All Chapters of Obsesi Tuan Hagen: Chapter 151 - Chapter 160
176 Chapters
BAB 150 I Sisi Lain Irene 2
Pagi itu, Irene yang masih terbaring di kasur dengan mata menatap nyalang pada langit-langit kamar, tampak tenggelam dengan pikirannya. Sejak semalam, wanita muda itu kesulitan memejamkan mata. Dia bahkan harus meminum obat tidur jika ingin terlelap, tetapi malam tadi dia memutuskan untuk terjaga sebagai bentuk penghukuman pada diri. Masih sangat jelas dalam ingatannya, Kata-kata yang Jaxon Bradwood berikan sesaat setelah dirinya diseret ke sebuah ruangan. Jauh dari keramaian pesta di compound. Di sebuah ruangan kedap suara yang diisi enam pria tampan dari Red Cage, Irene dapat merasakan aura kemarahan dari mereka semua. Terlebih lagi, pria bernama Jaxon tampak sangat ingin melumatnya saat itu juga, membuat Irene tanpa sadar menundukkan wajah untuk menghindari mata mereka bertabrakan. “Aku sudah mendengar bahwa kau selalu membuat masalah untuk Camellia,” ucap Jaxon, mengejutkan Irene dengan suara berat baritonnya yang tinggi. Dengan sedikit gugup, Irene pun menatap pria itu seben
Read more
BAB 151 I Mr. Wilder Kembali
Kesadaran Irene kembali sepenuhnya, dan matanya membelalak ketika dia memasuki ruang tengah yang menampilkan sebuah pemandangan mengerikan. Di mana, tepat di tengah-tengah ruangan terlihat Hestia terbaring tidak sadarkan diri di atas lantai. Sedangkan, tidak jauh dari tempat wanita itu, terdapat seorang pria yang berdiri dengan satu tangan memegang senjata api, sementara satu tangannya yang lain berada di saku celana. Saat itulah Irene berteriak keras, dan menarik perhatian beberapa kepala di dalam ruangan. “Sumpal mulutnya, Copper,” ucap salah seorang pria dengan jas hitam formal yang membalut tubuh. Mendengar perintah tersebut, Irene pun mundur ke belakang dengan kepala menatap sekitar. Dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, serta alasan mengapa sang Bibi tergeletak di lantai dalam posisi setengah meringkuk dan membelakangi dirinya. Hal itu menyulitkan Irene untuk mengetahui kondisi bibinya saat ini. Oleh karena itu, fokusnya kembali pada pria-pria asing dalam ruanga
Read more
BAB 152 I Dua Gadis Dalam Satu Ruangan
Suara bising pembicaraan dari luar sebuah kamar tertutup membangunkan Irene yang saat itu terbaring di atas lantai. Kelopak mata wanita muda itu bergerak hendak membuka, dan ketika suara-suara tersebut semakin ribut, akhirnya Irene dapat terjaga sepenuhnya. Kepala wanita tersebut bergerak pelan ke arah pintu, dan rasa dingin seketika menyergap kulit, membuatnya sedikit menggigil sembari memeluk diri. Tanpa sadar, kedua kakinya pun melipat, hingga membentuk angka lima. “Apa kau yakin mereka akan baik-baik saja?” Terdengar suara seorang pria yang bertanya dari luar pintu. Yang terang saja membuat Irene menajamkan pendengaran. “Tentu, kenapa kau bertanya seperti itu?”Irene mengerutkan dahi ketika mendengar jawaban tersebut. Dia hendak meminta minum, begitu merasakan kering pada mulutnya. Namun, suaranya kembali tertahan saat mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Lebih baik dia mati kehausan, dibandingkan harus bertemu pria-pria dengan senjata yang tidak akan segan membunuh ataupun
