Semua Bab S.T.M. (Siaran Tengah Malam): Bab 31 - Bab 40
51 Bab
31. Gelisah
“Dia mau ketemu kamu. Pengin mendekatkan diri terlebih dulu. Biar besok pas pakansi kalian nggak canggung gitu,” kata Jeng Ries.Tante Clarrisa melengak. “Katanya piawai dengan macam-macam wanita. Masa baru ketemu langsung kencan bisa bikin canggung? Klienmu itu beneran orang kaya nggak, tuh? Jangan-jangan kekayaannya cuma tipu-tipu aja?”Pagi tadi Jeng Ries menghubungi Tante Clarrisa. Pak Burhan – klien yang menyewa Tante Clarrisa sebagai teman kencan untuk pakansi di beberapa hari ke depan minta ketemuan. ‘Makan siang nanti kita keluar. Aku jemput kamu. Kita ketemu dengan Pak Burhan. Klien ingin double-check teman kencannya untuk mengurus akomodasi.'“Kenapa dadakan?” protes Tante Clarrisa ketika Jeng Ries tiba. Jeng Ries begitu heboh. Pakaiannya warna-warni. Gelang mahalnya berkemerincing. Tante Clarrisa sendiri sampai merasa malu melihat teman arisanya begitu norak – ya, sih, memang sebelum-sebelumnya juga sudah sangat norak.“Anu, Jeeng, hehe….” Alih-ali
Baca selengkapnya
32. Meet-up
Dada Tante Clarrisa bergemuruh. Pak Burhan ternyata jauh lebih cakep dari bayangannya. Laki-laki itu terlihat tua dan matang. Rahangnya tegas. Gurat-gurat keriput di wajahnya menyiratkan kesan ramah. Senyumnya tulus. Giginya putih dan rapi. Suaranya… berat namun juga empuk dan berwibawa.“Sel… selamat siang, Pak Burhan,” balas Tante Clarrisa.Pak Burhan berpaling ke arah Jeng Ries. Perempuan itu sepertinya tahu kode yang diberikan kliennya.“Hei, Jeeng, aku tinggalkan kalian berdua dulu, ya? Aku ada perlu sedikit di luar sana.” Jeng Ries menyenggol lengan Tante Clarrisa seolah memberi kode. Tangannya menyibak bagian bawah dress Tante Clarrisa – dilakukannya seolah-olah tanpa sengaja.“Eeh? Mau ke mana, Jeng?” tanya Tante Clarrisa mulai panik.“Nanti aku segera balik, kok. Tenang ajaa. Lagian, Pak Burhan ini orangnya baik. Nggak akan nggigit – hihihi. Kecuali kalau sudah dipersilakan.”Pak Burhan hanya tersenyum. Laki-laki itu menyilangkan kaki. Si
Baca selengkapnya
33. Mengoleksi Patah Hati
Monica mematut-matut di diri. Dandanannya bold – mencoba menyembunyikan samar kerutan usianya. Lipstiknya merah menyala – sengaja dipilihnya warna itu untuk menunjukkan cintanya yang menggelora untuk Adam tersayang.Betapa ia sebenarnya sudah letih dengan hubungan ini. Adam dipenjara. Bisa keluar dengan uang jaminan yang besar. Monica tahu Adam bisa mengakses uangnya tapi tak dilakukannya. Monica harus merogoh kocek dalam-dalam untuk membayar uang jaminan, membayar makan siang, mem-booking hotel dan lain-lain. Beruntungnya Burhan –suaminya – tergolong royal. Kerap memberinya uang dalam jumlah besar.Monica berhenti bersolek. Sebuah kesadaran baru menyentak batinnya. “Jangan-jangan Burhan sudah mencium perselingkuhanku?” gumamnya pelan. “Ah, masa bodoh. Kalau pun Burhan tahu, toh ia sendiri juga gemar bersenang-senang di luaran sana. Toh yang penting ia masih mau mencurahiku duit dalam jumlah besar.”Hari itu Monica telah mengambil keputusan. Ia akan menyudahi hubun
