All Chapters of My Horrible Romance: Chapter 51 - Chapter 60
200 Chapters
51 Kalau Aku Tidak Yakin, Aku Tidak Akan Ada di Sini
Melihat banyaknya orang yang hadir di dalam ruangannya, tentu saja sofa ruang kerjanya tidak cukup untuk menampung mereka semua. Karena itu Ranu mengarahkan mereka untuk pindah ke ruang meeting. Alsen semula berniat pamit karena melihat kasus itu sudah ditangani oleh papa Ervin, tapi niatnya itu ia urungkan ketika sosok lelaki paruh baya yang berpostur paling tinggi di ruangan itu menatapnya cukup lama dan hampir berhasil membuatnya terintimidasi. "Kamu ... temennya Ervin kan? Siapa namamu? Kayaknya udah lama nggak ke rumah." Alsen tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Saya Alsen, Om. Waktu SMA memang sering main ke rumah Om. Tapi waktu kuliah, karena udah nggak satu jurusan sama Ervin, jadi hampir nggak pernah main ke sana." Naren mengangguk-angguk paham. "Kok di sini?" "Tadi Kak Alsen ada di kantor kementerian waktu wartawan nyerbu, Pa. Kak Alsen yang bilang ke wartawan kalo nanti akan ada keterangan pers, biar aku sama Om Ranu nggak salah j
Read more
52 Hilangkan Resahmu
Ponsel Yara berbunyi nyaring, memainkan lagu tahun delapan puluhan berjudul 'Forever and Ever, Amen'—yang telah di-cover oleh sebuah chanel You**be yang dimiliki oleh dua pria mantan personil The Moffats. Yara mengintip layar ponselnya kemudian membaliknya seakan bukan ponselnya yang berbunyi. Baginya, semua masih terasa aneh. Apalagi Adam yang tiba-tiba mengantarjemputnya dan dengan persetujuan papanya pula. Jelas itu bukan hal yang biasa. “Et dah, angkat napa?” omel Nana di sebelah meja Yara. Yara melirik ke arah Nana sambil mengerucutkan bibir. “Dari mana lo tau hp gue yang bunyi?” tanya Yara karena jelas-jelas ponselnya dalam keadaan terbalik. “Cuma lo, Yara, yang masang lagu tahun delapan puluhan jadi ringtone. Di saat anak-anak di ruangan ini masang ringtone BTS sama Blackpink, lo malah masang ringtone pake lagu angkatan orang tua kita.” Yara mencebik kesal. “Ini tu udah di-cover, Na. Jadi jauh lebih easy listening.”
Read more
53 Berapa Lama?
Yara melirik Adam berulang kali. Apa benar laki-laki di sampingnya itu ingin melajang seumur hidupnya. Apa orang tuanya tahu? Adam adalah anak tunggal di keluarganya, mana mungkin orang tuanya membiarkan Adam terperangkap dalam kesendirian karena trauma patah hati. “Apa?” tanya Adam tiba-tiba saat memergoki Yara melirik kepadanya. “Hah?” “Kamu mau ngomong sesuatu?” Otak Yara berputar cepat untuk mencari alasan. “Aku … cuma mau bilang kalo aku mau ke toilet,” kilah Yara. Keduanya memang sudah berada di dala gedung bioskop. Adam baru selesai mencetak tiket bioskop setelah tadi memesan tiket melalui aplikasi online. Hanya tinggal menunggu waktu sampai studio tempat mereka menonton dibuka. “Ya udah, sana.” Yara bisa bernapas lega karena Adam sepertinya tidak curiga ia sejak tadi diam-diam meliriknya. Nonsense! Dari semua orang yang dikenalnya dan mengatakan ingin menjalani kesendirian, pada akhirnya akan selalu bera
Read more
54 Konferensi Pers
