All Chapters of Tunggu Jandaku, Om!: Chapter 11 - Chapter 20
32 Chapters
Bab 11
"Kamu masih peduli juga ternyata dengan Diego", sindirku padanya saat sudah dekat dengan kami."Siapa bilang? Aku cuma mau minta kunci rumah doang, kok. Kunci yang kubawa hilang," jawabnya enteng."Kamu benar-benar keterlaluan Marrisa, sama anak sendiri gak ada pedulinya! Sekarang aku mau tanya Diego itu anak siapa?" bentakku sambil mencengkeram bahunya kuat, kesabaranku sepertinya sudah habis untuknya."Sakit, Dio! Diego anak Irgi kali," ketus Marrisa tanpa dosa."Hey, Jalang! Jaga bicaramu, ya! Bisa-bisanya kamu bawa-bawa aku, kamu kira dulu aku tak tahu kalau kamu sering gonta-ganti pasangan, hah? Seenaknya saja menuduh orang, mana ATMku kau kuras udah gitu bawa kabur mobilku. Untung aku gak nglaporin kamu ke polisi, ya!" Irgi sepertinya juga tersulut emosi sampai lupa ada Mila, calon istrinya."Tapi, kamu juga pernah nikmatin tubuhku juga, kan?" seloroh Marrisa tak tahu malu."Dasar perempuan sundel, ya, udah bejat bangga! Lama-lama aku
Read more
Bab 12
"Dhea itu ... sebenarnya anak kandungmu, Dio. Maafkan ibu, ibu selalu mengecohmu dengan Ria hanya karena rasa tidak suka padanya yang sangat besar. Dia sebetulnya istri yang sangat baik dan setia. Dosa ibu teramat banyak pada kalian. Maaf!" Ibu terus menangis sedangkan aku tertegun tak bisa berucap apa-apa."Tentang perselingkuhannya dengan Arfa itu ...  sama sekali tidak benar, itu hanya akal-akalan ibu dengan Marrisa saja. Mereka sebenarnya tak ada hubungan apa-apa. Arfa itu sangat baik dan perhatian dengan Ria karena dia kasihan melihat Ria yang tak pernah kau hiraukan. Apalagi di masa kehamilannya, seringkali Arfa membelikan susu ibu hamil untuk Ria itu karena kata dokter Ria dan bayinya kekurangan nutrisi sebab jarang makan. Ibu yang salah Dio, ibu hanya menjadikannya seperti pembantu di rumah kita. Uang belanja dan semua uang apapun ibu minta tanpa membaginya sepeser pun." Ibu menyeka air matanya, sementara aku pun juga tak kuasa menahan tangisku mengingat perlakua
Read more
Bab 13
 Kehidupanku mulai membaik seiring berjalannya waktu. Tak terasa sudah hampir dua tahun aku telah dipercaya mengelola perusahaan miliknya di sana yang semakin berkembang pesat di bawah kepemimpinanku. Namun, entah kenapa tiba-tiba aku diminta datang ke kota yang menjadi tempat tinggal tetap bos sekaligus teman karibku itu. Katanya ingin menunjukkan kinerja juga tempat perusahaan pusat yang selama ini masih belum kuketahui.Kebetulan juga ada beberapa dokumen yang membutuhkan tanda tangannya, jadi dengan senang hati aku berangkat dengan mengajak Diego juga. Pikirku sekaligus liburan, karena kota itu punya banyak sekali destinasi wisata yang indah untuk sekadar melepas penat.Setelah sampai di kota itu, malamnya kami pergi ke rumah makan yang cukup terkenal di dekat perusahaan yang esok akan kudatangi untuk makan malam sekaligus untuk tinjau lokasi, agar aku besok tidak kesasar.Hingga aku menemukan kembali anak dan istri yang telah lama kurindukan ke
Read more
Bab 14
