All Chapters of Walk On Memories: Chapter 71 - Chapter 80
107 Chapters
(71) Gagal Memahami Orang-Orang Sekitar
“Johan, apa Nona Bella belum juga keluar kamar?” Elard bertanya pada Johan, matanya menatap pintu kamar Bella sendu.“Tidak, Dokter Nona Bella masih belum keluar dari kamarnya. Tuan Muda mengatakan kalau Nona Bella tidak ingin diganggu dulu.” Johan menjawab pelan, matanya juga menatap pintu kamar Bella sendu.Elard berjalan mendekati kamar Bella, telinganya menangkap suara pecahan. Elard membelalakkan matanya, “Johan, apa kamu mendnegar hal yang sama?”Johan mengangguk, “Iya, Dokter saya mendengar pecahan kaca. Apakah saya harus mengatakannya pada Tuan Muda?”Elard menimbang-nimbang, “Baiklah, kita tetap harus meminta izin pada Tuan Muda. Johan, cepatlah, perasaanku tidak enak, aku merasa ada yang tidak beres dengan Nona Bella.”Johan mengangguk, “Baiklah, saya akan menemui Tuan Muda sekarang.”Johan sudah pergi, Elard masih berdiri di depan kamar Bella. tangannya gemeta
Read more
(72) Mengapa Semua Orang Berbohong
“Mama … lautnya sangat indah.” Bella berucap ceria.Fiona tersenyum, ujung tangannya membelai rambut Bella sayang, “Iya, sayang … lautnya sangat indah.”Bella menatap Fiona lama, “Mama, apa boleh Bella di sini bersama mama dan papa?”Andreas menanggapi dengan senyuman hangat di bibirnya, “Bella mau begitu?”Bella mengangguk semangat, “Iya, papa Bella  sudah pakai gaun yang paling cantik, apa papa tega nggak mau ajak Bella pergi?” gadis ini cemberut.Andreas dan Fiona kompak tertawa, “Baiklah, ayo ikut mama dan papa pergi. Papa akan nunjukin tempat yang paling indah untuk Bella.”Bella bertepuk tangan, “Papa papa papa, apakah di sini ada buku cerita?”Fiona tertawa pelan, tangannya menyentuh puncak kepala Bella, “Tentu saja ada, sayang … semua yang Bella mau ada di sini.”Bella menatap Fiona dengan wajah baha
Read more
(73) Bella Tidak Pernah Bahagia
“Tuan muda, apa Anda membutuhkan sesuatu?” Mark menggeleng.“Tidak, Johan kamu pulanglah. Nikmatilah hari liburmu.” Johan mengangguk, ia membungkukkan sedikit badannnya dan berlalu meninggalkan Mark.“Huhh,” Mark menghembuskan napasnya.“Sebenarnya, Bella itu kenapa? Kenapa semua orang seolah nyembunyiin ini dari aku?”Mark menatap kakinya, “Apa aku bisa ke kamar Bella sendiri?”“Aku nggak bisa ngambil resiko sebesar itu, tapi aku bisa apa? Kalau pun terjadi sesuatu dengan Bella, itu semua kesalahanku.”Mark mengepalkan tangannya. ia membaringkan tubuhnya, matanya menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang sulit digambarkan.Kara mengetuk kamar Mark, “Tuan Muda, saya membawakan obat untuk Anda.”“Masuklah, Dokter Kara.” Mark berucap pelan.“Anda minum ini dulu, setelah itu Anda bisa istirahat, Tuan.” Mark men
Read more
(74) Tidak Punya Rumah untuk Pulang
 Saat mata Bella terbuka, ia hanya menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Seberapa kuat ia berusaha untuk mencerna yang terjadi dengannya, ia tidak bisa. Otaknya seolah mengingat kejadian di alam bawah sadarnya, tetapi ia tidak bisa mengatakan apapun.“Apa yang terjadi denganku? Sekarang aku bangun?”Bella melepaskan peralatan medis di tubuhnya, dengan leluasa Bella menghirup udara di sekitarnya.Tangannya memegang dada, “Rasanya dadaku sakit, tapi sekarang kenapa baik-baik aja?”Bella menatap kedua tangannya, “Rasanya tanganku baru aja menyentuh hal yang hangat, tetapi apa …?”Matanya terfokus pada sayatan di pergelangan tangannya, sudut matanya mengalir setetes cairan bening. Bella memejamkan matanya, mengingat setiap kata dan kalimat yang dikatakan Mark membuatnya merasa tidak berarti hidup di dunia.“Kenapa orang maksa aku hidup saat aku sendiri nggak ada gairah buat
Read more
(75) Hadiah
Elard datang ke kamar Bella, “Nona Bella, bagaimana kondisi Anda sekarang?”Bella menatap Elard dengan wajah datar, “Kenapa kamu bertanya kondisiku, kalau kamu ingin pergi pergilah sekarang, tidak usah menunggu kondisiku membaik, Elard!”Elard menggaruk kepalanya, “Nona, saya tidak ingin mengatakan itu saya hanya ingin bertanya saja.”Bella tertawa, air matanya mengalir di wajahnya, “Apakah kamu yang membuatku hidup kembali, Elard?”Elard hanya menjawab, “Saya tidak akan bertanya apa alasan Anda melakukan percobaan bunuh diri, tetapi Nona menyelamatkan hidup seseorang adalah tugas saya sebagai dokter.”Bella memandang ke depan dengan pandangan kosong, “Kamu memaksaku untuk hidup, padahal aku tidak memiliki keinginan untuk hidup. Bukankah itu termasuk kejahatan, Elard?”Elard tidak tahu harus mengatakan apa, jadi ia diam sambil menatap Bella yang menghapus air mata.
