah."Ss-s-sore, Tante." Tari segera berdiri dengan lutut dan bibir yang gemetar, bahkan seluruh badannya ikut gemetar.Halimah mendengus, "Kalian ... duduk!" perintahnya pada Tari dan juga Dani yang masih berdiri di belakangnya.Menurut, Dani pun kini telah duduk di samping Tari. Keduanya sama-sama menunduk, bersiap menghadapi kemarahan wanita paruh baya di hadapannya itu."Maaf, Bu," ucap Dani lirih. Dia sadar perbuatannya ini dapat mencoreng nama baik keluarganya. Orang tuanya pasti akan sangat malu, jika keluarga besarnya tahu masalah ini.Saat ini, ayahnya sedang tidak ada di rumah. Pekerjaannya sebagai sopir bus lintas pulau, menjadikannya tak selalu berada di rumah.Amarah Halimah sudah
Read more
Keputusan
"Sudah punya anak?" Rasa penasaran Halimah semakin menjadi. Wanita seperti apa yang mampu membuat Dani berpaling dari istrinya?"Su-sudah, Tante." Ada sedikit rasa kecewa di hati wanita paruh baya itu.'Dani ini gimana, sih? Kenapa mau dengan janda yang sudah memiliki anak?' Sangat jelas, Halimah tidak pernah memikirkan perasaan menantunya. Bukankah dia juga orang tua yang memiliki anak gadis?"Berapa?" Halimah bertanya dengan nada sinis."S-satu." Sedari tadi, Tari terus menjawab dengan terbata. Dia begitu takut saat ini."Laki-laki atau perempuan?""Laki-laki.""Umur berapa?""Tiga tahun.""Kamu menjanda sejak kapan?" "Sejak setahun yang lalu.""Kenapa bercerai?""Karena suami saya selingkuh," lirih Tari. Kini dia sekarang yang melakukan perselingkuhan dengan suami orang. Miris memang."Dan sekarang kalian selingkuh?" Tari semakin menunduk. Malu mengetahui kenyataan jika
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status