Lahat ng Kabanata ng Pesona Bos Tampan: Kabanata 11 - Kabanata 20
48 Kabanata
First Kiss
Hani tertunduk lemas mendengar jawaban dari HRD. Setelah makan siang, dia nekat menghadap dan menyampaikan keinginannya untuk dipindahkan ke divisi lain. Itu juga setelah berbicara lama dengan Maya, atasannya langsung, menyampaikan beberapa argumen yang menguatkan alasan. Tentu saja dia merahasiakan perlakuan Reza selama ini. Malah nanti dia yang dituduh merayu lelaki itu.Dia kembali ke ruangan dengan tidak bersemangat, duduk di kursi dan mengerjakan laporan yang masih menumpuk."Hani." Dia menoleh dan seketika menjadi limbung saat melihat setumpuk berkas diletakkan begitu saja di meja kerjanya. Itu berarti dia harus kembali ke ruangan itu lagi. Sejak pagi dia bersyukur karena tidak ada yang menugaskan, tapi ternyata ...."Bisa yang lain enggak, Mbak? Saya masih ada kerjaan," tolaknya halus. Apa iya, hanya dia yang boleh menghadap lelaki itu, sedangkan yang lain tidak diperkenankan meng-handle jika dia berhalangan?Ini janggal sekali. Sedikit rasa curiga
Magbasa pa
Dua Lelaki
The Holywings Foods and Bar.Suara live music terdengar menggema di tempat itu. Hampir semua kursi terisi penuh. Di sudut ruang, tampak dua orang lelaki yang sedang menikmati sajian mereka sambil bercerita.Lelaki yang berbaju putih terlihat santai sambil sesekali tertawa. Sementara yang satunya tidak bersemangat sama sekali. Padahal menu makan malam kali ini spesial, aneka menu rekomendasi restoran dan beberapa botol beer. "Temen dapet musibah malah diketawain." Reza meneguk minuman beralkohol, lagi. Entah ini sudah gelas yang ke berapa, yang penting malam ini hatinya harus senang. "Gila! Gue nggak bisa bayangin waktu dia nendang itu. Sakit mama." Kevin tertawa sambil memegang perutnya. "Sekali lagi lo ketawa, gue timpuk pake' ni botol," ancam Reza. Rasa kesal di dalam hatinya belum juga hilang. "Jangan, dong. Nanti sakit." gelak tawanya semakin menjadi. "Shit!" Reza menuang segelas lagi. Se
Magbasa pa
Tergoda
"Mbak ngelamun aja. Mikirin apa hayo?" Agnes meletakkan nampan makan siangnya dan duduk di sebelah Hani."Eh, enggak." Hani menatap makan siangnya dengan tidak berselera. Sedari tadi dia hanya mengaduk nasi dan tak berniat memasukkannya ke mulut. "Mas Ardi sibuk banget, ya? Sampai Mbak uring-uringan kayak gini." Agnes mengerling beberapa kali. Memberanikan diri untuk bertanya. Ada rasa kasihan melihat sahabatnya ini."Tau, nih. Masa' training sibuk banget. Susah dihubungi lagi." Akhirnya dia meletakkan alat makannya di piring."Positif thinking, Mbak. Kali emang tuntutan perusahaan kayak gitu.""Iya, Nes. Jujur aku sebel. Mas Ardi nggak biasanya begini." Dia mengambil selembar tissue dan membersihkan mulutnya, menghabiskan sisa minuman di gelas. "Oh, iya. Waktu itu kenapa mbak lari-lari dari ruangan bapak? Sampai aku panggil enggak denger."Wajah Hani memucat. Mau dijawab apa ini?"Oh! Itu ... aku kebelet. Udah ngga
Magbasa pa
Akhirnya
