Jantungnya berdetak tak karuan, bahkan keringat dingin mengalir di sela-sela tangan. Berulang kali dia menarik napas sebelum akhirnya memberanikan diri mengucapkan ....
"Boleh saya duduk, ada yang mau dibicarakan."
Reza mempersilakan wanita itu duduk dengan tangannya. Matanya menatap tajam, mencoba menerka apa yang akan Hani bicarakan. Tubuhnya saja mungil, tapi kalau berbicara, dia sendiri kadang terpana. Dia smart dengan caranya sendiri.
"Begini."
"Ya, sayang?" Suara dan tatapannya melembut.
Reza masih berharap sang pujaan hati mau membicarakan tentang mereka berdua. Rasanya tidak enak didiamkan berhari-hari, hingga membuatnya resah dan tak bisa tidur. Apa yang diharapkan? Tentu saja bisa mengulang kebersamaan mereka waktu itu. Dia tidak mau ini berakhir begitu saja.
Entah mengapa Hani menjadi geli saat mendengar Reza mengucapkan kata itu. Sayang? Jangan mimpi. Perasaan yang tadinya sudah cukup tenang, kembali menja
"Assalamualaikum."Hani segera berlari ke depan rumah. Siapa yang bertamu di jam segini, ya? Dia mengintip dari balik jendela sebelum membuka pintu. Lalu, senyuman merekah di bibirnya saat melihat siapa yang datang.Tampak sesosok lelaki yang satu bulan ini dia rindukan. Berdiri di depan dengan wajah yang kelelahan."Mas Ardi!" Dia berteriak kegirangan, lalu memeluk suaminya."Kangen, ya?" Pelukan erat itu berbalas."Kangen. Kok mas nggak bilang? Nggak ada kabar," rajuknya sambil memukul bahu hangat sang suami."Biar surprise. Abang mana?""Tidur. Dari tadi sore main. Kata budhe nggak mau tidur siang. Mungkin tau ayahnya mau pulang." Dia mengambil tas yang tergeletak di teras dan membawanya masuk ke dalam."Nih!" Ardi menyerahkan sebuah tas plastik."Apa ini, Mas?" Dia bertanya kebingungan."Buat kamu sama abang."Ardi merebahkan diri di sofa setelah menutup pintu. Rasanya
Hani melangkah pelan memasuki ruangannya. Rasanya malas sekali mau berangkat ke kantor hari ini. Dia masih ingin di rumah bersama keluarganya. Apalagi semenjak suaminya datang, dia ingin bermanja seharian.Saat hendak membuka pintu, tiba-tiba saja ...."Surprise!" Suara tepuk tangan bergema di ruangan. Maya datang mendekatinya dan membawakan sebuah cake cokelat ukuran besar."Loh, ada apa ini? Saya lagi nggak ultah," tanya Hani kebingungan. Apalagi terlihat aura bahagia dari wajah para rekan kerjanya pagi ini.Seketika ruangan menjadi senyap saat Maya memberikan kode dengan jari telunjuknya. "Hani, kue ini ungkapan terima kasih kami sama kamu." Wanita menyerahkannya."Terima kasih apa ya, Bu? Saya nggak ngelakukan apa-apa." Dia mengambilnya, lalu meletakkan di meja, masih kebingungan dengan apa yang terjadi pagi ini."Terima kasih karena berkat kamu insentif kita semua naik sepuluh persen." Semua orang kembali bersorak.Hani men
Kebahagiaan yang didapatkan dari merampas hak orang lainSibuk masing-masing. Tiga kata itulah yang dua bulan ini menggambarkan rumah tangga mereka, walaupun setiap weekend dan hari libur selalu menghabiskan waktu bersama. Secara materi boleh dikatakan berlimpah, mereka bahkan sudah mulai menabung untuk persiapan anak mereka kelak.Untunglah putra mereka semakin lama semakin mengerti. Kadang-kadang rewel tapi Bude yang menjaga sangat pintar mengurusnya. Hani juga tak segan-segan menambah bonus jika ada berkelebihan rezeki.Sejak hari di mana dia mengantarkan kue cokelat ke ruangan Reza, mereka semakin dekat. Lelaki itu bahkan tak segan meminta Hani untuk untuk menemaninya setiap saat kapanpun dia mau.Apakah Ardi curiga? Tidak, atau mungkin tepatnya belum. Dia sedang semangat bekerja, berjuang mati-matian agar lolos menjadi karyawan tetap. Setelah itu sesuai perjanjian, istrinya harus berhenti bekerja.Kamu selingkuh Hani. Ya, memang. Dia
"Mbak Hani ke mana ya, Bu? Seminggu ini cuti. Sepi aku enggak ada temen becanda sama makan siang." Agnes mengetukkan jari di meja Maya.Setelah makan siang, dia memutuskan untuk main sebentar ke ruangan divisi Hani."Ibu enggak tau juga. Mungkin ada keperluan keluarga. Nanti ditanyain aja kalau udah masuk," jawab Maya. Tangannya sibuk mengetikkan sesuatu di keyboard. Matanya fokus menatap layar, sementara telinganya mendengarkan ocehan Agnes."Pak Reza juga keluar kota. Apa mereka berdua?" Agnes mulai menduga. Selama ini memang ada yang berbeda dari kebersamaan antara Reza dengan Hani. Itu membuatnya sedikit curiga.Selama bertahun-tahun dia bekerja dengan lelaki itu, Reza jarang dekat wanita manapun apalagi dengan karyawan. Berbeda jika dengan Hani, sikapnya mesra. Sepertinya ada hubungan di antara mereka, hanya dia tidak berani menanyakan."Hus! Kamu jangan nyebar gosip," tegur Maya. Bagaimanapun juga tidak baik memb
