Keesokan harinya Dominic segera memanggil kepala bagian purchasing untuk mendengar penjelasan yang lebih mendetail mengenai pergantian supplier mereka. Arita -lebih tepatnya Dominic memanggil wanita berusia empat puluhan itu dengan sebutan 'Bu Arita'- datang ke ruangan Dominic dengan membawa berkas-berkas yang sudah dia persiapkan di dalam sebuah map khusus. Mungkin beliau sudah punya feeling kalau Dominic akan memanggilnya setelah membuat laporannya kemarin sore. Dia benar-benar mengenal atasannya itu.
"Bu Arita, silakan duduk, Bu." Dominic yang sudah menunggu di sofa set-nya berdiri sebentar untuk menyambut wanita yang lebih tua darinya itu. Dom jelas sangat tau tentang tata krama.
Arita pun duduk di kursi yang ada di seberang Dominic. Setelahnya Dom kembali duduk.
"Bu, bisa ceritakan tentang Sagara Natural?" Dominic langsung memulai pembicaraan dengan menyebutkan nama perusahaan supplier bahan baku mereka. Dia sudah membuat posisi duduk yang siap untuk men
Daus, Daus... tamatlah riwayatmu. Btw makasih udah baca sampai sini. Makasih juga untuk yang udah subscribe. Kalau berkenan follow IG-ku Ootbaho yaa. Love youu 🥰🥰
Setelah Dominic pergi begitu saja tanpa memberinya kesempatan untuk bicara, Firdaus pun segera kembali masuk ke dalam gedung kantor dan langsung menuju lantai empat, alias lantai divisi marketing mereka. Baru saja keluar dari lift, pria itu dengan terburu-buru langsung menghampiri seseorang yang bertanggung-jawab dalam mengurus kontrak bisnis dengan klien-klien mereka. Namanya Julie, seorang wanita berusia tiga puluh lima yang sudah lama mengabdi di Sagara natural, jauh sebelum Firdaus ada. “Bu Julie …” Firdaus memanggil dengan napas yang terengah-engah. Wanita yang sedang mengerjakan sesuatu di komputer pribadi miliknya itu pun menengadah dan memasang wajah bertanya kepada Firdaus. “Saya mau bertanya soal kontrak Inti Global.” “Kenapa, Pak? Bukannya kemarin saya sudah mengeluarkan surat keputusan soal itu?” jawab Julie dingin. Hah, dia sudah menebak hal ini akan terjadi. Tapi dia tidak menyangka akan secepat ini. “Ibu Julie tidak menjelaskan
Dominic melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju mall yang tertera di tiket bioskop yang baru saja difoto Chalondra untuknya. Dia tidak ingin terburu-buru. Sebelum bertemu gadis itu, Dominic berusaha membuat pikiran dan jiwanya tenang. Pembicaraannya dengan Marcus, ayahnya, tentu saja mengusik dirinya dan tidak bisa dipungkiri dia cukup gusar karenanya. Dia mulai memikirkan arti dari kata-kata Marcus yang mengatakan dia sedang dalam bahaya. Apa gerangan yang telah diketahui Marcus? Alih-alih memberitahu Dominic tentang bahaya yang dia maksud, pria tua itu malah terkesan hanya ingin memperingatkan tanpa menawarkan bantuan. Tapi tidak apa-apa. Dominic memang tidak berniat mengandalkan ayahnya tiap kali dia terjerat dalam masalah. Dom hanya penasaran dengan maksud Marcus, sampai-sampai ayahnya itu berani melewati batas dengan menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui perihal kekasih muda puteranya. Jika tidak ada apa-apa, mungkin Marcus akan tetap keep silent dan
Jika satu jam yang lalu, saat dia berangkat ke mall tersebut dengan perasaan yang ringan, enteng karena tidak ada kerjaan yang urgent di kantor, sekarang Brandon pulang dengan perasaan yang kacau. Dia tidak salah lihat tadi. Itu adalah Dominic. Pria yang dipilih Chalondra untuk menemaninya menonton. Dominic, putera tunggal pewaris PT. Inti Global Paper, musuh terbesar perusahaan mereka, Cakrawala Paper. Sejuta pertanyaan berkecamuk dalam benak Brandon. Bagaimana bisa mereka saling mengenal? Bagaimana awalnya mereka sampai sedekat itu? Brandon tidak buta sehingga tidak bisa membaca arti dari gesture tubuh keduanya saat duduk di sofa. Adiknya jelas-jelas bergelanyut manja di lengan laki-laki itu. Saat mereka berjalan menuju bioskop pun, Chalondra memeluk pinggang Dominic dan laki-laki itu merangkul pundak adiknya. Lalu, bukankah Dominic itu sudah punya istri?? Ya Tuhaaaannn! Apa yang sedang terjadi sekarang? Bagaimana bisa mereka menjalin hubungan yang seperti itu seme
"Kita bicara di kamar kamu." Brandon melihat kondisi Chalondra yang begitu shock mendengar apa yang baru saja dia ucapkan. Pria bertubuh tinggi itu pun berinisiatif untuk membuat adiknya merasa nyaman terlebih dahulu sebelum membahas ini lebih lanjut. Ini sangat krusial dan menyangkut masa depan Chalondra sendiri. Chalondra pun membiarkan Brandon menggendongnya masuk ke dalam rumah. Dia begitu lemah dan tidak bisa memikirkan apa pun. Informasi yang diberikan Brandon memberikan efek kejut yang membuat seluruh tulang-tulangnya lemas kehilangan seluruh tenaga. Setibanya di kamar Chalodra, Brandon pun mendudukkan adiknya di tepi kasur queen size miliknya. Setelah itu, dia berjongkok di hadapan Cha dan berpegang pada lututnya. Chalondra sendiri langsung menutup matanya. Dia sama sekali tidak berani menatap Brandon yang masih terlihat begitu marah kepadanya. Wajah dingin abang sematawayangnya itu adalah hal terseram kedua setelah wajah penuh amarah ayahnya, Chris.