Read more
(76) Mulai Menikmati Hidup
Bella menatap ke depan, bibir tipisnya tersenyum. Melihat itu, Elard tidak kuat untuk ikut tersenyum juga. Elard berkata lembut, “Nona, bukankah ini sangat menyenangkan?”Bella mengangguk tipis, “Iya, ini sangat menyenangkan.”Sambil memainkan pasir, Elard kembali berucap pelan, “Setiap kali pikiran saya kalut, saya akan mendatangi pantai. Saya tidak melakukan apapun, saya hanya ingin bermain pasir saja seperti ini. Apakah Anda ingin mencobanya?”Bella mengangguk, “Aku ingin mencobanya, apapun yang kamu lakukan di sini aku juga akan melakukannya.”Elard terbahak, “Kenapa Anda mengikuti saya?”Bella hanya menjawab pelan, “Aku ingin sepertimu, melihat dunia dengan cara yang menyenangkan.”Elard diam, Bella kembali berucap, “Kamu menyadarinya atau tidak, kamu berhasil mengubah pandanganku pada dunia, Elard. Tadinya aku pikir hidup sendiri itu tidak menyenangkan, seper
Read more
(77) Pengawal Baru
Saat Bella pulang ke kediaman Wilson, wanita tua yang Bella panggil ‘nenek’ sedang duduk di kursi ditemani oleh Stefene.“Bella, aku dengar dari kepala sekolah kalau kamu membuat keributan. Apa yang terjadi?”Bella tersenyum tipis, kepalanya ia gelengkan, “Tidak ada, nenek. Aku hanya membawa beberapa pengawal saja ke sekolah.”Nenek menatap Bella bingung, “Kenapa? Kamu tidak pernah melakkan ini sebelumnya. Apa yang terjadi di sekolahmu?”“Tidak ada, nenek aku hanya merasa ada seseorang yang mengawasiku diam-diam.”Nenek menatap bella khawatir, “Stefene!” nenek memanggil stefene dengan suara tegasnya.“Iya, nyonya?”“Kamu harus menemani Bella, termasuk ke sekolahnya. Dan kamu Bella, tinggal di sini saja, tidak perlu tinggal sendiri lagi.”Bella tersenyum tipis, ia mengangguk, “Baik, nenek.”Selama di sini, Bella tid
Read more
(78) Aku Tidak Ingin Membantunya
Tidak ada yang masuk, Bella mengepalkan tangannya. Ia sudah berrniat ingin mempermalukan Sennie, tapi mengapa ia sendiri yang mempermalukan diri di depan teman-teman kelasnya.“Lo kenapa? Lo manggil siapa?” Dika membantu Bella berdiri.Bella masih bingung, ke mana Edi berada saat ini. Bella sudah memberikan perintah dengan jelas untuk berdiri di depan kelas.Tangan Bella terkepal, Dika berucap pelan, “Udah, ayo pergi.”Dika membawa jemari Bella di tangannya, “Duduk di samping gue!”Bella menatap Dika tidak mengerti, “Aku nggak mau.”Dika memejamkan matanya, “Kenapa? Lo mau diganggu Sennie lagi? Ikut sama gue.”“Aku nggak takut sama Sennie, kenapa harus aku yang menjauh dari dia.”“Mau lo apa? Lo mau lawan dia?”Bella mengangguk tegas, “Iya, sampai kapan aku harus diam terus? Lagipula, ini tahun terakhir aku di sini.”Di
Read more
(79) Sendiri
Bella sudah berada di dalam kelasnya, ia duduk sambil membaca buku kesayangannya.Getaran ponsel membuat konsentraisnya hancur, Bella meraih ponselnya yang berwarna putih lalu membaca pesan singkat tersebut di dalam hati.Wajahnya nampak cerah, ia segera mengetikkan balasan. “Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Ah iya, aku merasa bahagia setelah melakukan saranmu, aku mulai menikmati hidupku dengan sangat baik. Elard … terima kasih! Ayo kita bertemu saat liburan!”Bella menutup ponselnya, wajahnya masih nampak cerah membuat Dika yang duduk di pojok nampak penasaran.“Hei!” revan menganggetkan Dika.“Napa lo?” tanya Dika sedikit ketus.Revan terbahak, ia berujar, “Nanti malam ke bar, kuy! Gue bosen di rumah terus.”Dika menggeleng, “Gue nggak mau, mama nggak suka gue nakal.”Revan menatap Dika sinis, ia berdecih dengan sangat jelas, “Cih, anak mama bang
Read more
(80) Satu Nama Terlintas
Dika tak pernah menyangka jika hidupnya akan jadi seperti ini. Rasanya … dulu ia memiliki segalanya. Kasih sayang, uang, kebahagiaan, ia memiliki itu bahkan menguasainya. Tetapi … mengapa dalam sekejap hal itu hilang dalam genggamannya?Siapa yang mencurinya?Setiap saat, Dika memikirkan itu. Siapa yang mencurinya? Tidak, tetapi sebenarnya … siapakah yang membuatnya kehilangan segalanya?Dika terkadang begitu frustasi memikirkan itu. Tetapi ia tak bisa menemukan jawabannya.Sekarang, seorang teman yang bisa menjadi tempatnya berkeluh kesah pun Dika tak punya. Ia menyadari satu hal, ia memang memiliki cukup banyak teman, tetapi tak seorang pun yang bisa membuatnya bisa bercerita tentang masalah hidupnya.Jika bisa memutar waktu saat Dika memiliki kebahagiaan, Dika ingin memiliki satu teman. Yang tanpa mengatakan apapun, teman itu bisa memahaminya. Teman yang memahami diri Dika melebihi Dika memahami dirinya sendiri.Suara ponsel membuat Dika terbangun dari lamunannya, ia meraih ponsel
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status