"Reza?""Anita?"Dua anak manusia itu saling menatap tak percaya. Si wanita bersorak kegirangan dalam hatinya. Sedangkan si lelaki hanya terdiam. Pertemuan mereka kali ini sudah direncanakan matang.Ada teman dekat mamanya yang akan datang berkunjung karena sudah lama tidak bertemu. Mereka datang bersama anak gadisnya yang masih single. Reza sudah tahu, pasti perjodohan lagi. Sudah terlalu sering ini terjadi, dan dia selalu menolaknya."Wah anak-anak udah saling kenal ya, Ce." Seorang wanita paruh baya tersenyum senang. Tidak sia-sia kedatangan mereka. Sepertinya kali ini akan sukses."Iya, Lin. Jadi kita enggak usah capek-capek ngedeketin mereka berdua." Wanita yang satunya juga ikut tersenyum senang.Lelaki itu tersentak. Jadi, dokter cantik yang mau dijodohkan dengannya ternyata wanita ini."Kalian kenal di mana?" tanya Linda, ibu dari Anita saat menatap Reza. Pandangan matanya penuh selidik, ingin tahu lebih dala
Lelaki itu mengemasi barang-barang, memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam koper juga juga laptop dan peralatan kerja.Hani hanya terdiam menyaksikan suaminya yang sibuk sendirian. Biasanya jika Ardi ke luar kota dia yang akan direpotkan. Kali ini, dia memilih untuk tidak ambil peduli, toh Ardi akan pergi menemui wanita lain."Mas cuti satu minggu, ya. Cecil mau lahiran. Ini sudah dekat HPL." Ardi menatap wajah istrinya dengan lekat. Ada rasa bersalah dalam hatinya saat harus meninggalkan mereka. Apalagi alasannya karena wanita lain yang sebentar lagi akan melahirkan anaknya."Iya, Mas." Hanya itu yang bisa Hani ucapkan. Hatinya telah mati dan beku, dihantam dengan berbagai macam kekecewaan. Kepada takdir hidup, kepada orang lain, juga kepada dirinya sendiri."Maafkan aku." Ardi hendak memeluknya, tetapi tangannya ditepiskan. Lelaki itu pasrah, lalu mendorong koper ke luar kamar. "Ayah mau ke mana?" Suara mungil itu tib
"KATAKAN SIAPA PELAKUNYA!" Suara Ardi menggelegar di ruang perawatan itu. Amarahnya memuncak sampai ke ubun-ubun. Cobaan apa lagi ini?Hani meringkih ketakutan dan memeluk Agnes erat."Maaf, Mas. Saya bukannya mau ikut campur. Apa bisa nunggu sampai pulih nanti, baru dibicarakan baik-baik." Gadis itu mencoba menengahi, tidak bermaksud untuk ikut campur. Melihat kondisi Hani yang masih lemah, dia takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.Ardi mengusap wajahnya, lalu berkata. "Saya mau bicara dengan istri saya." Dia menarik napas, berusaha melegakan sedikit emosinya."Tapi tolong jangan kasari Mbak Hani," Agnes memohon, sejurus kemudian keluar meninggalkan mereka.Ardi mengangguk, duduk di sebelah istrinya, lalu melingkarkan lengan di bahu Hani. Dia mencoba memeluk tapi ditolak halus. Hani merasa dirinya kotor, tak pantas disentuh suaminya sendiri."Bilang, siapa orang yang bikin kamu jadi begini." Hani hanya b
Hani memandang pembeli yang keluar masuk toko kuenya. Hari ini pembeli ramai. Ibu tampak kewalahan walaupun ada dua karyawan yang membantu mereka. Tiga tahun sudah berlalu. Dia tersenyum saat mengingat semuanya, masa indah sekaligus pahit dalam hidupnya.Semua akan baik-baik saja Hani.Seorang wanita masuk ke dalam toko dan melihat-lihat kue. Hani memperhatikannya dari kejauhan. Dia cantik juga berkelas, itu terlihat dari barang branded yang dipakainya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Seleranya bagus, kue yang dipilih memang rekomendasi di toko ini."Mommy!" Tiba-tiba seorang anak perempuan kecil berlari menghampiri wanita itu. Umurnya sekitar lima atau enam tahun."Hi, sweet heart. Which one do you want?" Wanita itu menunjukkan beberapa jenis kue kepada anaknya. Suaranya terdengar aneh saat berbahasa indonesia. Sepertinya mereka datang dari luar negeri."I wanna this cake." Anak itu menunjuk kue dengan krim stroberi.Dugaan Hani b