All Chapters of Berawal dari perjodohan: Chapter 11 - Chapter 20
31 Chapters
Sulit diatur
Sekitar setengah jam menempuh perjalanan dari bar menuju tempat mereka membooking kamar, akhirnya Ben dan Sandi beserta ketiga wanita malam yang mereka bawa serta tiba di sebuah hotel di kota Jakarta. Dua wanita yang merupakan pasangan satu malam Ben merengkuh manja pada sisi kiri dan kanan Ben. Sedangkan satu wanita lainnya adalah milik Sandi. Mereka berlima kemudian menuju ke arah kamar mereka masing-masing setelah selesai dari meja resepsionis. Tiba di depan kamar nomor 126, Ben dan kedua wanitanya menghentikan langkah mereka. Ben mengangkat salah satu tangannya, menempelkan tangannya itu pada gagang pintu, lalu menekannya ke bawah untuk membukakan pintu baginya, juga bagi kedua wanita di sisi kiri-kanannya itu. Tap tap tap! Langkah Ben Sander masih cukup mantap, dia belum begitu dipengaruhi oleh alkohol. Ben memang cukup kuat minum alkohol, hingga ia tak mudah tumbang. Bug! Ben mendorong salah satu wanitanya hingga terjatuh di temp
Read more
Kehadiran Caroline
Jegrek! Langkah Ben tertuju pada kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Ben ingin membersihkan dirinya lebih dulu sebelum melanjutkan tidurnya lagi. Badannya itu terlalu lengket, bau alkohol lagi. Ben tidak mungkin membiarkan tempat tidur pribadinya terkontaminasi oleh semua itu. Walau dia agak berandalan, tapi dia sangatlah bersih. Desiran air terdengar jelas dari kamar mandi, Ben melakukan kegiatannya itu cukup cepat. Sekitar 5 menit kemudian Ben sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk putih yang menutupi bagian bawah dari tubuhnya. Bug! Usai mengganti pakaian, Ben menjatuhkan dirinya di atas tempat tidurnya. Huuuh! "Nyamannya," gumam Ben. Zzttt …. Dalam sekejap saja, Ben telah terlelap kembali. Hanya membutuhkan waktu selama 3 menit, Ben telah memasuki dunia mimpi. Gaby hadir di dalam mimpinya. Ben yang baru saja keluar dari kamar mandi tersentak saat melihat Gaby tiba-tiba berada di kamarnya. "Hei, baga
Read more
Carol takut
"Heh, aku peringatkan ya sama Kamu. Bukan berarti setelah Kamu menerima perjodohan itu Kamu bisa berbuat seenaknya atas hidupku. Lagian Kau juga sudah tau kan, aku sudah punya pacar dan aku nggak akan pernah mau dijodohkan denganmu," kecam Ben. Pada saat bersamaan ketika ia mengucapkan kalimat ancaman tersebut, Ernanda hadir di hadapan mereka. "Apa maksudmu berkata sepeerti itu, Ben? Bukankah Kamu sudah berjanji sama mama akan menerima dinikahkan sama Carol?" "Mama ...," sebut Ben kaget bukan main. "Bu-bukan begitu, Ma. Tapi ...." "Tapi apa, Ben? Kamu mau membuat mama jatuh sakit lagi, begitukah?" Ben menggeleng-geleng tanpa dapat mengeluarkan sepatah kata pun lagi. Selalu cara ini yang digunakan Ernanda untuk menaklukan putranya itu dan sialnya selalu ampuh. "Mama kecewa sama Kamu, Ben. Awas saja kalau Kamu berani macam-macam. Pokoknya Kamu tidak boleh lari dari semua ini. Kamu dan Carol akan segera menikah minggu depan," tekan Ernand
Read more
Ben terkejut
"Baik, Tuan." Bi Ina menjawab sambil mengangguk sopan. Baru saja Bi Ina akan berbalik, Ben tiba-tiba bersuara membuat Bi Ina kaget. Tentu saja penyakit latahnya kumat. Jika Tristan dan Ernanda bersikap biasa saja, lain halnya dengan Carol yang baru pertama kali menyaksikan Bi Ina bersikap demikian. Pastinya Carol tertawa kecil dibuatnya. "Malam, Pa! Tumben jam segini sudah di rumah," ucap Ben basa-basi. "Papa sengaja pulang cepat supaya bisa makan malam bareng dengan Caroline," sahut Tristan. "Kamu mau kemana sudah rapi begitu?" Tristan memandang Ben dari atas ke bawah, begitupun sebaliknya. "Keluar, Pa. Mau ke …," terang Ben terjeda. "Ngumpul sama temen, Pa. Iya ngumpul sama Sandi dan yang lainnya," bohong Ben. Sebenarnya dia mau menemui Gaby. Tadi siang batal karena kehilangan mood. Tristan menatap tajam ke arah Ben sembari melengkungkan alis. "Tidak boleh!" ucapnya. "Kamu tidak boleh pergi kemanapun. Duduk, dan temani kami makan malam!" tit
Read more
Syarat pernikahan
