Semua Bab Cursed : Kutukan Kembar Tampan Season 1-2: Bab 81 - Bab 90
204 Bab
S1: "Siapa dia, Emily?" (18+)
Malam itu juga, Emily yang belum dapat tidur karena masih memikirkan nasib  Earth dan bertanya-tanya dalam hati dimana ia berada sekarang, tiba-tiba saja 'mendapatkan undangan' dari Ocean untuk menemuinya di ruang pertunjukan atau aula tempat mereka dulu bermain piano bersama-sama. Emily biasanya merasa senang dan berdebar-debar bila Ocean menaruh perhatian khusus padanya, namun entah mengapa, setelah beberapa kejadian yang secara tak disengaja mendekatkannya dengan Earth, ia malah menjadi ragu-ragu dan malu sendiri pada Ocean semenjak pertemuan mereka kembali di hutan tadi siang. Seakan-akan Ocean kini pun telah tahu segala yang terjadi dan akan marah besar karena Emily tak mau jujur bila ia sudah mengetahui sesuatu yang penting. Seolah Emily telah menutup-nutupi sebuah dusta besar. "Aku di sini." Ocean belum berkata apa-apa, ia hanya menunduk dalam-dalam memainkan pianonya seperti malam itu, hanya saja entah lagu apa, Emily tak tahu. Iramanya s
Baca selengkapnya
S1: "Ada apa Denganku?" (18+)
(Point-of-view Ocean Vagano:) 'Aku tak tahu mengapa malam ini aku begitu marah kepada Emily yang terang-terangan telah menyelundupkan seseorang tak dikenal ke dalam sini. Walau ia mungkin memang sangat mirip denganku hingga dapat mengelabui semua orang. Mengapa kami semua bisa begitu bodoh? Mengapa bisa begitu lengah di dalam pertahanan sendiri? Aku bukan tipe pria yang kasar dan dominan terhadap wanita, namun aku juga tak dapat menahan gejolak kemarahanku yang membuncah saat tahu gadis yang kusukai selama ini nyaris saja... Kecemburuan dan rasa posesif itu biasanya tak pernah ada. Namun seperti samudra yang bergelora akibat badai yang berhembus di atas permukaannya, perasaanku serta semua kekesalan atas ketidakberadaan dan ketidakberdayaanku keluar. Kuhempaskan Emily ke atas piano itu, dan seakan-akan dengan bertindak demikian ia takkan diinginkan siapa-siapa lagi, segera kulepaskan sebagian besar kain yang menutupi tubuhnya, lalu kuteliti dengan bai
Baca selengkapnya
S1: Yang Kini Bebas, Yang Kini Terpenjara
(Point-of-view Earth Vagano beberapa saat sebelumnya:) 'Malam itu aku tak pulang ke manapun, karena kini aku tak punya tempat untuk berteduh. Dan aku sungguh tak tahu lagi siapa yang bisa kupercaya. Untuk kembali ke paviliun yang ditempati Lilian juga tentunya masih sangat riskan karena aku yakin sekali, banyak penjaga di sana yang sedang mencari Ocean yang entah sudah ditemukan atau sudah kembali ke puri. Aku tak boleh gegabah, walau aku sangat ingin kembali menemui Emily. Namun suasana area puri begitu sepi menjelang tengah malam. Walaupun dikelilingi banyak penjaga, puri yang dikelilingi banyak pepohonan tua tinggi rimbun dan pagar hidup ini tidaklah begitu sukar untuk ditembus. Keahlianku dari dulu adalah bersembunyi di balik bayang-bayang dan menyatu sempurna dengan setiap semak, lekuk pohon berkulit kasar dan tembok bebatuan kusam. Aku bertekad akan mengambil kembali Pedang Terkutuk itu dan menyimpannya baik-baik, sebab waktunya beraksi akan seg
Baca selengkapnya
S1: Emily yang Kini Tak Seperti Dulu Lagi... (18+)
