Semua Bab S.T.M. (Siaran Tengah Malam): Bab 21 - Bab 30
51 Bab
21. Tawaran Untuk Tante Clarrisa
“Jeeng…. Ada di rumah,  nggak? Aku mampir sebentar, yaaa. Ada tawaran pekerjaan, niih. Bayarannya gedee. Kerjanya cuma seneng-seneeng. Boleh, yaa?”Tante Clarrisa mengiyakan. Ia sedang tidak ada pekerjaan. Acara televisi tidak menarik. Yang menelepon adalah Jeng Ries salah satu teman arisan sosialita Tante Clarrisa.Tak perlu waktu lama untuk Jeng Ries sampai di rumah. Dengan gaya centil wanita paruh baya itu masuk. Menyapa Tante Clarrisa sambil cipika-cipiki.“Sehat, kan, Jeeng?”Tante Clarrisa mempersilakan tamunya duduk. “Duitnya banyak, nggak?”Tawa centil Jeng Ries membahana. “Langsung to the point aja, sih, Jeng? BU alias Butuh Uang banget, ya?”Tante Clarrisa tahu sekali tentang ‘pekerjaan sampingan’ Jeng Ries. Wanita paruh baya yang centil itu punya banyak sekali ‘klien’. Kliennya bapak-bapak kesepian yang membutuhkan teman-teman. Mereka punya kriteri
Baca selengkapnya
22. Terpagut
Jessie tidak mau melambai supaya Om Wisman mudah menemukannya. Supir pribadi bos besar itulah yang kemudian menemui pimpinannya.“Sendiri saja?” tanya Om Wisman. “Bukannya aku sudah bilang untuk menjemput perempuan itu terlebih dulu?”‘Perempuan itu’.Jessie berdiri tak jauh dari mereka. Ia bisa mendengar sebutan yang disematkan Om Wisman padanya.‘Perempuan itu’. Betapa Jessie tidak dianggap oleh laki-laki itu. Betapa murahnya harga diri Jessie hingga hanya diberi sebutan ‘perempuan itu’. Kenapa laki-laki tua itu tidak menyebut nama? Toh, ia punya nama.‘Bukannya aku sudah bilang untuk menjemput Jessie terlebih dulu?’Seandainya perkataan Om Wisman barusan diganti menjadi demikian, tentu hati Jessie tak akan terluka. Tapi ya sudahlah. Toh kehadirannya menjadi pendamping Om Wisman, kan, hanya sekadar sebagai jaminan utang Tante Clarrisa.“Saya sudah menjemput Nona Jessie, Tuan Wisman,” jawab Pak Supir.Pak Supir saja mengerti tata kram
Baca selengkapnya
23. Masa Iya Jatuh Cinta?
“Aku cuma ingin kopi, Jess…,” pinta Om Wisman setiba mereka di apartemen. Laki-laki itu mandi membersihkan diri hingga badanya yang letih kembali segar. “Oh iya, aku juga ingin toast. Setangkup,ya. Tambahkan sedikit butter di antaranya.” “Oke,” jawab Jessie singkat. Gadis itu sudah hapal makanan kesukaan Om Wisman. Ia juga sudah hapal setiap inci apartemen laki-laki itu. Om Wisman punya rumah pribadi tapi ia lebih senang membawa gadis-gadis yang dipacarinya ke apartemen. Lingkungan apartemen lebih individualis. Orang-orangnya tidak peduli pada penghuni lain. Siapa pun yang dibawa masuk juga bodo amat. Terlebih apartemen yang dipilih Om Wisman tergolong apartemen mewah dan mahal. Semakin mewah, semakin individual orang-orangnya. Toast yang garing dan renyah dioles dengan sedikit butter. Terdengar kemericik samar dan cipratan kecil-kecil dari butter yang dioles ke roti panggang buatan Jessie. Sarapan yang kesiangan dan segelas kopi disajikan di meja di hadapan
Baca selengkapnya
24. Menemui Mommy