Read more
BAB 153 I Dia Tahu
Mulut Camellia menganga, tampak terkejut dengan perkataan Irene barusan.Ketika kesadarannya kembali, barulah dia dapat mencerna ucapannya tersebut. Dengan mulut yang membuka dan menutup, serta kelopak mata mengedip pelan, gadis itu terlihat terkejut bercampur tidak percaya. Bahkan, dia sampai kehabisan kata-kata, hingga lidahnya terasa kelu.Sementara itu, Irene yang masih bersandar di dekat kaki kursi tampak tersenyum sinis. Seolah-olah puas akan reaksi yang dia dapatkan. Bahkan, senyumnya semakin lebar, menunjukkan barisan gigi yang rapih dan putih.“A-apa maksudmu dengan … memberitahumu tentang kehamilanku? Memangnya, siapa yang hamil?” tanya Camellia, sedikit tergagap.Dari cara Irene memandangnya, dia tahu bahwa wanita itu berkata sesuatu hal yang benar.Tetapi, mungkinkah?Seketika saja tangan Camellia berontak dari ikatan pada sisi-sisi pegangan kursi. Dia hendak memastikan sesuatu, tetapi rasa tidak percaya mulai menguasai, sehingga tanpa sadar rontahannya semakin kuat hingga
Read more
BAB 154 I Hagen dan Amarahnya
Hagen menelusuri jalanan dengan mobil yang tadi dibawanya di rumah sakit. Dia sengaja berputar-putar ke beberapa tempat, mencari keberadaan Camellia layaknya orang gila. Rasa khawatir bahkan mulai menguasai diri, membuatnya tidak sabar untuk segera menghubungi Jaxon dan menuntut pria itu agar segera menemukan Camellia. Sementara itu, Frank yang berada di sebelah tampak diam sembari mengawasi jalanan dan juga ponsel di tangan. Matanya tampak menatap awas pada sekitar, dan rasa cemas perlahan merangkak ke kepala pria berjiwa tenang tersebut. Ketika ekor matanya mendapati Hagen yang memegang stir kemudi dengan keras, Frank pun ingin menepuk bahu atasannya itu pelan. Namun, dia mencoba menahan diri dan terus mengedarkan pandangan pada sekitar. Di tengah-tengah keheningan yang panjang, tiba-tiba saja ponsel dalam genggaman Frank pun berbunyi nyaring, menarik perhatian keduanya pada benda pipih yang bergetar. Sesekali Hagen melirik ke arah ponsel tersebut, sementara matanya juga mengawa
Read more
BAB 155 I Teror Dalam Ruangan Tertutup
Suara gemerincing kunci pada pintu di hadapan kedua wanita itu pun berbunyi keras, mengakibatkan Camellia dan Irene yang tadinya terlelap segera terjaga dengan tubuh menegang. Mereka saling tatap, menanti kedatangan para pria-pria di luar sana. Dengan perasaan cemas, Irene yang tadinya setengah terlelap, mencoba untuk beringsut ke kaki kursi dan tanpa sadar merapatkan diri pada Camellia.“A-aku tidak suka ini,” bisik Irene, sembari memegangi ujung bajunya erat, menahan jerit ketakutan ketika sebuah tubuh dari seorang pria dewasa masuk dan berdiri di ambang pintu. Seketika saja kedua wanita itu menahan napas, sedangkan mata mereka menatap lurus pada sosok di hadapan. “Cobalah untuk tenang, dan jangan menarik perhatiannya,” bisik Camellia, ikut merasakan ketakutan yang baru saja Irene tularkan. Gadis muda itu tanpa sadar menundukkan kepala, menatap pada perutnya yang masih datar. Entah apa yang ada di kepalanya tersebut, tetapi jelas sekali bahwa dia juga diselimuti oleh kecemasan.