(Point-of-view Emily:) 'Aku bahkan hampir tak ingin mengingat-ingat momen dimana Ocean malam ini begitu marah kepadaku. Aku betul-betul merasakan hal yang berbeda dari biasanya. Karena sebegitu dalamnya cintanya kepadaku, atau karena ia marah sekali atas apa yang sebelumnya kuperbuat? Kuakui, simpati kepada Earth adalah sesuatu yang awalnya adalah spontanitas belaka. Karena ia sosok pria muda labil terluka yang begitu peka, sepolos bocah kecil dan juga masih begitu lugu. Namun di sisi lain, betul kata Ocean, ia bisa jadi sangat berbahaya dan haus darah. Tak terduga. Ia lebih dari sekedar badboy yang kutonton di film-film atau jagoan terluka yang menebar teror di fiksi-fiksi yang kubaca. Sosok tampan yang mengoyak-ngoyak kealiman dan kepolosanku, membukakan mataku yang belum pernah melihat sosok seorang pria dewasa yang seutuh-utuhnya. Dan belum lagi tadi saat Ocean hampir saja melakukan hal yang hampir sama dengan yang Earth lakukan sebelumnya dengank
Baca selengkapnya
S1: Rencana Tak Terduga Lilian
Sementara itu, Lilian di paviliunnya merasa gundah. Ia tak tahu mengapa kepergian Earth dari hadapannya tadi siang memberinya perasaan tak nyaman. Serta tentunya firasat buruk yang selalu menghantuinya semenjak kehadiran pemuda tampan kembar ketiga itu. Ia tahu, apapun rencana Zeus, tetap berjalan. Hidup atau mati, ia sudah menjalankan semua lewat Hannah. Hari ulang tahun Kembar Vagano akan segera tiba. (Point-of-view Doc Lilian:) 'Akankah seseorang atau sesuatu muncul pada hari itu? Dan masihkah dapat dicegah? Bila ya, aku harus bisa mencegahnya. Aku percaya, 'kutukan angka tiga' itu hanyalah karangan Zeus saja. Bukan hal supernatural atau berbau mistis. Tak pernah ada yang namanya hantu, apalagi kutuk-kutukan! Namun aku tak yakin betul bila Zeus telah mati. Dan pemikiran ini sungguh menggangguku. Pagi-pagi sekali, aku pergi ke puri menemui Ocean dan Sky. Mereka segera datang menemuiku di lounge, herannya, tanpa kehadiran Emily.
Baca selengkapnya
S1: Rencana Hannah, Kedatangan Sang Tamu Misterius
(Point-of-view Hannah Miles, beberapa saat sebelumnya:) 'Di sini, di paviliun yang terjaga ketat ini, aku terbaring di atas ranjang tua dan juga masih terpacak, karena belum pulih dari segala luka bakar mengerikan ini. Aku tahu, perjuangan dan misiku hampir berakhir.  Walau beberapa di antaranya sukses besar, namun dengan pahit harus kutemui kenyataan bahwa aku harus kehilangan kecantikan wajahku dan beberapa gigiku. Kini aku adalah nenek sihir tua menyeramkan yang sanggup membuat siapapun lari pontang-panting. Lebih mengerikan dari mimpi buruk, bahkan mungkin kematian! A ha ha ha ha ha! Tak masalah. Bahkan bila Earth si Makhluk Terkutuk yang bodoh itu, yang telah kulepaskan setelah hampir 23 tahun lamanya kupelihara dengan penuh rasa jijik, sekarang turut membenciku! Karena aku memang tak membesarkannya dengan kasih sayang. Cih, untuk apa kubesarkan dia, anak dua orang yang paling kubenci di dunia, Florence dan Zeus! Ia memang telah menjadi anakku, anak
Baca selengkapnya
S1: Rahasia di Luar Dugaan
"Apa maumu, Vagano?" Hannah yang sedang terbaring di atas ranjang tua di dalam paviliun itu tahu siapa penerobos masuk misterius malam itu. Namun karena suasana gelap, ia tak tahu yang mana. Dan pemuda itu memakai jas bertudung. "Kau pasti Earth..." dengan geli ia tertawa-tawa, suaranya kering, mengerikan seperti wajah tuanya yang setengah terbakar dan hancur lebur. "Tak perlu menyelamatkanku sekarang dan membunuh penjaga-penjaga di luar. Cih, aku tak butuh kau selamatkan." "Aku tak membunuh mereka, hanya 'melumpuhkan' mereka sedikit. Dan aku bukan Earth. Aku hanya ingin mempertemukanmu dengan seseorang yang sangat kau rindukan selama ini... Aku sudah pernah bertemu dengannya dan kau akan segera tahu." Kembar Vagano misteris itu maju, di tangannya selembar saputangan yang sudah diberi cairan kloroform segera ditutupkannya ke wajah Hannah. Membekap erat wanita tua itu hingga kehilangan kesadaran. "Dan s