Reza membersihkan sisa bungkus makanan setelah Hani menghabiskan semuanya, lalu mengambil obat di nakas dan meminta wanita itu untuk meminumnya. "Masih pusing?"Dia mengangguk. "Tidur lagi sana. Istirahat." Dia hendak membantu wanita itu berdiri, tapi tangannya ditepiskan."Aku di sini saja, Za," tolaknya halus. Sudah tak ada batasan lagi di antara mereka karena sudah saling memanggil nama."Kamu tidur di kamar. Biar aku di sini." Hani menatapnya curiga, sedangkan yang ditatap malah membalasnya dengan mesra. Reza mendekatinya sehingga kali ini mereka sudah tak berjarak. Tangannya meraih lembut, menyatukan jemari mereka. "Aku sayang kamu." Entah dirasuki apa dia mengatakannya, membuat Hani terbelalak karena tak percaya. Wanita itu membuang muka. Jantungnya berdebar kencang, napasnya berasa sesak. Lelaki ini akhirnya mengungkapkan perasaan. Dia harus menjawab apa? Berulang kal
Magbasa pa
Entahlah
"Yang lagi seneng banget. Maen berapa kali, Men?" Kevin menyenggol lengan Reza, menggoda sahabatnya. Sejak tadi, senyum tak lekang dari bibirnya. Sahabatnya itu malah tertawa senang saat ditanya seperti itu. "Mau tau aja." Reza berlagak. Sengaja membuat Kevin semakin penasaran.Sejak awal dia menceritakan semua tentang Hani, Kevin begitu tertarik dan minta dipertemukan langsung. Dia benar-benar penasaran dengan sosok wanita yang membuat hidup Reza, sang pangeran berdarah dingin itu, bisa kelimpungan karena cinta. Bahkan sampai tidak fokus bekerja karena selalu memikirkannya. "Gimana rasanya sama Hani?" Kevin menaikkan alisnya. Reza menatapnya jijik. "Hm.""Apaan? Seru banget pastinya. Ya, kan?" Tawanya menggema. "Sok tau." Reza memukul bahu sahabatnya. Wajahnya merona, terbayang saat indah itu ketika Hani sempurna menjadi miliknya. "Pake' rahasia segala. Cerita, dong! Gue penasaran." 
Magbasa pa
Negosiasi
Jantungnya berdetak tak karuan, bahkan keringat dingin mengalir di sela-sela tangan. Berulang kali dia menarik napas sebelum akhirnya memberanikan diri mengucapkan ...."Boleh saya duduk, ada yang mau dibicarakan." Reza mempersilakan wanita itu duduk dengan tangannya. Matanya menatap tajam, mencoba menerka apa yang akan Hani bicarakan. Tubuhnya saja mungil, tapi kalau berbicara, dia sendiri kadang terpana. Dia smart dengan caranya sendiri. "Begini." "Ya, sayang?" Suara dan tatapannya melembut. Reza masih berharap sang pujaan hati mau membicarakan tentang mereka berdua. Rasanya tidak enak didiamkan berhari-hari, hingga membuatnya resah dan tak bisa tidur. Apa yang diharapkan? Tentu saja bisa mengulang kebersamaan mereka waktu itu. Dia tidak mau ini berakhir begitu saja.Entah mengapa Hani menjadi geli saat mendengar Reza mengucapkan kata itu. Sayang? Jangan mimpi. Perasaan yang tadinya sudah cukup tenang, kembali menja
Magbasa pa
Curiga
"Assalamualaikum."Hani segera berlari ke depan rumah. Siapa yang bertamu di jam segini, ya? Dia mengintip dari balik jendela sebelum membuka pintu. Lalu, senyuman merekah di bibirnya saat melihat siapa yang datang. Tampak sesosok lelaki yang satu bulan ini dia rindukan. Berdiri di depan dengan wajah yang kelelahan. "Mas Ardi!" Dia berteriak kegirangan, lalu memeluk suaminya."Kangen, ya?" Pelukan erat itu berbalas. "Kangen. Kok mas nggak bilang? Nggak ada kabar," rajuknya sambil memukul bahu hangat sang suami."Biar surprise. Abang mana?""Tidur. Dari tadi sore main. Kata budhe nggak mau tidur siang. Mungkin tau ayahnya mau pulang." Dia mengambil tas yang tergeletak di teras dan membawanya masuk ke dalam. "Nih!" Ardi menyerahkan sebuah tas plastik."Apa ini, Mas?" Dia bertanya kebingungan. "Buat kamu sama abang." Ardi merebahkan diri di sofa setelah menutup pintu. Rasanya
