Semua Bab My Possessive Sugar Daddy: Bab 21 - Bab 30
152 Bab
Percaya aku.
Dominic tidak ikut treatment. Dia hanya menemani Chalondra sambil memeriksa pekerjaannya di tablet. Dom sengaja memilih therapist yang sudah berusia senja. Selain pijatannya sudah pasti lebih oke, Dom tidak ingin nanti therapistnya justru lebih perhatian kepadanya ketimbang pasien yang sedang dia pegang. Bukan bermaksud tinggi hati, namun itulah kenyataannya. Dominic sudah pasti jadi pusat perhatian dimana pun dia berada. Dan biasanya therapist yang lebih muda sering melakukannya.Sesekali dia melihat Chalondra yang merem melek lantaran terlena dengan pijitan-pijitan di seluruh tubuhnya. Pria itu tersenyum senang. Jika sekarang Chalondra sudah dibuat nyaman dan kembali bugar, itu artinya sesi jacuzzi mereka akan berjalan dengan panas nanti. Dominic mengulum senyum sambil menatap tabletnya."Jangan gila, Dad..." desis Chalondra yang melihat sugar daddy-nya senyum-senyum sendiri."Biarin..." balas Dom cuek."Miris banget aku jatuh cinta sama om-om gila..."
Baca selengkapnya
Gugatan cerai.
Flashback hari Minggu sebelumnya... Pagi hari, sekitar pukul delapan, Reina sedang bersiap untuk menghadiri arisan alumni kampus ibunya yang kebetulan diadakan di rumah orangtuanya sendiri. Dia juga mengajak Dominic dan laki-laki itu mau tidak mau harus ikut lantaran diminta langsung oleh ibunya. Satu hal yang masih harus disyukuri Reina, sekalipun Dominic membencinya, pria itu masih bisa diajak kompromi untuk bersandiwara untuk menunjukkan kalau rumah tangga mereka baik-baik saja. Setidaknya, ayah Reina yang sedang sakit-sakitan tidak akan kepikiran tentang dia. Yaa… meskipun setelah itu Dominic akan kembali seperti orang asing setelah mereka pulang ke rumah. Saat sudah berada di dalam mobil dan siap untuk berangkat, Dominic tiba-tiba mengingat bahwa dompetnya tertinggal di ruang tamu. Dia pun kembali masuk ke rumah dengan tanpa membawa ponselnya yang dia letakkan begitu saja di atas kursi. Saat itulah, Reina mendapati sesuatu yang disembunyikan oleh Dom, suaminya.
Baca selengkapnya
Seperti ini dulu.
Namun harapan Dominic untuk segera mewujudkan perceraiannya dengan Reina tidak semulus rencana yang sudah dia susun. Tidak ada angin ataupun hujan, keesokan harinya ayah mertuanya mendadak dilarikan ke rumah sakit. Sakit jantungnya kumat dan menurut info dari dokter yang menangani, sebelum dibawa ke rumah sakit, beliau sempat tidak sadarkan diri. Dominic menghela napas. Map gugatan cerai yang sudah ditandatangani oleh Reina kembali dia simpan dalam brankas yang ada di dalam kantornya. Dia masih punya hati. Tidak mungkin mendesak untuk berpisah sementara kondisi sedang tidak kondusif seperti ini. Sekarang Dom sedang menunggu Chalondra di sebuah café. Dia mengajak gadis itu ketemuan karena galau dengan urusan rumah tangganya. Sebuah café yang mempunyai ruangan khusus untuk privat meeting dan Dominic sudah memesan ruangan tersebut. Ponsel Dom berbunyi, Chalondra memanggil. Gadis itu sudah ada di luar dan meminta Dominic untuk keluar. Namun Dom mengirim waitress
Baca selengkapnya
Mulai bergejolak.