Baca selengkapnya
34. Ngumpet!
“Sembilan tujuh koma enam FM. Radio Siul, radionya kawula muda.” Jessie bersiul sesuai pakem Radio Siul. “Tiga jam sudah kita bersama. Jessie temani kamu menikmati lagu-lagu manca yang lagi hits! Thanks, yaa, curhat-curhatnya yang sudah masuk. Jessie jadi seneng banget. Senin depan kita ketemu lagi! Masih di STM – Siaran Tengah Mala! Selalu stay tune di sini!”Bambang memutar satu tembang dari Braian Adams yang berjudul Please, Forgive Me.Jessie menguap lelah. Ia berterima kasih karena Bambang selalu ada membantunya siaran. Meski jam siaran dari empat jam telah diganti hanya menjadi tiga jam, tak terbayang setiap malam harus siaran sendiri. Kalau ada apa-apa gimana?“Oke, Mbak. Santai saja.”Bambang juga bersiap pulang. Malam ini tak ada Reni datang ke kantor. Jessie pun merasa lebih tenang saat siaran.“Ngomong-ngomong, akhir-akhir ini Mbak Jessie terlihat lebih semangat,” ungkap Bambang. “Kayak ada yang beda dari biasa-biasanya.”Jessie meringi
Baca selengkapnya
35. Mabuk Kepayang
Suara musik berjedag-jedug mendentum-dentum dari arah pantai. Gelak tawa orang-orang yang bahagia. Suara minuman dituang – free flow - nikmati sepuasmu! Kemeretak bara api ketika udang yang telah dimarinasi dan dioles madu diletakkan di atas pemanggang. Kudapan manis, kudapan gurih-asin, steak dari daging terbaik, aroma basil – oregano – parsley dan yang sejenisnya menguar di udara bebas. Debur ombak terdengar membikin aroma party malam minggu itu semakin menyenangkan. Agak jauh dari sana terkobar api unggun dengan tak jauh di sebelahnya lima ekor kambing guling. Siapa saja yang berkenan silakan nikmati.“Ah, kamu di sini rupanya.”Jessie mendongak. Ia nyengir begitu melihat Erika menyapanya. Temannya yang baik itu mengambil tempat duduk di sebelah. Ia memesan sepiring nasi goreng sea-food porsi jumbo.“Aku laper banget,” katanya.“Kok enggak gabung di sana aja?” tanya Jessie.“Kamu sendiri kenapa enggak gabung ke sana juga?” balas Erika. Ia menerima pe
Baca selengkapnya
36. Terkesiap
Tante Clarrisa hampir saja menjatuhkan gelasnya. Ia seperti melihat Jessie berjalan bersama Om Wisman menuju lobi penginapan. Dengan tangkas ia kembali menahan sehingga gelas minumannya tidak jatuh dan pecah.“Ada apa, Clarrisa?” tanya Pak Burhan.“Oh, tid – tidak apa-apa. Tanganku cuma sedikit basah. Kena embun es di permukaan gelas. Hampir saja tergelincir, tapi tidak apa-apa,” jawabnya dengan tersenyum manis.Pak Burhan mengangguk. Ia kembali pada pembicaraan ringan tentang bisnis villa dan penginapan di pulau ini. Sepertinya menjanjikan. Pak Burhan juga ingin mendirikan penginapan tapi menurutnya selama setahun ke depan lebih ia melakukan investasi terlebih dulu saja.Tante Clarrisa kembali melayangkan pandangan. Ia tak lagi melihat keponakannya. Jalanan menuju lobi hotel dipenuhi oleh tamu-tamu hilir mudik yang tak dikenalnya. ‘Mungkin aku kecapekan,’ batin Tante Clarrisa letih. Ia menenggak mojito-nya. Ia mengernyitkan wajah lalu merasakan kemepyar yang
Baca selengkapnya
37. Si Gembel
