Semua Bab Genius Liar: Bab 21 - Bab 30
43 Bab
CHAPTER TWENTY ONE
“Sudah sejauh mana hubungan kalian? Apa kalian sudah melangsungkan pernikahan?”Pertanyaan lain yang begitu ingin ku ketahui jawabannya, akhirnya terlontar dari mulutku.“Saya sudah sering mengatakan pada Raefal bahwa saya tidak keberatan menjadi istri keduanya. Sekalipun hanya pernikahan siri, saya tidak keberatan.” Aku mendengus sembari menggelengkan kepalaku. Ternyata dia memang sebegitu inginnya berada di antara aku dan Raefal.“Anda ingin tahu apa jawaban Raefal setiap saya mengajaknya menikah?”Dengan terpaksa aku mengangguk karena nyatanya aku memang ingin tahu respon Raefal saat wanita tak tahu diri ini mengajaknya menikah. Atau mungkinkah mereka memang sudah melangsungkan pernikahan tanpa setahuku? Entahlah ... aku benar-benar ingin mengetahui jawabannya sekarang juga.“Selama Indira masih istriku, aku tidak akan pernah menikahi wanita lain. Itulah jawabannya.”OK, aku tersentuh sekarang. Bukan berarti amarahku pada Raefal hilang hanya karena mendengar pria itu masih memilih
Baca selengkapnya
CHAPTER TWENTY TWO
Saat mobil yang ku kendarai akhirnya tiba di depan rumahku, waktu menunjukan pukul 3 sore. Aku merasa enggan untuk masuk ke dalam rumah, opsi pertama yang ku pilih adalah pergi ke rumah Mbak Alya dengan dalih membawa pulang Raffa yang ku titipkan padanya.Namun, begitu aku mengetuk pintu dan sosok Mbak Alya yang membukakan pintu, sebuah kabar yang tak ingin ku dengarlah yang ku dapat. Mbak Alya mengatakan Raefal sudah membawa Raffa pulang. Aku mendesah lelah, rupanya prediksiku benar, pria itu sedang menungguku di rumah kami.Merasa tak ada kesempatan bagiku untuk menghindar, akhirnya aku memutuskan pulang ke rumah. Lagipula, memang ada banyak hal yang harus kami bicarakan sekarang. Semua masalah dalam rumah tangga kami, aku ingin menyelesaikannya sekarang juga.Aku masuk ke dalam rumah tanpa repot-repot mengetuk pintu, terlebih saat ku dapati pintu dalam keadaan tidak terkunci.Begitu masuk ke dalam, pemandangan yang ku lihat pertama kali adalah suasana yang hening. Rumah ini tampak
Baca selengkapnya
CHAPTER TWENTY THREE
“Kenapa kamu gak bilang kalau kamu ngerasa diabaikan sama aku? Kamu malah diem aja, nganggap hubungan kita baik-baik aja, nyatanya nggak. Kamu tuh udah bohongin aku selama ini.”“Ayo jawab, jangan diem!” Aku sedikit membentak karena kesal dirinya yang tak kunjung bersuara.“Aku udah sering bilang kok. Aku bilang kamu banyak berubah sekarang. Tapi kamu gak pernah nganggap serius kata-kata aku,” jawabnya, akhirnya menyahut.“Kamu ngomong kayak gitu tiap kali kita lagi berantem. Gimana aku serius nanggepinnya? Orang yang lagi marah ngomongnya suka ngelantur, kan? Itu yang aku percaya.”Raefal mendengus kecil saat mendengarnya.“Aku kira kamu ngerti perasaan aku. Kamu tahu kan gimana senangnya aku waktu Raffa lahir? Aku ampe bilang ke kamu, aku gak mau pake jasa babbysitter, aku mau urus anak aku sendiri. Aku mau didik dia sendiri, besarin dia sendiri. Kamu ingat kan aku selalu ngomong kayak gitu ke kamu?” tanyaku, yang hanya dibalas anggukan oleh Raefal.“Terus kenapa? Kenapa kamu gak ng
Baca selengkapnya
CHAPTER TWENTY FOUR
