Semua Bab Obsesi Tuan Hagen: Bab 131 - Bab 140
176 Bab
BAB 130 I Anak Siapa Itu?
Tatapan Timothy jatuh pada bayi yang tertidur pulas di atas ranjang. Dengan alis bertaut dan mata mengawasi, dia terlihat kehilangan kata-kata. Bahkan, keheningan yang tercipta di dalam ruangan membuat si pemilik rumah merasa gerah, sehingga keberadaannya di balik bar minuman adalah suatu kewajaran.Beberapa kali Timothy membuka mulut. Namun, sebanyak itu pula dia mengatupnya kembali. Terlihat jelas, dokter muda itu kehilangan kemampuan untuk berbicara, sehingga yang dilakukannya hanya menoleh pada Hagen dan melemparinya dengan tatapan tajam penuh pertanyaan.Melihat kebingungan dari balik manik mata Timothy yang polos, rasanya Hagen ingin segera pergi. Tetapi, sayang sekali, dia tidak dapat melakukannya. Terutama ketika mengingat jika terjadi kesalahpahaman yang akan membuat bokongnya menjadi sasaran kemarahan Jaxon nantinya.Setelah puas menengguk satu gelas penuh cognac, Hagen mulai menegakkan tubuh dari meja tempatnya bertumpu.“Tanyakan,”
Baca selengkapnya
BAB 131 I Bocornya Sebuah Informasi
“Rawat bayi itu untuk sementara,” ucap Hagen sembari memperbaiki letak dasi dengan pandangan lurus ke pintu.Dia bahkan terlihat enggan menatap bayi mungil yang sudah beralih pada gendongan dari salah satu pelayan di mansion. Sementara itu, Frank yang sejak tadi diam di sebelah hanya bisa mengawasi ekspresi setiap orang di ruangan. Entah mengapa, sejak kepergian Hestia dan keponakanya, Purple Stone terlihat lebih cerah.Mungkin saja, ketiadaan wanita tua yang bersikap otoriter itu sedikit banyak merubah mood semua orang di sana. Sembari menarik napas lelah, Frank akhirnya melirik ke arah Baron yang tampak kebingungan merawat bayi usia enam bulan.“A … aku akan mencarikan pengasuh untuknya,” gumam butler Keluarga Hagen tersebut diikuti anggukan. “Apa anda tidak akan menginap di sini, Sir?”Seketika Hagen menggeleng, menyatakan penolakan.“Aku tidak bisa meninggalkan Camellia sendirian di Petunia.&rdqu
Baca selengkapnya
BAB 132 I Kode Merah
Erlinda, Belle, dan Cintya melihat kedatangan Hagen dari arah pintu gerbang menuju parkiran, membuat ketiga pelayan muda itu saling menatap dengan cemas. Sedangkan Milo telah dibawa oleh salah satu penjaga ke sebuah ruangan, sehingga hanya tertinggal ketiga wanita itu saja.“Apa yang harus kita lakukan?” bisik Belle, gugup.Erlinda melirik padanya, dan dengan tenang memberi senyuman.“Kembalilah ke dapur, biar aku atau Cintya yang mengurus.”Seketika saja pelayan muda itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Kakinya berlari cepat ke arah ruangan yang dapat dijadikan sebuah tempat persembunyian.Kini, yang tersisa hanya Erlinda dan Cintya yang saling menatap cemas. Jelas sekali bahwa keduanya menyadari akan segera mendapat pertanyaan dan mungkin kemurkaan karena kelalaian.“Kau kembalilah ke dalam, biar aku yang berbicara pada Tuan,” ucap Cintya, mencoba membujuk Erlinda yang memiliki sifat keras kepala.
Baca selengkapnya
BAB 133 I Sekilas Cerita Pagi
“Blake!” pekik Camellia ketika Hagen mengendongnya dari atas ranjang pagi itu.Suara kekehan maskulin pria itu terdengar sampai keluar kamar, membuat Erlinda dan Belle yang sedang sibuk membersihkan lantai hanya bisa saling pandang sembari tertawa pelan. Keduanya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan dan memberikan privasi bagi dua insan yang mungkin saja tengah bergumul di atas ranjang berderit.Frank yang baru saja tiba dengan segelas cangkir kopi dalam genggaman hanya bisa terdiam dan menghentikan langkah di anak tangga teratas. Telinganya menajam dan dahinya mengernyit begitu mendengar suara-suara dari master bedroom yang pintunya tertutup.Mata pria itu seketika tertuju pada Belle yang tengah menjinjing peralatan bersih-bersih. Sembari menarik napas lelah, Frank pun mengisyaratkan pada dua wanita di hadapan agar segera turun ke lantai bawah.“Dasar sial,” umpatnya, ketika lagi-lagi terdengar tawa cekikikan Camellia yang bercampu
Baca selengkapnya
BAB 134 I Lonceng Pernikahan Akan Berbunyi Tidak Lama Lagi
Kehadiran Jaxon Bradwood membuat mood Hagen terganggu. Pria itu bahkan tidak henti-hentinya menatap tajam pada tamu yang tidak diundang. Dengan tangan berada di dalam masing-masing saku celana, Hagen menatap lurus ke arah pria yang duduk di sofa layaknya seorang tuan rumah.“Jangan memasang wajah cemberut seperti itu.” Jaxon tersenyum miring sembari mempersilahkan Hagen duduk di hadapan. “Duduklah, berdiri terlalu lama akan mengakibatkan kau anemia.”Ingin rasanya Hagen mendengus, tetapi dia menahan diri sembari menghenyakkan tubuh ke atas sofa. Tanpa sekali pun melepas tatapan yang melekat pada pria di hadapan, Hagen dengan terus terang menunjukkan rasa tidak senang.“Keperluan apa lagi yang membawamu terus menerus menemuiku?” tanyanya dengan kedua tangan berada di atas lutut. “Jika ini menyangkut Camellia, sebaiknya kau kembali saja ke Denver. Aku sudah bilang akan membicarakannya padamu ketika keadaan sudah lebih baik