“Aku capek hidup miskin…,” keluh Jessie dalam perjalanan pulang setelah siaran. Suasana jalanan yang lengang dan sepi membuatnya mudah menganalisa apa yang terjadi dalam hidupnya. “Seperti sudah saatnya buat aku untuk berbenah. Nggak bisa begini terus.”Jessie tetap menjalani pekerjaannya sebagai penyiar dengan baik. Bambang terus memandunya dengan sabar. Siaran Tengah Malam di hari-hari berikutnya berjalan dengan lancar. Jessie hanya perlu berpura-pura tidak melihat Reni. Penyiar sekaligus karyawan senior yang mukanya sengak. Padahal aslinya rapuh. Sampai-sampai rela merengek cinta dan perhatian yang lebih dari Bambang.Semalam Jessie sudah menghubungi Mommy. Ia mengirim pesan singkat: ‘Mom, ketemuan, yuk? Aku ingin menerima tawaran Mommy.’Pesan sesingkat itu namun telah dipikir dengan begitu serius. Jessie takut ia semakin terlarut dalam kisaran asmara dengan Om Wisman. Semakin ia menikmati gelora cinta bos besar par
Baca selengkapnya
25. Rencana Membayar Utang
“Kamu menerima tawaran Mommy-mu?” tanya Om Wisman antusias.“Ya…,” jawab Jessie masih dengan menekuk muka. “Aku pengin cepat punya banyak uang.”Om Wisman terpingkal.“Buat apa banyak uang? Kenapa nggak minta aku saja? Sudah berkali-kali aku bilang, kalau butuh uang, bilang! ‘Om, minta duit yang banyak!’ Begitu kamu bilang begitu, pasti langsung aku transfer! Kamu, sih, sok-sokan idealis. Hidup menderita cuma demi mencari pengalaman. Pengalaman hidup itu bisa didapat dari mana aja! Nggak usah jadi orang miskin, orang kaya juga nggak kurang-kurang ada masalah dan kejadian yang bisa dipetik hikmahnya jadi pengalaman hidup.”“Apa, sih, Oom…?” gerutu Jessie. “Aku nyari duit buat bayar utang!""Utang apa?""Utangnya Tante Clarrisa-lah!"“Lho? Utangnya tantemu kok kamu yang harus bayar?” Om Wisman berlagak tidak tahu. “Biarin aja ta
Baca selengkapnya
26. Oops!
“Aku benar-benar nggak tahu selera,” keluh Jessie dengan banyak tas belanjaan di tangan. Semuanya bermerek maha. Gacci, LuiViutong, Bilmaina, Shhyaanel, Havaenaz, dan lainnya.“Tidak masalah…,” tenang Om Wisman sembari menerima kembali kartu kreditnya. Ia mengucapkan terima kasih dengan membungkukkan setengah badannya. Para petugas di butik membalas dengan penghormatan yang lebih-lebih.Om Wisman adalah pelanggan mereka yang terbaik. Setiap kali datang, gadis yang dibawanya selalu berbeda. Tak jadi masalah karena Om Wisman memborong pakaian musim terbaru dan yang terbaik.“Tidak masalah, Sayang,” ulang Om Wisman sembari mengambil rentetan tas belanjaan dari tangan Jessie. Laki-laki itu membawakannya dengan enteng saja. Tak terlihat malu karena harus menenteng tas belanjaan sementara perempuan di sebelahnya melenggang kangkung. Prinsip Om Wisman: melayani perempuan sebaik-baiknya – selama belum ada keinginan untuk
Baca selengkapnya
27. Jatuh Cinta Pada Orang yang Salah
“Jatuh cinta pada orang yang salah? Baiknya lanjut atau langsung bubar tengah jalan?”Terdengar siulan Jessie membuka acara program STM-nya alias Siaran Tengah Malam. Musik backsound yang berupa instrumen dari lagu Aku Parempuan dari Razi Marthemevia mengalun lebih lambat. Mengiringi kegiatan siaran di malam yang syahdu.Sebelum memulai siaran tadi Jessie mengusulkan pada Bambang. Ia ingin menyebutkan tema obrolan malam siaran di paling depan, baru kemudian disusul musik backsoun, lalu dilanjutkan dengan opening seperti biasanya. Apakah boleh?Bambang mengerenyitkan kening. “Ayo, kita coobaaa…!”Jessie meringis gembira. Hal yang ia senang dari bekerja di Radio Siul adalah terbuka dengan setiap masukan. Bila halnya bagus dan bisa meningkatkan jumlah pendengar, mengapa tidak? Bila tidak pun ya tidak apa-apa, yang penting sudah dicoba dan diusahakan.“Yaa, mumpung pendengarnya masih sedikit, Mbak,” sahut Bambang sambil mengeset playlist lagu untuk STM mala