Read more
BAB 156 I Ancaman Copper
Suara derap langkah yang semakin ramai mulai memenuhi ruangan, mengakibatkan Camellia dan juga Irene menunggu antisipasi dengan tatapan lurus ke depan pintu. Sementara itu, Copper yang juga menunggu waspada terlihat bersiap-siap hendak melukai Camellia bila terjadi sesuatu padanya. Dia menjadikan gadis muda itu sebagai tameng, dengan memosisikan diri di belakang kedua wanita tersebut. “Kemarilah bajingan,” desis Copper yang semakin menekan moncong senjatanya pada kepala belakang Camellia. “Aku akan menyambut kalian dan membunuh wanita-wanita ini hingga tak bernyawa.”Suara napasnya yang memburu mulai mengisi ruangan, membuat Irene tanpa sadar menggigil sembari melipat kedua tangan dan kaki, menjadikan dirinya begitu kerdil di tengah-tengah ruangan kosong dan dingin itu. Ekor mata wanita tersebut tidak lepas ke arah pintu, sementara hatinya berdoa, siapa pun di sana dapat mengeluarkannya dari perasaan tidak berdaya. Sama halnya dengan Camellia. Gadis itu bahkan merasakan matanya se
Read more
BAB 157 I Keduanya Bertemu
Kaki Hagen berlari cepat hingga memasuki sebuah pekarangan sebuah rumah. Dia bahkan mengabaikan peringatan Frank yang memintanya untuk memperlambat diri di tengah-tengah hiruk pikuk bawahan Jaxon yng tersebar di sekitar halaman. Napas Hagen terdengar memburu, dan jantungnya berdegup cepat, sebelum akhirnya kaki itu pun terhenti di sebuah ruang tamu sesaat setelah matanya mendapati pemandangan darah ada di mana-mana. Dengan jakun naik turun, hingga kesulitan menelan saliva, Hagen pun mengedarkan pandangan pada sekitar; mencari-cari wajah yang familiar. Dan saat itulah dia mendapati Rey Fredrik berada di lorong penghubung ruangan itu dengan ruangan satunya. Mata Hagen yang melirik tepat pada Rey seakan bertanya; bagaimana Camellia? Dan seketika dia pun mendapatkan balasan dengan pandangan sayu yang sama; kemarilah, dan lihat sendiri. Bersama langkahnya yang lebar, Hagen pun mendekat ke arah Rey yang saat itu menaruh kedua tangan pada masing-masing saku celana. “Katakan padaku ...
Read more
BAB 158 I Bibirnya Yang Dingin
“Camellia,” panggil Hagen dengan nada suara bergetar, menunjukkan luapan emosinya yang tertahan.Satu tangan pria itu mengusap lembut pipi Camellia, sedangkan satunya lagi menggosok pelan pada permukaan tangannya yang terlepas dari ikatan di pegangan kursi.Tampak Jaxon dan dua bawahannya mencoba melepaskan sisa ikatan yang lain.Tanpa memedulikan sekitar, Hagen memeriksa setiap inci tubuh gadis itu. Namun, yang dia temui hanyalah beberap luka dan memar di sekitar ikatan, juga bekas tamparan di pipi.Melihat hal itu, mata obsidian Hagen seketika menyala. Dia melirik ke arah tubuh tak bernyawa yang berada tidak jauh dari kakinya.Jika saja Copper masih bernapas, dapat dipastikan jantung pria itu berhenti berdetak hanya karena tatapan yang Hagen lemparkan padanya.“Dia sudah tidak bernyawa, jadi berhentilah menatap tubuh kosong itu,” ucap Jaxon tepat di dekat telinga.Kedua pria itu pun saling bertatapan untuk beberapa waktu, hingga akhirnya keduanya kembali sibuk sendiri. Jaxon dengan
Read more
BAB 159 I Pengakuan Jujur Blake Hagen
Blake Hagen tampak berdiri di depan kaki ranjang dengan kepala menunduk lelah, sedangkan matanya menatap pada satu tubuh feminim yang terbaring lemah tak berdaya di sana. Sudah dua hari dia melakukan hal yang sama, seolah-olah itu adalah satu-satunya yang dapat membuatnya tetap berpikir secara waras. Rasa marah dan kebencian yang selama beberapa hari ini menguasai akal sehat tampak memudar seiring waktu. Meskipun dia tidak dapat memaafkan orang-orang yang berani mengusik Camellia, tetapi setidaknya mereka sudah tertanam bersama cacing di bawah sana. Jika saja Jaxon Bradwood beserta bawahannya tidak datang tepat waktu, mungkin saja cerita hari ini akan berbeda. Dan jauh dalam dirinya, Hagen tahu, bahwa kematian Camellia bisa saja menghitung langkah. Sembari memejamkan mata dan mengangkat kepala, Hagen pun mengusap wajah dengan kedua tangan. Suara tarikan napasnya terdengar sangat berat dan penuh penekanan di dada. “Shit,” umpat Hagen pelan, sembari kedua telapak tangannya menyapu
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status