Baca selengkapnya
BAB 135 I Sebuah Luka
Setelah seluruh tamu yang tidak diundang keluar dari Kastil Petunia, Blake Hagen pun memilih untuk kembali ke kamarnya dengan Camellia. Namun, langkahnya yang sudah mendekati koridor terhenti tiba-tiba ketika dia mengingat perkataan Rey Fredrick sebelum meninggalkan ruangan. Saat itu, Rey berkata tepat di telinganya.“Aku tahu kau merasa sangat sesak melihat Jaxon terlalu ikut campur, tetapi satu hal yang harus kau ketahui Hagen,” mulai Rey, sembari melirik ke arah Jaxon Bradwood yang baru saja keluar dari ruangan.Setelah merasa aman, dia kembali melanjutkan; “Selama ini Jaxon hidup tanpa keluarga, kecuali nenek yang membesarkannya, sehingga kehadiran Camellia sangat mengejutkan baginya. Dan tentu saja hal itu membuat dia sangat bahagia. Semua hal yang Jaxon lakukan lebih karena dia peduli pada Camellia, meskipun kau tidak akan pernah mengungkapkan identitas sebenarnya pada gadis itu, Jaxon mungkin merasa tidak masalah. Tetapi, setidaknya berikan dia
Baca selengkapnya
BAB 136 I Dia Pria Tertutup
Perkataan Hagen seketika membuat tangan Camellia membeku di udara. Gadis itu bahkan tampak gamang dan kesulitan untuk mengalihkan pandangan dari wajah Hagen yang mengeras.Dari balik manik obsidiannya yang kelabu, tampak jelas semburat emosi melintas sambil lalu, dan semakin mempertegas perasaan yang telah pria itu simpan selama ini. Namun, senyuman samar yang dia berikan ketika menyadari perubahan wajah gadis itu seketika saja melunakkan parasnya.Dengan satu sentuhan di ujung bibir Camellia, Hagen hanya menatapnya lembut sembari membelai wajah porselin gadis itu yang enggan mengalihkan pandangan.“Aku sudah bilang sebelumnya, itu bukanlah apa-apa,” bisik pria itu, mendaratkan kecupan di dahi Camellia yang berkerut dikarenakan kerasnya memikirkan berbagai pertanyaan di kepala.Baru saja Hagen hendak beranjak dari ranjang, saat tiba-tiba gadis itu menahan tubuhnya agar tetap di tempat.Melihat kemana arah jemari lentik itu menyentuh, se
Baca selengkapnya
BAB 137 I Ketika Para Pelayan Bergosip
“Sampai kapan kau akan merahasiakan kehamilannya, Bos?” Frank yang baru saja keluar dari Kastil mempercepat langkah mendekati Hagen yang sejak tadi menunggu di dekat mobil metallic-nya.Mendengar pertanyaan yang bawahannya itu lontarkan, tentu saja dia menatap Frank dengan dahi berkerut heran.“Mengapa kau tiba-tiba memberiku pertanyaan demikian?”Wajah Frank pun berubah datar, dia hanya menatap Hagen dengan raut tidak setuju akan keputusannya untuk merahasiakan kehamilan Camellia.Sesekali dia menarik napas, sebelum akhirnya mengutarakan apa yang selama ini berada di dalam pikiran.“Kita tidak mungkin menutupi perutnya yang akan terus membesar ... Bos.”
Baca selengkapnya
BAB 138 I Ini Hanya Hormon?
Erlinda yang baru saja menyesap minuman akhirnya terbatuk-batuk keras sembari menepuk dada dikarenakan sesak. Bahkan Belle yang berada di sampingnya mencoba membantu dengan menepuk bagian punggung pelayan muda yang wajahnya mulai memerah dikarenakan kehabisan udara.Sementara itu, Cintya yang hendak melintasi ruangan nyaris saja terjerembab akibat perkataan mengejutkan Mae barusan. Entah mengapa sepatunya ikut terkejut hingga membuat kaki wanita itu tertekuk, mengakibatkan dirinya sulit untuk berjalan.Lalu, Camellia yang tadinya memegang rajutan tampak membeku dengan napas tertahan hingga pipinya memutih pucat.Tentu saja hal itu membuat pelayan yang tersisa menatap Camellia cemas.“Ow,” ringis Mae, tanpa sadar menepuk bibirnya yang telah lancang.
Baca selengkapnya
BAB 139 I Pembicaraan Tidak Penting
Tiga Hari Sebelum BadaiHagen membantu Camellia turun dari mobil. Keduanya disambut oleh anggota Red Cage yang tadinya sedang berkumpul di ruangan bar. Kedatangan mereka tentu saja mendapatkan sambutan ramah. Bahkan, Jaxon yang mendengar kabar bahwa Hagen datang ke Denver, terlihat jauh lebih antusias dari yang lainnya.Ayah dua anak itu menunggu di depan pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Dengan senyum simpul, dia pun menanti keduanya hingga keluar dari mobil hitam metallic milik Hagen yang familiar.Dikarenakan, ini adalah kali pertama Camellia mendatangi tempat mereka. Sehingga, dia dan Red Cage berusaha memberikan gadis itu kesan pertama.Di dekat pintu, tampak beberapa wanita-wanita dari Red Cage berkumpul di sana.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
18
DMCA.com Protection Status