"Ih, bibirnya itu lho ... ngegemesin. Nantangin kayaknya!" terlihat tangannya mencengkeram menggenggam gemas ke arahku."Nantangin apa?" selidikku."Nantangin buat dicium tahu!" ucapnya lalu menutup mulut, sepertinya refleks."Mulai, ya ... aku tinggal pergi, nih! Aku lagi males buat bercanda tau!""Sorry, gak deh ... silakan Nona Manis buat bercerita! Jangan ngambek, dong!"Dengerin baik-baik sebelum aku berubah pikiran!"***Dulu saat masih berusia 16 tahun setelah lulus SMP, kuputuskan pergi merantau ke kota untuk mencari pekerjaan. Ibu dan ayahku memang orang miskin yang tinggal di desa dan tak sanggup membiayaiku sekolah SMA. Mereka hanya bekerja sebagai buruh di sawah tetangga dengan upah sangat minim. Hingga aku bertekad ingin merubah nasib, menjadi anak semata wayang yang merasa punya kewajiban untuk membahagiakan mereka. Walau berat hati akhirnya aku diijinkan pergi bekerja sebagai pelayan toko pakaian. Dengan pe
Read more
Bab 15
Beruntung ada Arfa yang memberi semangat dan menguatkanku.Beberapa saat kemudian, Arfa pamit untuk pulang. tiba-tiba Dio datang dengan muka merah padam. Namun, belum sempat mendekat ke arahku. Arfa terlihat sudah mencekal lengan suamiku, lalu mengajaknya keluar.Terdengar suara keributan di luar, sepertinya mereka sedang adu debat. Aku hanya bisa mencuri dengar dengan cemas, takut terjadi sesuatu pada mereka. Tapi syukurlah, beberapa saat kemudian akhirnya Dio masuk bersama Arfa. Lalu tersenyum dan meminta maaf karena tak bisa menemaniku.Dio terlihat lebih sumringah tatkala melihat putri kecilnya yang juga nyaris mirip dengannya. Entah apa yang mereka debatkan tadi, tapi aku bahagia melihat suamiku akhirnya mau peduli pada kami.Setelah keadaanku benar-benar pulih akhirnya aku diperbolehkan pulang, Dio terlihat antusias menggendong dan menunggui putri kami yang terlelap tidur.Namun, ibu mertuaku seperti tidak menyukai kedekatan dan kebahagiaan k
Read more
Bab 16
"Hingga akhirnya kami bertemu denganmu. Matahari menyengat dengan teriknya dan saat itu kami sudah sangat lelah setelah berjalan beberapa kilo meter untuk mencari kost-an. Kamu masih ingat, kan, awal perjumpaan kita? Kamu yang aku sangka tukang ojek waktu itu?" Kupandangi wajah serius Reyhan yang sejak tadi fokus mendengarkan cerita hidupku."Tentu, aku masih ingat betul. Ria, betapa menderitanya kamu sejak dulu sampai sekarang. Maafkan aku!" jawab Reyhan kemudian menarikku dalam pelukannya setelah sempat menghapus air mata yang menganak sungai di pipiku."Maaf untuk apa? Aku memang menyedihkan, iya 'kan?" Karena terbawa suasana kubalas pelukannya. Rasanya nyaman dan lega setelah bisa mengeluarkan isi hati yang menyesakkan ini. Rasanya damai bisa mendapatkan tempat untuk sesaat bisa bersandar melepaskan kesedihan setelah bertahun-tahun menyimpannya sendiri."Kamu itu kuat, Ria, bahkan sangat kuat. Aku salut akan perjuangan juga kesabaranmu itu." Rey
Read more
Bab 17
"Dan kamu pula yang kasih ide aku, akibat kamu nyangka aku ini tukang ojek ya sekalian aja aku ngaku jadi orang bawahan biasa biar kamu tetap mau berteman denganku," lanjutnya."Terus, gimana bisa kamu punya ide jadi HRD di kantor? Gimana caramu mengurus perusahaan di balik ruang HRD? Pantas saja aku selama kerja disitu belum pernah sekalipun ketemu sama big bos," selidikku pula penuh ingin tahu.Aku memang belum pernah bertemu dengan big bos di tempatku bekerja, walau kadang iseng bertanya pada karyawan lain, mereka hanya menjawab bahwa bos sedang di luar negeri mengurus bisnis yang lain."Mau gimana lagi? Itu juga karena kamu, mana mungkin aku ngaku jadi bos? Kebetulan posisi HRD waktu itu lagi kosong, jadi aku pakai saja posisi itu dan terpaksa secara diam-diam menghandle perusahaan di balik kursi jabatan itu. Semua pegawai juga sudah kusuruh tutup mulut jika kamu bertanya tentang bos disitu, untungnya semua gak ada yang bocor," jelas Reyhan."Kenapa s