Time flies... tak terasa satu tahun pun berlalu. Dominic dan Reina masih belum bisa mewujudkan perceraian mereka karena ayah Reina justru mengalami koma setelah penanganan dokter satu tahun yang silam. Saat itu, Reina sudah pasrah dengan apa pun keputusan Dominic karena dia tau Dominic sudah tidak sabar ingin menikahi Chalondra. Namun kenyataannya, pria itu masih menaruh iba. Status pernikahan pun digantung entah sampai kapan. Tidak ada kepastian dari tim medis kapan mertuanya akan sadarkan diri. Yang pasti, Reina tetap bersama anjar dan Dominic pun tetap menjalin hubungan dengan Chalondra. Malahan sekarang keduanya lebih mirip seperti sepasang suami istri karena Chalondra diijinkan oleh orangtuanya untuk menyewa sebuah apartemen lantaran kampusnya yang jauh dari rumah. Dominic cukup telaten mengurus semua anak buah Chris Ellordi yang bertugas mengawasi Chalondra. Tapi dia harus mengakui kalau dia sedikit kewalahan selama satu tahun ini. Namun demi quality time-nya d
Baca selengkapnya
Si Firdaus ini.
Keesokan harinya Dominic segera memanggil kepala bagian purchasing untuk mendengar penjelasan yang lebih mendetail mengenai pergantian supplier mereka. Arita -lebih tepatnya Dominic memanggil wanita berusia empat puluhan itu dengan sebutan 'Bu Arita'- datang ke ruangan Dominic dengan membawa berkas-berkas yang sudah dia persiapkan di dalam sebuah map khusus. Mungkin beliau sudah punya feeling kalau Dominic akan memanggilnya setelah membuat laporannya kemarin sore. Dia benar-benar mengenal atasannya itu. "Bu Arita, silakan duduk, Bu." Dominic yang sudah menunggu di sofa set-nya berdiri sebentar untuk menyambut wanita yang lebih tua darinya itu. Dom jelas sangat tau tentang tata krama. Arita pun duduk di kursi yang ada di seberang Dominic. Setelahnya Dom kembali duduk. "Bu, bisa ceritakan tentang Sagara Natural?" Dominic langsung memulai pembicaraan dengan menyebutkan nama perusahaan supplier bahan baku mereka. Dia sudah membuat posisi duduk yang siap untuk men
Baca selengkapnya
Nasehat seorang ayah.
Setelah Dominic pergi begitu saja tanpa memberinya kesempatan untuk bicara, Firdaus pun segera kembali masuk ke dalam gedung kantor dan langsung menuju lantai empat, alias lantai divisi marketing mereka. Baru saja keluar dari lift, pria itu dengan terburu-buru langsung menghampiri seseorang yang bertanggung-jawab dalam mengurus kontrak bisnis dengan klien-klien mereka. Namanya Julie, seorang wanita berusia tiga puluh lima yang sudah lama mengabdi di Sagara natural, jauh sebelum Firdaus ada. “Bu Julie …” Firdaus memanggil dengan napas yang terengah-engah. Wanita yang sedang mengerjakan sesuatu di komputer pribadi miliknya itu pun menengadah dan memasang wajah bertanya kepada Firdaus. “Saya mau bertanya soal kontrak Inti Global.” “Kenapa, Pak? Bukannya kemarin saya sudah mengeluarkan surat keputusan soal itu?” jawab Julie dingin. Hah, dia sudah menebak hal ini akan terjadi. Tapi dia tidak menyangka akan secepat ini. “Ibu Julie tidak menjelaskan
Baca selengkapnya
Ada masalah apa?
Dominic melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju mall yang tertera di tiket bioskop yang baru saja difoto Chalondra untuknya. Dia tidak ingin terburu-buru. Sebelum bertemu gadis itu, Dominic berusaha membuat pikiran dan jiwanya tenang. Pembicaraannya dengan Marcus, ayahnya, tentu saja mengusik dirinya dan tidak bisa dipungkiri dia cukup gusar karenanya. Dia mulai memikirkan arti dari kata-kata Marcus yang mengatakan dia sedang dalam bahaya. Apa gerangan yang telah diketahui Marcus? Alih-alih memberitahu Dominic tentang bahaya yang dia maksud, pria tua itu malah terkesan hanya ingin memperingatkan tanpa menawarkan bantuan. Tapi tidak apa-apa. Dominic memang tidak berniat mengandalkan ayahnya tiap kali dia terjerat dalam masalah. Dom hanya penasaran dengan maksud Marcus, sampai-sampai ayahnya itu berani melewati batas dengan menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui perihal kekasih muda puteranya. Jika tidak ada apa-apa, mungkin Marcus akan tetap keep silent dan
Baca selengkapnya
Remuk redam.