“Tidak, Ma. Maafin Ben, Ben harus pergi sekarang!” Ben bergegas melangkah menuju ke arah pintu keluar.“BE ….” Tristan baru akan membuka suara menanggapi sikap Ben yang sangat buruk itu.“Sudahlah, Pa. Jangan marah-marah,” potong Ernanda cepat.“Kamu masih mau membela dia, hah? Lihat saja kelakuan anakmu itu. Betapa tidak sopannya dia,” cerocos Tristan.“Bukan begitu, Pa. Di sini ada Caroline. Papa mau membuat Caroline ketakutan dengan sikap kasar Papa?”Seakan baru tersadar akan kehadiran Caroline di sana. Sejak tadi, Trist
Read more
Hari pernikahan
“Ben mau, setelah pernikahan nanti, kami berdua tinggal di apartemen!” ungkap Ben.“Apa? Apartemen? Kenapa tidak di sini saja? Apa rumah ini kurang nyaman? Apa perlu mama minta papa beli rumah yang lebih bagus?”“Tidak perlu, Ma. Setelah menikah, Ben ingin hidup mandiri. Tinggal berdua bersama istri Ben saja.”“Tapi ….”“Tidak masalah kok, Ma. Tinggal di apartemen juga bagus,” sambung Caroline.“Kamu serius, Sayang?”“Iya, Ma. Tidak apa-apa. Lagi
Read more
Ben kembali
Selama 2 hari setelah hari pernikahan itu, Ben tidak pulang ke rumah, ia menemani Gaby di rumah sakit.Drrrt ….Ben tampak menatap layer ponselnya.“Siapa, Sayang?” tanya Gaby dengan suara manja.“Mama,”Gaby yang sedang meringkuk manja di pelukan Ben sontak melepaskan tangannya dari Ben.“Aku jawab dulu, ya.”“Tapi ….”Gaby berusaha menahan Ben, ia meraih tangan  pria itu. Ben tersenyum kecil padanya.“Hanya sebentar kok,” jawabnya.Ben lalu menurunkan tangan Gaby dengan perlahan. Gaby tak terlihat merelakan kekasihnya ini menjawab telepon, ia menatap Ben yang menjauh darinya dengan tatapan tidak rela.“Halo, Ma ….”“Ben ….”Ben sontak menjauhkan handphone dari kupingnya karena suara Ernanda sangat keras, memekikkan telinga.“Akhirnya Kamu angkat juga telepon dari mama. Kamu keterlaluan tau nggak sih? Kemana aja Kamu selama 2 hari ini? Mama nelepon nomormu juga nggak aktif,”“Maafin Ben,
Read more
Carol tidur di kamar Ben
Ernanda menatap Ben dengan tatapan yang tidak bisa diartikan seraya memangku tangan.“Masih ingat jalan pulang ya, Kamu?”“Maafin Ben, Ma!” Ben menundukkan wajah sejenak. “Ben lelah banget, boleh Ben masuk?”“Lihat aja, wajahmu sampe pucat begini. Kamu pasti kurang tidur, kurang makan,” simpul Ernanda.“Namanya juga jagain orang di rumah sakit, Ma.”“Kamu ini ya … seharusnya yang Kamu jagain itu istrimu. Ini malah jagain perempuan lain.”“Dia ‘kan nggak sakit, Ma … buat apa dijagain?”“Alesan aja Kamu paling pinter.”
Read more
Pindah rumah
 "I-iya, Ma. Carol akan ikut apapun keputusan Ben," sahut Carol agak gugup. "Ben, apa tidak bisa tinggal sebentar lagi?""Nggak, Ma. Kami harus pindah sekarang,"“Kalian sungguh akan pindah sekarang? Kenapa tidak besok saja? Ini ‘kan udah malam,” cegah Ernanda.Saat itu waktu menunjukkan pukul 19.00. Ben ada kegiatan sepanjang hari ini, baru pada malam harinya dia menyempatkan diri ngajakin Carol pindah.“Nggak bisa, Ma. Kami harus pindah sekarang juga.”“Tapi kenapa, Ben? Kenapa terburu-buru begini?"“Terburu-buru gimana, Ma? Bukankah Ben sudah menunggu sampai 1 minggu seperti permintaan Mama?""Tapi ...." Ernanda belum rela rasanya melepaskan kepergian mereka. Sesungguhnya memang tidak akan pernah rela. "Atau seenggaknya, tunggu papamu pulang dulu, sekalian pamit padanya,” saran Ernanda mencari-cari alasan.“Nggak bisa, Ma. Mau nunggu sampai jam b
Read more
Ben mengerjai Carol
Ben sedang membuka bagasi mobil saat itu. Ia menurunkan barang bawaan mereka dari dalam mobil, tepatnya hanya koper dan barang-barang Carol saja yang diturunkan olehnya.Carol bergegas menghampiri Ben di belakang mobil, tempat bagasi berada.Usai menurunkan semua barang-barang milik Carol, Ben menutup kembali pintu bagasi. Carol mengerutkan dahi heran."Loh … kok hanya barang-barangku aja? Punya Kamu nggak diturunin sekalian?" Selidik Carol."Berisik. Itu bukan urusanmu."Ben lalu melangkah pergi menuju bangunan yang disebutnya sebagai apartemen. Sedangkan Carol masih terdiam di tempat."Heh, Cewek Matre … tunggu apalagi? Waktuku nggak banyak buat ngeladenin Kamu. At
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status