"Kamu tuh kenapa sih sama Dinar, Yo?"
Bunda menatap Lingga yang sedang sibuk berkutat pada bukunya itu dengan serius. Ia cukup kesal dengan sikap putranya yang selalu seperti itu pada Dinar. Selain tidak sopan, sikap terlalu cuek Lingga sudah melebihi batas.
"Bunda itu sengaja ngajak dia kesini, karena Bunda yang mau, Bunda yang minta." Ujar Bunda menjelaskan. "Lagian Dinar juga udah lama nggak main kesini, Yo. Kamu jangan gitu dong sama dia."
Lingga hanya duduk diam di meja belajarnya. Ia hanya sibuk membaca, meski apa yang Bunda katakan didengar olehnya.
"Kamu juga kenapa dateng-dateng kayak gini?" Bunda menyentuh beberapa luka Lingga yang berada di wajahnya, namun Lingga hanya diam. "Kamu abis berantem atau gimana sih?"
Lingga cepat melangkah keluar dari dalam kelasnya karena saat ia pergi ke perpustakaan untuk membaca, Daniel mengatakan kalau Pak Ikhsan mencarinya di ruang guru. Tanpa ingin lama menunggu dan karena ia sedang tidak melakukan apapun lagi, ia pun langsung melangkah keluar menuju ruang guru. Namun ditengah langkahnya keluar dari dalam kelas, tiba-tiba saja tubuhnya di tabrak dari arah belakang oleh seseorang dan itu membuat terkejut. BRUK!
Lingga berdiri dengan malas menatap guru olahraganya yang sedang mempraktikkan gerakan olahraga basket kali ini. Diikuti teman sekelas lainnya termasuk Calvin, laki-laki itu dengan angkuhnya menunjukkan keahliannya tersebut dalam olahraga, terlebih lagi tubuhnya yang tinggi memudahkannya untuk melakukannya.Lingga hanya menghela napasnya malas. Ia lebih baik membaca buku dari pada berolahraga. Ia memang kurang menyukai pelajaran olahraga sejak dulu, meski ia tahu olahraga itu baik untuk kesehatan, tapi ia tidak menyukainya. Namun ketidaksukaannya dengan olahraga bukan berarti membuatnya tidak bisa melakukan satu olahraga pun. Dulu ia pernah mengikuti kegiatan sepak bola saat sekolah dasar. Sekolah menengah pertama ia mengikuti voli, sementara sekolah menengah atas ini ia tidak mengikuti kegiatan olahraga apapun selain paskibra yang juga merupakan kegiatan penggerak tubuh. Namun apa yang ia lakukan sekarang justru membuat mereka yang hidupnya tidak ada kerjaan mengurusi hidup orang lai
"Aku pulang, Bun."Lingga melangkahkan kakinya memasuki rumah dengan keadaan pakaian yang cukup basah dengan keringat. Pelipisnya juga masih mengeluarkan keringat, lantaran ia baru saja kembali setelah melakukan jogging pagi ini. Memang di setiap paginya, lebih tepatnya saat hari libur, Lingga selalu menyempatkan dirinya bergerak untuk menjaga kebugaran tubuhnya yang selalu memiliki kesibukan dengan melakukan jogging mengelilingi komplek, atau bersepeda santai keluar komplek dan akan kembali saat matahari sudah terik, sekitar pukul sembilan pagi. Biasanya saat berolahraga ia akan berangkat dari rumah pukul enam pagi, sama halnya seperti hari ini. Tapi hari ini ia pulang agak telat, karena tadi ia terlibat perbincangan kecil dengan Ibu-ibu tetangga yang menanyakan perihal SMA yang bagus padanya."Baru pulang, Ling?" Tanya Bunda yang muncul dari arah dapur. "Kamu nggak salam lagi, ya."Lingga yang sedang melepas sepatunya itu menoleh pada Bunda dan tersenyum tipis padanya. "Assalamuala
A few days later...Lingga duduk melamun, menatap buku-buku berukuran tebal miliknya yang di biarkannya terbuka di meja belajar. Bersama bolpoin berada dalam genggamannya, ia melamun memikirkan semua yang telah terjadi beberapa hari belakangan ini padanya. Dengan kehidupannya. Apa yang Sheza katakan saat itu, kekecewaan Bunda padanya, dan juga apa yang telah terjadi padanya bersama Dinar.Entah apa yang terjadi, tetapi semua itu memenuhi kepalanya. Terutama kejadiannya dengan Dinar. Semua itu benar-benar tidak bisa di percayanya. Tidak biasanya ia seperti ini. Berhari-hari memikirkannya, sampai membuatnya tidak nyaman saat melakukan kesehariannya. Kehidupan sehari-harinya menjadi terganggu oleh pikiran yang entah bagaimana rasanya, tapi ini benar-benar seperti menghantuinya.Terlebih lagi saat ia sedang sendiri