Read more
Bab 18
Aku seperti seorang terdakwa yang sedang diinterogasi."Aku 'kan sudah sering bilang kalau tak akan mau jatuh kembali kedalam lubang yang sama, sekalipun keadaannya sudah jauh berbeda," jawabku datar."Apa rasa cintamu padanya sudah hilang begitu saja? Apa kamu sudah lupa saat-saat bahagia dengannya? Pengorbanan kalian untuk bersama dulu tentunya!""Sudah kukubur dalam-dalam, Mas. sakit hati dan kekecewaanku lebih besar dari rasa itu. Aku sudah melupakan semuanya dan sudah terbiasa tanpanya." Aku menoleh ke arah lain untuk menghindari tatapan Reyhan yang sulit kuartikan itu."Tapi jangan lupa, Dio itu juga berhak atas Dhea. Berikanlah waktu untuk mereka bersama agar bisa menebus waktu yang dia sia-siakan untuk memberikan kasih sayang pada putrinya." Reyhan menggenggam erat tanganku."Mas Dio apa juga pernah bilang seperti itu padamu?" Aku tersentak mendengar ucapan Reyhan, kulepaskan genggaman tangannya kemudian menghadap ke arahnya dan menatap mat
Read more
Bab 19
Kami pun melepas rindu dengan saling bertukar cerita selama berpisah, lalu kujelaskan akar permasalahan keluargaku yang sebenarnya pada bapak dan ibu.  Kedua orang tuaku sedikit banyak memang sudah tahu dari mas Dio. Namun, perlu kuluruskan karena masih ada beberapa hal penting yang disembunyikan mas Dio. Terlihat ekspresi keduanya ikut geram dan marah menanggapi ceritaku, tapi kemudian mereka tersenyum lega dan bahagia setelah mendengar bahwa kami baik-baik saja, karena beruntung ada seorang pemuda yang menolong di kota pelarian. "Ya sudah, Nduk, jangan diingat-ingat lagi kejadian itu. Semoga keputusan yang akan kamu ambil benar-benar tepat dan lancar terlaksana nantinya." Bapak tersenyum, seperti mengisyaratkan memberi kekuatan dan dukungan. "Terima kasih Bapak dan Ibu sudah mau mengerti juga mendukung keputusan Ria." Aku pun merasa lega serasa mendapat kekuatan tambahan. Tak terasa sudah sebulan aku dan Dhea tinggal di rumah orang tuak
Read more
Bab 20
Mas Dio tiba-tiba menubruk dan memelukku sangat erat. Membuatku reflek meronta sekuat tenaga melepaskan pelukan yang sangat tidak kuinginkan itu."Ria, aku mohon jangan tinggalkan aku! Aku teramat mencintaimu, hatiku sangat sakit melihatmu bersama Reyhan!" Mas Dio menangis, merengek dan tetap memeluk erat hingga aku sulit bernapas."Lepaskan aku, Mas! Aku susah bernapas!" Dengan napas tersengal, kucoba mendorong badan kekarnya.Dan akhirnya sedikit terlepas, lalu ....PLAK ....Kutampar pipi mas Dio sekuat tenagaku hingga tangan terasa panas."Ma ... maaf, Mas, bukan maksudku berbuat demikian. Aku tak sengaja, aku hanya reflek karena mendapat perlakuan tak pantas." Aku benar-benar menyesal dan tak sengaja menamparnya, bahkan tak menyangka bisa melakukan hal itu padanya."Tidak apa-apa Ria, memang aku pantas mendapatkannya. Maaf, telah berani menjamahmu, lagi. Aku terlalu cemburu melihatmu dengan Reyhan. Tapi, benarkah semudah itu kau
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status