All Chapters of Without You [Indonesia] : Chapter 31 - Chapter 40
48 Chapters
25. Trying to Decide
Sebuah mobil Rush baru saja tiba didepan sebuah gerbang sekolah yang ramai dengan para siswa dan siswi yang berdiri di depan gerbang, berkumpul cukup penuh menunggu beberapa anak OSIS membukakan pintu gerbang dan membiarkan mereka masuk satu persatu.  Di dalam mobil, Dinar hanya menatapnya malas. Padahal ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur akhir tahun, tapi anak-anak OSIS & MPK itu sudah sibuk sendiri berdiri di depan gerbang mengawasinya. Dinar menghela napasnya malas tanpa minat. Waktu pun bahkan masih menunjukkan pukul tujuh lewat seperempat menit.  Baiklah, jangan tanyakan kenapa ia bisa sampai sepagi ini di sekolah, karena setelah ia pulang dari Bandung kemarin malam, ia harus memesan kamar hotel untuk satu malam karena kemarin ponselnya hilang, dan ketika ia membelinya yang baru dan mencoba
Read more
Special Part: Before.
Two years ago...   Seluruh calon murid SMA Cita Buana terlihat berbaris rapih dilapangan dengan menggunakan seragam SMP mereka dan perlengkapan lainnya, seperti nametag serta membawa beberapa barang-barang yang sudah diperintahkan oleh para anggota OSIS untuk menyambut sekaligus memperkenalkan lingkungan sekolah sebelum memasuki SMA Cita Buana, yang biasa disebut sebagai MOS atau MPLS. Setelah melakukan pendaftaran dan mengurus lain-lainnya beberapa hari lalu, kini mereka semua telah masuk dalam kategori calon siswa dan siswi SMA Cita Buana, yaitu SMA swasta berakreditasi A dengan rasa seperti SMA Negeri, karena banyaknya murid-murid yang ingin mendaftar ditempat ini. Seperti seorang gadis yang tengah duduk dilapangan saat ini sendirian, tanpa adanya teman. Jika bi
Read more
26. Doesn't Matter Anymore
Suara derap langkah kaki menuruni anak tangga kayu itu terdengar jelas dari lantai bawah, membuat Bunda yang sedang menyiapkan sarapan pagi itu di meja makan pun menoleh karena putranya pagi-pagi ini sudah rapih dan siap untuk berangkat ke sekolah meski jam baru menunjukkan pukul enam tepat. Kerajinan dan disiplin putranya sejak kecil itu memang terus berlanjut hingga sekarang. "Udah siap, yo?"Lingga yang baru saja turun dari lantai atas itu mengangguk pelan dan melangkah mendekati meja makan, dimana Bunda sedang sibuk menyiapkan sarapan."Sayurnya belum mateng." Ujar Bunda dengan tangan yang sibuk memolesi selai ke dalam roti di atas meja makan. "Tadi Bunda kesiangan masaknya, terus gasnya juga abis."Langkahnya pun terhenti saat mendengarnya. "Kenapa nggak bilang, Bun?"Lingga terkadang cukup kesal karena Bunda tidak ingin meminta ba
Read more
27-1. Pissed Off
"Hubungan internasional yang di bangun Indonesia itu merupakan pengamalan dari Pancasila, terutama sila kedua. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang berarti perwujudan dari sikap untuk saling menghormati dengan bangsa lain yang dilakukan dalam bentuk menghargai kedaulatan utuh negara, tidak menyinggung perasaan bangsa dan negara lain, serta menghormati hak setiap negara."Lingga duduk dengan tenang memperhatikan Pak Ikhsan yang sedang menjelaskan tentang maksud dan tujuan adanya Hubungan Internasional di dunia ini. Tanpa merasa bosan bahkan mengantuk seperti yang lainnya, Lingga terus duduk tegap mendengarkannya. Mata dan kepalanya tidak pernah lelah jika melihat pelajaran."Maka dari itu pentingnya ada sebuah Hubungan Internasional, karena setiap makhluk hidup tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, sama seperti Negara yang membutuhkan bantuan dari Negara lain untuk kemakmuran rakyat, melindu
Read more
27-2. Pissed Off
Seperti biasanya, hari ini Lingga sedang membantu Bunda menjaga dan juga berbelanja kebutuhan di Toko sembako milik keluarga mereka. Toko seperti sebuah agen yang tidak terlalu besar dan juga kecil bernama agen sembako bu Atikah itu memang sudah menghidupi keluarganya selama kurang lebih sepuluh tahun setelah Ayah keluar dari pekerjaan karena penyakit yang dideritanya, dan kemudian meninggal empat tahun lalu pada akhirnya saat itu. Sebenarnya bukan hanya hari ini, tapi setiap seminggu, dua atau tiga kali ia selalu membantu dan menemani Bunda menjaga Toko sembakonya. Bahkan saat ia masih bekerja paruh waktu di kafe saat itu pun, ia masih sering membantu Bunda di hari biasa, sementara untuk weekend, baru ia gunakan untuk bekerja. Dan sekarang, rasanya ia menjadi ingin kembali bekerja paruh waktu-nya. Hanya berdiam diri dirumah dengan terus membaca dan juga belajar cukup membuatnya
Read more
28. Unconscious
"Kamu tuh kenapa sih sama Dinar, Yo?"Bunda menatap Lingga yang sedang sibuk berkutat pada bukunya itu dengan serius. Ia cukup kesal dengan sikap putranya yang selalu seperti itu pada Dinar. Selain tidak sopan, sikap terlalu cuek Lingga sudah melebihi batas. "Bunda itu sengaja ngajak dia kesini, karena Bunda yang mau, Bunda yang minta." Ujar Bunda menjelaskan. "Lagian Dinar juga udah lama nggak main kesini, Yo. Kamu jangan gitu dong sama dia."Lingga hanya duduk diam di meja belajarnya. Ia hanya sibuk membaca, meski apa yang Bunda katakan didengar olehnya."Kamu juga kenapa dateng-dateng kayak gini?" Bunda menyentuh beberapa luka Lingga yang berada di wajahnya, namun Lingga hanya diam. "Kamu abis berantem atau gimana sih?"