Magbasa pa
Hutang
Hani melangkah pelan memasuki ruangannya. Rasanya malas sekali mau berangkat ke kantor hari ini. Dia masih ingin di rumah bersama keluarganya. Apalagi semenjak suaminya datang, dia ingin bermanja seharian.Saat hendak membuka pintu, tiba-tiba saja ...."Surprise!" Suara tepuk tangan bergema di ruangan. Maya datang mendekatinya dan membawakan sebuah cake cokelat ukuran besar."Loh, ada apa ini? Saya lagi nggak ultah," tanya Hani kebingungan. Apalagi terlihat aura bahagia dari wajah para rekan kerjanya pagi ini.Seketika ruangan menjadi senyap saat Maya memberikan kode dengan jari telunjuknya. "Hani, kue ini ungkapan terima kasih kami sama kamu." Wanita menyerahkannya."Terima kasih apa ya, Bu? Saya nggak ngelakukan apa-apa." Dia mengambilnya, lalu meletakkan di meja, masih kebingungan dengan apa yang terjadi pagi ini."Terima kasih karena berkat kamu insentif kita semua naik sepuluh persen." Semua orang kembali bersorak. Hani men
Magbasa pa
Karma
Kebahagiaan yang didapatkan dari merampas hak orang lain Sibuk masing-masing. Tiga kata itulah yang dua bulan ini menggambarkan rumah tangga mereka, walaupun setiap weekend dan hari libur selalu menghabiskan waktu bersama. Secara materi boleh dikatakan berlimpah, mereka bahkan sudah mulai menabung untuk persiapan anak mereka kelak.Untunglah putra mereka semakin lama semakin mengerti. Kadang-kadang rewel tapi Bude yang menjaga sangat pintar mengurusnya. Hani juga tak segan-segan menambah bonus jika ada berkelebihan rezeki.Sejak hari di mana dia mengantarkan kue cokelat ke ruangan Reza, mereka semakin dekat. Lelaki itu bahkan tak segan meminta Hani untuk untuk menemaninya setiap saat kapanpun dia mau. Apakah Ardi curiga? Tidak, atau mungkin tepatnya belum. Dia sedang semangat bekerja, berjuang mati-matian agar lolos menjadi karyawan tetap. Setelah itu sesuai perjanjian, istrinya harus berhenti bekerja.Kamu selingkuh Hani. Ya, memang. Dia
Magbasa pa
Aku Bersamamu
"Mbak Hani ke mana ya, Bu? Seminggu ini cuti. Sepi aku enggak ada temen becanda sama makan siang." Agnes mengetukkan jari di meja Maya. Setelah makan siang, dia memutuskan untuk main sebentar ke ruangan divisi Hani. "Ibu enggak tau juga. Mungkin ada keperluan keluarga. Nanti ditanyain aja kalau udah masuk," jawab Maya. Tangannya sibuk mengetikkan sesuatu di keyboard. Matanya fokus menatap layar, sementara telinganya mendengarkan ocehan Agnes. "Pak Reza juga keluar kota. Apa mereka berdua?" Agnes mulai menduga. Selama ini memang ada yang berbeda dari kebersamaan antara Reza dengan Hani. Itu membuatnya sedikit curiga. Selama bertahun-tahun dia bekerja dengan lelaki itu, Reza jarang dekat wanita manapun apalagi dengan karyawan. Berbeda jika dengan Hani, sikapnya mesra. Sepertinya ada hubungan di antara mereka, hanya dia tidak berani menanyakan. "Hus! Kamu jangan nyebar gosip," tegur Maya. Bagaimanapun juga tidak baik memb
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status