“Pilih! Kamu jujur padaku, atau aku kembali menyiksamu, hah?” Pupil Gladys membulat. Ancaman itu lagi? Lelah rasanya ketika Keenan kembali mengancamnya. Ia kira laki-laki ini sudah berubah, ternyata tidak. Memang sulit, ya, bagi perempuan untuk mengubah sifat pasangannya. “Cepat jawab!” sentak Keenan. Tatapan matanya sangat menusuk, membuat dada Gladys sedikit sakit. “I-iya,” timpal Gladys. “Aku … tadi bertemu dengan Tante Giselle.” Gladys menundukkan kepalnya, dia tak ingin melihat wajah menyeramkan Keenan. Semakin lama dia memandang Keenan, semakin lemas lututnya. Keenan mendengus ketika mendengar jawaban jujur dari Gladys. “Tante? Kalian sudah sedekat itu, ya?” Tangan Keenan kini menarik dagu Gladys. Mau tidak mau, gadis itu mendongak, menatap wajah Keenan. ‘Oh, Tuhan. Kenapa dia selalu tiba-tiba hilang kendali seperti ini?’ Gladys hanya bisa membatin. Badannya kini mulai terasa dingin. Wajah Keenan benar-benar mengerikan. “Ti-tidak
Baca selengkapnya