Pakansi Jessie kali ini tidak berjalan dengan lancar. Ia hanya ngendon di kamar. Om Wisman keluar sesuai keperluan, lalu kembali menghabiskan waktu dengan kekasih gelapnya.“It’s okay…,” katanya santai. “Rencana tidak harus berjalan sesuai kenyataan. Lagian, aku sudah sering liburan. Agak-agak gagal begini, kan, membikin pakansi kali ini jadi agak-agak berwarna.”Jessie merasa tidak enak. Tapi, kalau dipikir-pikir bukan salahnya juga kalau Tante Clarrisa dan Pak Burhan berada di tempat yang sama. Om Wisman tidak menyebut apa-apa tentang Clarrisa. Laki-laki itu juga tidak menyebut apa-apa tentang Pak Burhan. Jessie pun memilih untuk tidak bertanya padahal sebenarnya ia sangat penasaran.Mengapa Tante Clarrisa ada di sini? Dengan siapa dia datang – nunut undangan grand-opening party siapa, nih? Jangan-jangan Tante Clarrisa dibawa Pak Burhan?Jessie segera menepis kemungkinan. Sepertinya tidak mungkin kalau Tante Clarrisa dibawa Pak Burhan. Mereka kenal dari man
Baca selengkapnya
38. Tugas Pertama
Jessie berusaha mengingat-ingat siapakah John Burgundy. Ia seperti pernah mendengar nama itu. Ia juga seperti pernah melihat wajah dengan rahang tegas itu. Tapi ia tak ingat sama sekali pernah bertemu di mana. Barangkali hanya sama nama dan sama wajah saja. John Burgundy dengan wajah tegas dan sorot mata disiplin bisa jadi siapa saja. Barangkali manajer di salah satu resort atau villa tempat ia dan Om Wisman berpakansi. Saking banyaknya Jessie tak mampu mengingat satu demi satu dengan detail.“Selamat datang di Flowery-Rose Ice Cream Resto, Nona Jessie,” sambut John dengan ramah. Sorot matanya tulus. Sikapnya begitu mengayomi. “Saya harap Anda mendapatkan banyak ilmu untuk menggantikan posisi saya kelak. Saya sangat bangga bisa membimbing Nona Jessie untuk menjadi yang terbaik.”Mommy terlihat sangat bahagia. Ia senang anak perempuannya akhirnya mau memegang salah satu cabang anak perusahaannya. Resto yang kecil-kecil dulu nggak apa-apa, deh, Jessie sudah mau terlibat sa
Baca selengkapnya
39. Buat Ia Menderita
Ponsel milik John mendentingkan notifikasi. Laki-laki itu cepat memeriksa pesan singkat yang dikirim Papi. ‘Siap memegang anak perusahaan di Cina, John? Perusahaan top. Nomor satu. Omzet ratusan milyar. Kepemimpinan John di sana pasti bisa membuatnya lebih pesat lagi.’John termenung-menung. Tawaran yang datang tepat pada waktunya. Selepas dari Flowery-Rose Ice Cream Resto sebaiknya ia pindah saja. Menjadi bos dan tak lagi jadi manajer di perusahaan orang lain benar-benar penawaran yang bagus. Sungguh, laki-laki itu selalu tertantang setiap kali diserahi tugas baru. Terutama tantangan membuat perusahaan menjadi semakin pesat maju.Hanya satu yang membuat John Burgundy masih bertahan sudi menjadi karyawan orang lain. Ia masih ingin mendapatkan cinta Lisa. Gadis cantik, muda, dan sukses. Sayangnya, gadis itu arogan luar biasa. Sulit dikendalikan.“Kalau aku berhasil sekali saja membuat Lisa takluk, aku akan terima tawaran Papi,” janji John
Baca selengkapnya
40. Tepar
“Es krim! Aku suka banget es krim! Ini buatku?” pekik Reni kesenangan. Sengak dan wibawa yang dibikin-bikin kayak biasanya mendadak lenyap. Ekspresinya kegirangan seperti anak SD yang mendapat mainan kesukaan.“Iya, Mbak. Ini buat teman-teman di sini. Eh, di sini cuma ada aku, Mbak Reni, Sisil, dan Mas Bambang, ya? Hehe. Yaa, buat kita semua,” jawab Jessie. “Tapi boleh ambil banyak-banyak. Aku juga bawa banyak banget.”“Sisanya simpan di freezer aja!” saran Reni.Jessie mengangguk. Ia membiarkan penyiar senior yang super-duper galak itu mengambil jatah premannya terlebih dulu. Ia tak menyangka Reni si jutek langsung berubah jadi ramah dan baik setelah diberi es krim.“Aku seneng banget sama es krim. Kecilnya dulu keluargaku orang susah. Mau es krim aja nggak bisa langsung beli. Kudu ngumpulin banyak duit dulu,” lanjut Reni.‘Oh, oke…,’ gumam Jessie di dalam hati. ‘
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status