Jika satu jam yang lalu, saat dia berangkat ke mall tersebut dengan perasaan yang ringan, enteng karena tidak ada kerjaan yang urgent di kantor, sekarang Brandon pulang dengan perasaan yang kacau. Dia tidak salah lihat tadi. Itu adalah Dominic. Pria yang dipilih Chalondra untuk menemaninya menonton. Dominic, putera tunggal pewaris PT. Inti Global Paper, musuh terbesar perusahaan mereka, Cakrawala Paper. Sejuta pertanyaan berkecamuk dalam benak Brandon. Bagaimana bisa mereka saling mengenal? Bagaimana awalnya mereka sampai sedekat itu? Brandon tidak buta sehingga tidak bisa membaca arti dari gesture tubuh keduanya saat duduk di sofa. Adiknya jelas-jelas bergelanyut manja di lengan laki-laki itu. Saat mereka berjalan menuju bioskop pun, Chalondra memeluk pinggang Dominic dan laki-laki itu merangkul pundak adiknya. Lalu, bukankah Dominic itu sudah punya istri?? Ya Tuhaaaannn! Apa yang sedang terjadi sekarang? Bagaimana bisa mereka menjalin hubungan yang seperti itu seme
Baca selengkapnya
Kakek rindu.
"Kita bicara di kamar kamu." Brandon melihat kondisi Chalondra yang begitu shock mendengar apa yang baru saja dia ucapkan. Pria bertubuh tinggi itu pun berinisiatif untuk membuat adiknya merasa nyaman terlebih dahulu sebelum membahas ini lebih lanjut. Ini sangat krusial dan menyangkut masa depan Chalondra sendiri. Chalondra pun membiarkan Brandon menggendongnya masuk ke dalam rumah. Dia begitu lemah dan tidak bisa memikirkan apa pun. Informasi yang diberikan Brandon memberikan efek kejut yang membuat seluruh tulang-tulangnya lemas kehilangan seluruh tenaga. Setibanya di kamar Chalodra, Brandon pun mendudukkan adiknya di tepi kasur queen size miliknya. Setelah itu, dia berjongkok di hadapan Cha dan berpegang pada lututnya. Chalondra sendiri langsung menutup matanya. Dia sama sekali tidak berani menatap Brandon yang masih terlihat begitu marah kepadanya. Wajah dingin abang sematawayangnya itu adalah hal terseram kedua setelah wajah penuh amarah ayahnya, Chris.
Baca selengkapnya
Pintu pertama.
Dominic tidak berhenti memikirkan kejadian yang baru saja dia alami di dalam lift. Setelah mengantar Ares ke mobil pribadinya di loby, pria itu langsung kembali ke ruangannya dan menyuruh Dann untuk bersiap. Mereka akan ke kantor Sabda Alam Corps untuk membahas kerja sama mereka. Lalu di sinilah mereka sekarang. Di dalam sedan mahal kepunyaan Dominic yang sedang melaju membelah padatnya jalan raya. Pria itu duduk menatap ke luar jendela sambil tidak berhenti berpikir dan menganalisa apa yang sedang terjadi sekarang. Tadi Ares menelepon cucunya yang tidak lain adalah Chalondra. Ya, Chalondra-nya. Memangnya sebesar apa peluang orang lain punya nama yang sama seperti ‘Chalondra’? Itu nama yang unik dan tidak pasaran. Selain itu Dom juga sangat mengenal suara Chalondra yang keluar dari lubang speaker handphone. Itu jelas-jelas suara gadis kecil yang sejak tadi malam tidak memberi kabar padanya. Dominic pun tidak bodoh dalam mengartikan nada suara Ares saat berbin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
16
DMCA.com Protection Status