Baca selengkapnya
S1: Tiga dalam Satu Lubang yang Sama
(Point-of-view Emily:) 'Pagi ini aku terbangun. Tak ada siapapun atau apapun terjadi. Tak ada sapa atau ketuk pintu dari Ocean seperti biasanya saat aku terlambat bangun. Aku tahu, ia pasti masih marah terhadapku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Memang aku belum bisa memutuskan kemana aku pergi, apakah aku suka dan mencintai dirinya atau malah adiknya. Sebesar apapun cinta Ocean, tiada berarti bila aku belum tahu apakah aku merasakan hal yang sama. Demikian pula Earth. Kurasa Ocean mempesonaku, tapi Earth lebih menawanku. Aku bangkit dari ranjang dan pergi ke pintu. Terkunci. Kurasa memang Ocean tak ingin aku keluar dari sini. Aku mendadak merasa seperti burung dalam sangkar emas. Di meja kopi dekat balkon, kulihat beberapa persediaan makanan dan minuman untukku. Kurasa hanya itu yang kupunya untuk saat ini hingga ada yang membukakanku pintu.
Baca selengkapnya
S1: Yang Mencari, Yang Hampir Bertemu
(Point-of-view Earth Vagano:) 'Aku memang telah pergi dari puri dan kembali mengembara di pulau. Untuk sementara ini aku tak tahu harus bagaimana. Begitu kuat keinginanku untuk kembali menerobos masuk ke dalam puri, bertemu dengan Emily atau menculiknya sekalian, juga mengambil kembali Pedang Terkutuk. Sebab harinya memang semakin dekat, dan aku tak ingin rencana ini gagal. Pedang Terkutuk harus kumiliki, dan Ocean dan Sky harus kusingkirkan! Bila dulu Hannah 'menempaku' hanya demi menjadi perpanjangan tangannya membunuh kedua kakak kembarku, kali ini motivasiku bertambah. Apalagi dan siapa lagi bila bukan Emily! Malam itu kurasa Ocean dan dia entah melakukan ataupun hampir melakukan sesuatu yang tak ingin kubayangkan. Menggigil dalam kemarahan, untuk pertama kalinya dalam hidupku aku menyesal tak menerobos masuk 'menyelamatkan' gadis yang sedang 'dalam bahaya' itu. Kuharap Ocean tak menyakitinya, apalagi berhasil memiliki jiwa raganya! Huh, p
Baca selengkapnya
S1: Dua nan Diam-diam Memendam Rahasianya
Sementara di luar, di hutan dekat lubang jendela keluar darurat dimana Lilian sedang turun sendirian untuk 'mencari Zeus', Ocean dan Sky duduk berjauhan di atas rumput di bawah pohon rindang, menunggu dalam diam. Keduanya tak banyak bicara dan juga tak berinteraksi. Masing-masing saling heran dengan apa yang terjadi di antasa mereka. Bukan hal yang wajar, karena selama mereka bersama, baru beberapa hari yang lalu mereka untuk pertama kalinya tidak kompak, dan puncaknya adalah hari ini. Ocean diam-diam masih mencemaskan Emily. Ia begitu takut pada apa yang hampir saja ia perbuat semalam, hampir menodai gadis itu. Merenggut paksa kesucian satu-satunya wanita muda di pulau ini hanya gegara cemburu pada Earth, adik bungsunya yang belum juga terlihat. Ia khawatir Emily malah berbalik membencinya dan malah betul-betul berbalik pada Earth. Maka ia berjanji, sepulangnya dari tempat ini nanti, ia akan meminta maaf. Sekaligus nanti pada hari ulang tahun ke 23, Ocean ingin memb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
21
DMCA.com Protection Status