"Ujian Nasional sudah selesai dilakukan, dan kalian hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan."Sudah tiga hari, setelah Ujian Nasional selesai, Lingga masih sama seperti kemarin. Rasanya ia tidak tahu ingin melakukan apa, dan rasanya tidak ingin. Kepalanya selalu tidak bisa fokus akhir-akhir ini. Ia pun menghela napasnya. Tangannya kemudian menutup buku yang sempat coba dibacanya, tapi ia tidak mendapati apapun selain hanya melamun. Karena kejadian itu, ia menjadi merasa dirinya orang yang paling menyedihkan di dunia ini. Tidak biasanya ia seperti ini. Sangat tidak biasa dan bukanlah dirinya. Kepalanya benar-benar terisi penuh dengan kata Dinar. Namanya, wajahnya, kilas kejadian yang sudah terjadi dengan Dinar.Dan ia menjadi teringat setiap kali ulangan sekolah selesai dan liburan tiba, Dinar biasanya akan selalu mengajaknya pergi kemana pun tempat yang ingin di tuju gadis itu. Selalu ada daftar liburan yang Dinar buat dan ditunjukkan kepadanya kemana
"I intend to make my own way in the world."Seperti itulah sekiranya yang dikatakan oleh Jo March di sebuah Novel klasik karya Louisa May Alcot yang baru saja Lingga selesaikan selama dua hari terakhir. Hanya sebuah novel ringan, yang tidak menguras otaknya untuk memahami apa maksud dan makna yang di dapat dari tulisan itu. Sangat berbeda dengan buku-buku yang dibacanya selama ini.Lingga pun menghela napasnya. Sebenernya ia bukan orang yang menyukai sebuah Novel drama apalagi romansa. Ia lebih menyukai membaca buku-buku seperti Biography, Ensiklopedia, ilmiah, dan kalaupun itu sebuah novel, ia lebih menyukai genre Fiksi Sains, Fantasi ataupun Aksi.Jika kalian bertanya kenapa ia mempunyai novel itu dan mau membacanya? Semua itu karena Dinar. Dinar pernah memberikan novel itu padanya.Ingat kejadian itu? Saat dimana ia dan Dinar berdebat di sebuah toko buku karena Dinar ingin membelikannya banyak buku untuk di bacanya dengan harga hampir satu juta? Saat itu ia juga memang tidak mau
Two weeks later...Terangnya cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah jendela di kamar milik Lingga siang itu.Lingga, sedang merapihkan kamarnya saat ini. Ia terlihat merapihkan seprai tempat tidurnya, mengganti karpet lantainya, mengganti gorden, merapihkan dan memisahkan buku-buku yang akan dibawanya dengan yang tidak, serta memindahkan beberapa rak buku ke sisi yang terlihat lebih rapih dan tidak terlalu penuh. Setidaknya, sebelum ia pergi dan tinggal di Belanda. Terhitung sudah dua minggu berlalu, ia memang sudah memutuskan untuk tidak membuat semuanya menjadi lebih sulit lagi. Meski rasanya seperti tidak ingin, tetapi ia sudah memutuskannya. Lagi pula tidak mungkin ia menolak kesempatan besar ini, dan Bunda pun sudah mengizinkan sepenuhnya untuknya melanjutkan studi disana, karena Bunda mengatakan tidak ingin ia menyia-nyiakan apa yang sudah diperjuangkannya. Besok juga Bunda sudah diperbolehkan pulang ke rumah oleh Dokter. Sebelumnya, Dokter meman
Dalam acaknya rasa, banyaknya warna, hingga ganjilnya pola, cinta bisa saja terselip yang entah muncul dari mana.Mereka datang, tanpa di ketahui. Membuat gelisah, dan tidak terkendali.•••Hari itu..."Kamu mau jadi pacar saya?"Dinar terkejut saat mendengar laki-laki dihadapannya saat ini mengatakan itu baru saja dengan tiba-tiba. Ia lantas menarik jabatan tangannya dengan laki-laki itu. Matanya menatap heran seorang Harlingga, laki-laki yang baru saja memperkenalkan dirinya padanya dan mengatakan mereka satu gugus, namun tiba-tiba dia mengatakan hal mengejutkan. Sejauh ini, mereka-mereka yang mengangumi wajahnya, mereka hanya sekadar suka biasa yang ia tahu. Mereka hanya mengatakan bualannya dan pergi begitu saja. Namun laki-laki ini, tiba-tiba saja mengatakan menyukainya dan memintanya untuk menjadi pacarnya. Yang benar saja? "Gila lo?" Dinar menatap tidak percaya. "Gue kenal lo aja enggak. Nggak usah aneh-aneh!"Dinar lantas bangkit dan meninggalkan Lingga yang hanya diam menata