“Semalem jalan sama Adam, Dek?” Pertanyaan papanya itu sukses membuat Yara tersedak susu coklat yang baru ditenggaknya. “Cuma jalan kan? Nggak perlu sekaget itu, Ra. Kakak jadi curiga—" ledek Ervin yang puas melihat wajah kesal adiknya di pagi hari. “Nanti Adam jemput kan?” tanya papanya lagi. “Iya.” Hari itu Yara tidak sebimbang biasanya, ia memutuskan untuk mencoba berada di sisi Adam, bukan sebagai mantan pacarnya yang jatuh cinta lagi padanya, melainkan sebagai teman lama yang berusaha meluruskan pikiran Adam yang sedang carut marut. “Bakal balikan, Ra?” tanya Ervin sambil menaikturunkan alisnya. “Nggak Ya, Kak! Pegang omonganku, aku nggak bakal balikan sama dia.” “Nggak boleh sesumbar, Dek.” Kali ini mamanya yang menasehati dan membuat Yara mengatupkan mulutnya. “Nanti Alsen ke kantormu sebelum konferensi pers,” ucap Naren yang berupaya mengalihkan pembicaraan dari seputar Adam dan Yara yang memiliki chance
Read more
55 Gusar
Empat orang yang saat ini berada di dalam ruangan Ranu menghela napas lega setelah konferensi pers yang mereka lalui. Naren masih mengecek ponselnya, memeriksa laporan dari tim IT, tim legal, dan humas kantornya terkait berita yang sedang beredar. Kecepatan wartawan itu tidak main-main, saat artikel tentang klarifikasi Yara sedang hangat-hangatnya, mereka juga langsung memburu Bisma, si penyebar berita bohong. “Udah lega kan satu masalah selesai?” Naren mencubit pipi Yara yang duduk di sampingnya dengan gemas. “Papa ih, ini kantor. Malu lah.” “Kan di ruangan om kamu. Nggak ada yang ngelihat, cuma Alsen doang. Malu sama Alsen?” “Ya … malu lah,” jawab Yara sambil menunduk. Alsen tersenyum melihat interaksi itu. Padahal dulu ia sering main ke rumah Ervin, kenapa ia jarang melihat Yara? Ah, ia baru ingat kalau Ervin seposesif itu pada keluarganya, hingga biasanya ia memerintahkan Yara menjauh setiap mereka berkumpul di rumah Ervin.
Read more
56 Mak Comblang
“Kamu nggak perlu lembur-lembur gitu, Dam? Kok bisa jemput aku setiap hari?” “Janji adalah janji, Yara.” Yara merotasikan kedua bola matanya dengan malas. Janji apa? Kan hanya Adam dan papanya yang tahu, sementara kedua orang lelaki itu dengan kompaknya menyembunyikan ‘janji entah apa’ itu kepada dirinya. “Mau langsung pulang?” tanya Adam begitu mulai melajukan mobilnya. “Aku sebenernya ada janji ketemu sama Rian sama temenku satu lagi. Gimana? Kamu mau nge-drop aku di depan mall apa ikut makan bareng?” Adam tampak berpikir sesaat sebelum kemudian mengatakan, “Emang nggak ganggu kalo aku ikut? Atau nanti aku pisah meja biar kalian bisa ngomong bebas.” “Santai kali, Dam. Cuma makan malem doang sambil ngobrol. Tapi ya kamu tau lah kalo cewek ngumpul kayak apa. Aku takut kamu nggak betah aja.” “Nggak apa-apa. Aku makan aja.” Yara menoleh ke arah kiri, agar Adam tidak bisa melihat kuluman senyumnya. Saat bersamaan, ponsel Y
Read more
57 Cinta Monyet itu Cinta yang Paling Mendebarkan
"Mbak Yara, Mas Adam udah jemput di luar," lapor seorang ART. Yara menghela napas lelah. "Pa, aku bawa mobil sendiri aja lah, atau pake supir. Ya, Pa?" "Boleh, tapi kelarin dulu urusanmu sama mantannya Adam." Merasa frustasi, Yara melahap potongan french toast terakhirnya dengan asal. "Atau biar Kak Ervin aja yang nganter—" "Lah kenapa jadi Kakak yang nganter kamu?" Ervin tidak terima namanya ikut terseret. Apa Yara lupa kalau kantor mereka berbeda arah, mesti berangkat jam berapa dia kalau harus mengantar Yara lebih dulu? Belum lagi menghadapi kemacetan ibukota, lebih baik Ervin mencarikan adiknya pacar untuk mengantar jemput. "Ya udah nebeng Papa aja—" "Nggak ah, Papa kan nganter mamamu dulu ke coffee shop, beda-beda lagi setiap hari yang didatengin mamamu," tolak papanya. "Ya ampun, kenapa pada jahat—" "Udah, Yara. Berangkat sana, kasihan Adam nungguin. Itu di atas meja dapur ada kotak makan, kasih buat Adam sarapan.