Dominic tidak berhenti memikirkan kejadian yang baru saja dia alami di dalam lift. Setelah mengantar Ares ke mobil pribadinya di loby, pria itu langsung kembali ke ruangannya dan menyuruh Dann untuk bersiap. Mereka akan ke kantor Sabda Alam Corps untuk membahas kerja sama mereka. Lalu di sinilah mereka sekarang. Di dalam sedan mahal kepunyaan Dominic yang sedang melaju membelah padatnya jalan raya. Pria itu duduk menatap ke luar jendela sambil tidak berhenti berpikir dan menganalisa apa yang sedang terjadi sekarang. Tadi Ares menelepon cucunya yang tidak lain adalah Chalondra. Ya, Chalondra-nya. Memangnya sebesar apa peluang orang lain punya nama yang sama seperti ‘Chalondra’? Itu nama yang unik dan tidak pasaran. Selain itu Dom juga sangat mengenal suara Chalondra yang keluar dari lubang speaker handphone. Itu jelas-jelas suara gadis kecil yang sejak tadi malam tidak memberi kabar padanya. Dominic pun tidak bodoh dalam mengartikan nada suara Ares saat berbin
Chalondra menangis dalam diam di sebelah Brandon. Di kepalanya masih terlintas wajah Dom yang bisa dia tangkap lewat ekor matanya tadi. Sudut bibir pria itu berdarah dan itu membuat hati Chalondra tercabik-cabik. Sekarang dia sangat ingin kabur memeluk Dominic dan menangis di dada bidang laki-laki itu. Dia ingin Dominic tau betapa dia sangat merindukan Dom satu malam ini. Namun Brandon selalu berusaha membuat pikirannya fokus pada kelicikan Dominic. Dia selalu diingatkan kalau Dominic jelas punya maksud jahat dalam hubungan diam-diam mereka. Bagaimana pun Dominic pasti tidak ingin merusak nama baiknya dengan perceraian. Dominic pasti hanya ingin memanfaatkannya karena Chalondra adalah putri dari Chris Ellordi. Meskipun sudah menelan semua perkataan Brandon bulat-bulat sejak tadi malam, tetap saja hati Chalondra luluh saat mendengar pria itu menyebut namanya dan mengetahui Dominic sangat ingin berbicara kepadanya. Air matanya pun tak berhenti bercucuran mengingat dia
Dominic mengerutkan dahinya mendengar ucapan Marcus barusan. Ada apa lagi ini? Ternyata ada banyak hal yang tidak dia ketahui meskipun sudah lama terlibat dalam perusahaan ayahnya. "Masalah di masa lalu? Bukannya pak Ares itu teman papa sejak awal mendirikan Inti Global? Masalah seperti apa yang papa maksud?" Marcus mengangguk-angguk sambil masih berdiam. "Ini rumit, Dom. Baguslah kamu memberi tahu papa soal ini. Papa jadi tahu kalau kita masih perlu waspada dan jangan menganggap remeh keberadaannya." "Sebenarnya aku tidak terlalu menyukai beliau, Pa. Dari dulu. Gerak geriknya mencurigakan." Marcus memandangi Dom dengan serius. "Oh ya? Kenapa bisa demikian?" "Entahlah. Papa kan menyuruhku untuk menilai setiap orang-orang yang menjadi anggota direksi dan komisaris. Dari keseluruhan, hanya pak Ares yang sedikit berbeda. Kesannya dia tenang, tapi menghanyutkan." "Bagus. Asah terus intuisimu itu. Kita harus berhati-hati. Apalagi kau, Dom.
Brandon mendengar semua obrolan Chalondra dan Dominic lewat earpiece yang ada di dalam telinganya. Chalondra mungkin tidak menyadari kalau Brandon sudah menempelkan alat penyadap di dalam tas yang sekarang dia bawa. Tentu saja Brandon harus melakukannya saat dia terpaksa mengizinkan adiknya itu kembali menemui Dominic. Ketakutannya pun terjadi. Kedua orang itu benar-benar saling jatuh cinta. Brandon sangat bisa mengartikan kata demi kata yang keluar dari mulut Dominic. Pria itu sepertinya sungguhan akan memperjuangkan Chalondra. Entah itu kabar baik atau justru kabar buruk, yang pasti Brandon semakin pusing memikirkan bagaimana akhir dari semuanya ini. Jam di ruangannya menunjukkan pukul tujuh malam. Sudah seharusnya dia pulang. Lantai dimana dia berada pun sudah semakin sepi. Brandon memutuskan untuk pulang saja. Dia ingin tidur lebih cepat. Ah tidak. Dia ingin menginterogasi Chalondra lagi. Brandon keluar dari ruangannya. Dia melihat sekeliling dan sudah ko