Baca selengkapnya
28. Labrak
“Kamu sengaja mau nyindir aku, ya?”Jessie mengangkat kepala. Ia sedang berada di dalam pantry. Sekian waktu siaran di ruangan terus, kok, tiba-tiba kepengin segelas susu panas. Sekarang ia sedang menunggu rebusan airnya mendidih. Tadi ia sudah menawari Bambang. “Mau nggak sekalian dibikinin segelas kopi?”“Iya, deh. Mau. Tadi Reni katanya mau bikinin kopi tapi kok malah nggak muncul-muncul. Ketiduran mungkin, ya,” jawab Bambang. “Iya, mau, Jess. Thanks sebelumnya.”Jessie menyiapkan segelas susu panas untuknya dan segelas kopimiks panas untuk Bambang.“Iya, kan!?” rangsek Reni lagi.“Nyindir apaan??” tanya Jessie sungguh tidak mengerti. Ceret air mengeluarkan bunyi peluit. Itu artinya air di dalamnya sudah mendidih. Jessie mematikan kompor dan segera menuang aiir panas ke masing-masing cangkir. Setelah itu diaduknya rata.“Pura-pura nggak tahu lagi,” emosi R
Baca selengkapnya
29. Tidak Dapat Menahan Diri
Sudah aman. Barang-barang lama di kos Jessie sudah berpindah tangan. Lemari, kasur spring-bed, dispenser, dan lain-lain sudah ‘diadopsi’ oleh teman-teman kos yang lain. Mereka berterima kasih pada Jessie karena barang-barang itu masih bagus. Sangat bagus malahan.Ibu Kos menyesalkan keputusan Jessie pindah. “Kamu nggak bakal bisa dapat kos-kosan bagus dengan harga murah kayak di sini, Mbak!” kecamnya sembari menakut-nakuti. “Kos-kosan di tempat lain itu jelek, harganya mahal lagi. Kamu pasti akan sangat menyesal.”Jessie nyengir di dalam hati. “Iya, Bu. Maafkan saya, Bu. Tapi saya nggak kuat kalau harus harga sewa kamarnya naik tinggi banget. Nggak kuat bayar saya, Bu.”“Ya, wajar dong naik!” slepet Ibu Kos emosi. “TDL alias Tarif Dasar Listrik aja naik! Ya masaaa yaaa saya harus nombok untuk kalian-kalian yang ngekos di sini? Nombok biar kalian-kalian tetap dapat harga sewa kamar yang sama kayak sebelumnya? Yaa nanti tekor saaya!”“Iya, Bu. Maaf, Bu,” kata J
Baca selengkapnya
30. Khilaf
Ada perasaan cemas yang terus berkecamuk di dalam dada Alfin. Ada perasaan bersalah yang selalu mengingatkan: seharusnya kamu enggak ngelakuin ini, Fin. Tapi ada gairah menggelora yang tak dapat ditahan lagi.Wanita yang dicintainya tergolek dalam posisi terbuka. Alfin melepaskan celana panjangnya. Kini hanya menyisakan bokser berwarna hitam. Jessie bukan perempuan pertama dalam petualangannya bercinta. Tapi ia tak berani menyentuh gadis itu. Kulitnya yang kuning langsat – sekarang agak pucat – seolah begitu rapuh untuk disentuh.Sekujur tubuh Alfin cenat-cenut. Ia merebahkan diri di sisi Jessie yang terpejam. Perlahan tangannya mengelus pipi lembut sahabatnya – sahabat yang dicintainya. Bibirnya yang merekah seolah memanggil-manggil kelelakian Alfin untuk segera beraksi.Gejolak liar laki-laki muda milik Alfin menjerit ingin pelampiasan. Laki-laki itu mengernyit – mencoba menahan dirinya. Bisa saja ia segera melucuti seluruh pakaian Jessie, bercinta lalu mengenaka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status