Read more
58 Pacarnya Yara?
Adam: Jemput jam berapa? Adam: Nggak lembur kan? Yara hampir membanting ponselnya saat menerima pesan singkat dari Adam. Apa tidak bisa menjawab pesannya saat pagi dengan mengatakan ia memaafkannya dan balik minta maaf karena membentaknya? Seharian Yara menunggu pesan balasan dari Adam—atas permintaan maafnya—yang tak kunjung datang, dan sore harinya Adam hanya bertanya masalah menjemput. Dia supir atau apa? Yara: Nggak usah Yara: Aku nggak di kantor Adam: Ketemu klien? Adam: Aku jemput di tempat kamu meeting “Ehem!” Dehaman dari lelaki paruh baya yang seusia dengan papanya itu membuat Yara berusaha mengembalikan fokusnya. “Sorry, Om. Aku telepon bentar boleh ya, Om? Bentar aja.” Kalau saja bukan anak sahabatnya, Rama mungkin akan marah seperti ia biasa memarahi bawahannya yang sering melihat ponsel saat ia sedang menjelaskan sesuatu. Tapi ini anak sahabatnya, yang sedari kecil sering ia gendong, mana mu
Read more
59 Membuat Hormonnya Bergejolak
Orang tua Adam sudah menunggu di teras rumah saat mobil Adam masuk ke dalam garasi. “Tante pikir kamu nggak bisa ikut, soalnya Adam nggak telepon lagi kamu jadi bisa ke sini atau nggak,” ucap Resti dengan lembutnya sambil memeluk Yara. Yara pun membalas pelukan ibu Adam kemudian mencium punggung tangannya seperti yang biasa ia lakukan. Sementara Adam yang memang tadi jalan belakangan karena haru mengambil dessert di mobilnya hanya bisa menatap pemandangan itu dengan hati yang menghangat. Dan lagi, ia tidak tahu alasannya. “Adam baru bilang tadi pas di mobil, Tante.” “Itu sama aja Adam nyulik kamu dong.” Kini Rahardian angkat bicara setelah Yara juga ikut mencium punggung tangannya. “Ya … kira-kira gitu, Om.” Adam yang mendengar obrolan orang tuanya dan Yara langsung berkilah, “Aku udah izin ke orang tua Yara kok. Jadi nggak bisa dikategorikan nyulik kan.” “Harusnya tanya tuh ke orang yang mau diajak dulu, bukan ke orang tuanya,
Read more
60 Let's Start the Game
Adam menatap cermin sambil memasang kancing kemejanya satu per satu. Tiba-tiba ingatan tentang kejadian malam sebelumnya—saat ia dengan tidak sengaja mencium pipi Yara—membuatnya seperti anak ABG yang baru merasakan ciuman pertama. “Come on, Dam. Cuma nyentuh itu semalam, bukan nyium. Dan nggak ada asmara untuk waktu dekat!” Adam bergumam sendiri, memperingati dirinya untuk tidak bersinggungan lagi dengan sebuah perasaan bernama cinta. “Tapi aromanya …. Aaarggh!” Adam mengacak rambutnya dengan frustasi. Setelah semalam ia hampir menerobos traffic light karena terbayang dengan sentuhan bibirnya di pipi Yara, sekarang ia harus apa, kalau bahkan hingga pagi hari ingatan itu tidak juga pergi. “Pasti cuma beper karena dia mantanku. Titik.” Adam merapikan rambutnya, pergi dari apartemen lebih pagi untuk menjemput Yara. *** “Aku nggak ke kantorku kayak biasa, Dam. Sorry, aku lupa ngasih tau kamu.” Yara mengucapkannya sambil berdiri di samping
Read more
PREV
1
...
45678
...
20
DMCA.com Protection Status