Seperti biasa, aku menceritakan tentang kejadian ini pada Mbak Alya. Alasan kenapa aku selalu bercerita padanya karena di kota ini hanya dialah orang yang paling dekat denganku. Aku memang selalu menjaga hubungan baik dengan semua tetangga di komplek perumahan, tapi tak ada yang terlalu dekat hingga aku percaya menceritakan kisah hidupku pada mereka. Ya, hanya Mbak Alya, satu-satunya orang yang kupercaya bisa menutup rapat mulutnya agar tidak menyebarkan ceritaku ke orang lain. Serta orang yang senantiasa memberikan nasihat yang benar menurutku.Mbak Alya mendukung sepenuhnya keputusanku. Dia bahkan merekomendasikan seorang pengacara handal di kota ini. Seorang pengacara yang katanya dulu membantu proses penceraian Mbak Alya dengan suami keduanya. Aku tak sanggup membayangkan kisah rumah tangga Mbak Alya yang bisa dikatakan lebih rumit dan menyedihkan dibanding aku. Sudah dua kali dia bercerai, dan beruntung kali ini dia mendapatkan suami yang tepat.Inilah salah satu alasanku selalu
Baca selengkapnya
CHAPTER TWENTY FIVE
Hanya butuh waktu kurang lebih 15 menit, kami tiba di sebuah restoran bintang lima. Tentu restoran yang pengunjungnya bukan orang sembarangan mengingat harga makanannya yang fantastis. Sudah ku duga, dia akan mengajakku ke restoran mewah.Kami sudah menempati meja yang berada di barisan belakang. Posisi yang nyaman untuk berbicara panjang lebar dengannya. Ku akui dia cukup pandai mencari tempat untuk menjaga privasi kami agar tidak didengar pengunjung lain. Karena ini jam makan siang, restoran ini cukup penuh oleh orang-orang yang mengenakan jas kantoran.“Ice coffee. Es standar, jangan terlalu banyak,” kataku pada seorang pelayan yang sedang berdiri di depan meja kami, menunggu pesanan kami.Zanna mengernyitkan dahinya mendengarku yang hanya memesan secangkir kopi. Berbanding terbalik dengannya yang memesan American food. Oh iya, sepertinya belum ku sebutkan restoran ini menjual berbagai jenis makanan terkenal dari negara lain. Nyaris tak ada makanan khas indonesia yang disajikan di
Baca selengkapnya
CHAPTER TWENTY SIX
Aku memarkirkan mobil di depan sebuah gedung berlantai lima. Sebuah gedung yang tak asing lagi karena terlalu sering aku datang kemari dulu kala. Seperginya dari restoran tempatku menghabiskan waktu bersama dengan Zanna, aku tak langsung pulang ke rumah. Ada hal lain yang harus kulakukan sekarang juga.Turun dari mobil, aku melenggang santai memasuki gedung yang tidak lain merupakan kantor tempat Raefal bekerja. Ya, aku mendatangi kantor Raefal untuk membicarakan hal yang serius dengannya.Terhitung sudah empat hari berlalu sejak kepergiannya dari rumah. Sejauh ini dia tak pernah menunjukan batang hidungnya di depanku, dengan kata lain tak pernah sekali pun dia pulang ke rumah. Meski hampir setiap waktu dia mengirimiku chat atau pesan suara. Beribu kata maaf sudah dia ucapkan dalam pesannya. Kata-kata bujuk rayu sudah dia lancarkan. Namun, kedatanganku kemari bukan berarti hatiku telah luluh.Seperti yang dia katakan tempo hari, kami akan berbicara lagi setelah hati dan pikiran kami t
Baca selengkapnya
CHAPTER TWENTY SEVEN
Dua hari sejak kejadian di kantor Raefal, aku belum bertemu dengannya lagi. Seperti yang dia katakan, dia sama sekali tak menyerah. Gencar meneleponku meski tak pernah sekali pun kuangkat teleponnya. Pesan-pesan singkat penuh perhatian pun tak lupa dia kirimkan padaku, membuatku teringat pada masa-masa kami pacaran dulu.Namun, keputusanku tampaknya tak bisa diganggu gugat lagi. Aku sudah tak sanggup menjalani ikatan pernikahan dengannya. Aku tak ingin seumur hidup terus tertekan dan tak bisa tenang karena setiap saat mengkhawatirkan serta mencurigai Raefal. Intinya, kepercayaanku padanya sudah lenyap dan rasanya sulit untuk diperbaiki. Sebuah hubungan tanpa adanya tiang penyangga bernama kepercayaan, hanya akan membawa duka jika dipaksakan. Setidaknya itulah yang aku percayai.Sebenarnya, dua hari ini aku merasa hidupku kembali damai. Pikiranku tenang karena semua kebenaran telah terungkap dengan jelas. Aku sudah bicara baik-baik dengan Raefal, mengutarakan keputusan akhirku. Kekesal