Read more
29. A Choice
  Lingga cepat melangkah keluar dari dalam kelasnya karena saat ia pergi ke perpustakaan untuk membaca, Daniel mengatakan kalau Pak Ikhsan mencarinya di ruang guru. Tanpa ingin lama menunggu dan karena ia sedang tidak melakukan apapun lagi, ia pun langsung melangkah keluar menuju ruang guru.   Namun ditengah langkahnya keluar dari dalam kelas, tiba-tiba saja tubuhnya di tabrak dari arah belakang oleh seseorang dan itu membuat terkejut.   BRUK!  
Read more
30. Can't Get You Out of My Mind
Lingga berdiri dengan malas menatap guru olahraganya yang sedang mempraktikkan gerakan olahraga basket kali ini. Diikuti teman sekelas lainnya termasuk Calvin, laki-laki itu dengan angkuhnya menunjukkan keahliannya tersebut dalam olahraga, terlebih lagi tubuhnya yang tinggi memudahkannya untuk melakukannya.Lingga hanya menghela napasnya malas. Ia lebih baik membaca buku dari pada berolahraga. Ia memang kurang menyukai pelajaran olahraga sejak dulu, meski ia tahu olahraga itu baik untuk kesehatan, tapi ia tidak menyukainya. Namun ketidaksukaannya dengan olahraga bukan berarti membuatnya tidak bisa melakukan satu olahraga pun. Dulu ia pernah mengikuti kegiatan sepak bola saat sekolah dasar. Sekolah menengah pertama ia mengikuti voli, sementara sekolah menengah atas ini ia tidak mengikuti kegiatan olahraga apapun selain paskibra yang juga merupakan kegiatan penggerak tubuh. Namun apa yang ia lakukan sekarang justru membuat mereka yang hidupnya tidak ada kerjaan mengurusi hidup orang lai
Read more
31. What's Wrong with Everyone?
"Aku pulang, Bun."Lingga melangkahkan kakinya memasuki rumah dengan keadaan pakaian yang cukup basah dengan keringat. Pelipisnya juga masih mengeluarkan keringat, lantaran ia baru saja kembali setelah melakukan jogging pagi ini. Memang di setiap paginya, lebih tepatnya saat hari libur, Lingga selalu menyempatkan dirinya bergerak untuk menjaga kebugaran tubuhnya yang selalu memiliki kesibukan dengan melakukan jogging mengelilingi komplek, atau bersepeda santai keluar komplek dan akan kembali saat matahari sudah terik, sekitar pukul sembilan pagi. Biasanya saat berolahraga ia akan berangkat dari rumah pukul enam pagi, sama halnya seperti hari ini. Tapi hari ini ia pulang agak telat, karena tadi ia terlibat perbincangan kecil dengan Ibu-ibu tetangga yang menanyakan perihal SMA yang bagus padanya."Baru pulang, Ling?" Tanya Bunda yang muncul dari arah dapur. "Kamu nggak salam lagi, ya."Lingga yang sedang melepas sepatunya itu menoleh pada Bunda dan tersenyum tipis padanya. "Assalamuala
Read more
32. His Mistake
 A few days later...   Lingga duduk melamun, menatap buku-buku berukuran tebal miliknya yang di biarkannya terbuka di meja belajar. Bersama bolpoin berada dalam genggamannya, ia melamun memikirkan semua yang telah terjadi beberapa hari belakangan ini padanya. Dengan kehidupannya. Apa yang Sheza katakan saat itu, kekecewaan Bunda padanya, dan juga apa yang telah terjadi padanya bersama Dinar. Entah apa yang terjadi, tetapi semua itu memenuhi kepalanya. Terutama kejadiannya dengan Dinar. Semua itu benar-benar tidak bisa di percayanya. Tidak biasanya ia seperti ini. Berhari-hari memikirkannya, sampai membuatnya tidak nyaman saat melakukan kesehariannya. Kehidupan sehari-harinya menjadi terganggu oleh pikiran yang entah bagaimana rasanya, tapi ini benar-benar seperti menghantuinya. Terlebih lagi saat ia sedang sendiri
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status