Baca selengkapnya
CHAPTER TWENTY EIGHT
Raefal masuk ke dalam ruangan tanpa mengatakan apa pun, bahkan tak ada sapaan ramah atau sekedar basa-basi yang dia lontarkan untuk Aradi. Aku menghela napas panjang, dari tatapan mata dan sikap juteknya ini, aku tahu dia sedang kesal atau mungkin marah.“Hai, Fal. Bagaimana kabarnya?”Aradi yang berinisiatif melontarkan pertanyaan, lagi-lagi membuatku tak enak hati jika mengingat betapa baiknya seniorku yang satu ini. Bahkan dia menolak saat aku berencana untuk membayar biaya rumah sakit ini. Terlebih dia begitu antusias dan peduli pada keadaan Raffa.“Baik,” jawab Raefal terkesan ketus.“Hm, aku udah periksa keadaan Raffa. Demamnya masih cukup tinggi, tapi jangan khawatir kami akan terus mengecek kondisinya. Untuk beberapa hari ini dia harus menjalani rawat inap di sini.”“OK. Makasih.” Lagi-lagi Raefal membalas dengan ketus, tanpa sadar membuatku memutar bola mata. Dia membuka jas hitamnya, menyampirkan jas tersebut di sandaran sofa. Lantas menghampiri ranjang Raffa seolah tak memp
Baca selengkapnya
CHAPTER TWENTY NINE
“Masuk ke dalam yuk, jangan lama-lama di sini, gak baik buat Raffa.” Aku mengingatkan karena aku sadar mereka nyaris lupa waktu.Aku mengembuskan napas lega karena mereka tak membantah ucapanku. Kami kembali ke ruang rawat Raffa, merebahkan kembali tubuh mungil Raffa di ranjang.Hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit sejak kembali ke ruangan, Raffa akhirnya kembali tidur. Mungkin karena obatnya mulai bereaksi.“Kamu gak kasihan sama Raffa?”Aku yang sedang menyelimuti tubuh putraku dengan selimut, seketika menoleh pada Raefal yang berjalan menghampiri sofa. Dia melambaikan tangan, memberi isyarat agar aku mengikutinya duduk di sofa tersebut.Tak menolak, aku pun ikut mendudukan diri di sofa, tepat di sampingnya. Kedua mataku masih tertuju pada sosok Raffa yang terlelap dalam tidur.“Raffa itu masih kecil. Dia masih membutuhkan kita.” Raefal melanjutkan ucapannya. “Aku beberapa hari gak pulang aja, dia udah kayak gini. Apalagi kalau kita pisah. Bisa kamu bayangin dia akan sesedih apa
Baca selengkapnya
CHAPTER THIRTY
Taman di halaman depan rumah sakit yang kupilih untuk bersantai sekedar menghilangkan penat. Aku cukup takjub dengan rumah sakit ini, fasilitas taman untuk bersantai para pasien disediakan di beberapa spot yang bagus. Di halaman depan, rooftop maupun di halaman belakang. Dari gedung rumah sakit yang terdiri dari 5 lantai serta berbagai fasilitas lengkap nan mewah yang disediakan baik untuk pasien maupun untuk keluarga pasien, bisa kuterka rumah sakit ini cukup elit. Memperjelas bahwa keluarga Dokter Aradi pasti bukan keluarga sembarangan hingga bisa mendirikan rumah sakit semewah ini.Aku duduk di sebuah kursi panjang yang terletak tak jauh dari pohon apel hijau yang sedang berbuah. Sungguh indah dipandang mata, membuat suasana hati yang sempat buruk karena pertengkaran dengan Raefal tadi, seketika berubah membaik.Di kiri dan kanan, banyak pasien yang sedang duduk santai ditemani keluarganya. Banyak pula pasien anak-anak yang tetap ceria meski dari wajah pucat mereka bisa kutebak mer
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status