Aku seperti seorang terdakwa yang sedang diinterogasi.
"Aku 'kan sudah sering bilang kalau tak akan mau jatuh kembali kedalam lubang yang sama, sekalipun keadaannya sudah jauh berbeda," jawabku datar.
"Apa rasa cintamu padanya sudah hilang begitu saja? Apa kamu sudah lupa saat-saat bahagia dengannya? Pengorbanan kalian untuk bersama dulu tentunya!"
"Sudah kukubur dalam-dalam, Mas. sakit hati dan kekecewaanku lebih besar dari rasa itu. Aku sudah melupakan semuanya dan sudah terbiasa tanpanya." Aku menoleh ke arah lain untuk menghindari tatapan Reyhan yang sulit kuartikan itu.
"Tapi jangan lupa, Dio itu juga berhak atas Dhea. Berikanlah waktu untuk mereka bersama agar bisa menebus waktu yang dia sia-siakan untuk memberikan kasih sayang pada putrinya." Reyhan menggenggam erat tanganku.
"Mas Dio apa juga pernah bilang seperti itu padamu?" Aku tersentak mendengar ucapan Reyhan, kulepaskan genggaman tangannya kemudian menghadap ke arahnya dan menatap mat
Kami pun melepas rindu dengan saling bertukar cerita selama berpisah, lalu kujelaskan akar permasalahan keluargaku yang sebenarnya pada bapak dan ibu. Kedua orang tuaku sedikit banyak memang sudah tahu dari mas Dio. Namun, perlu kuluruskan karena masih ada beberapa hal penting yang disembunyikan mas Dio. Terlihat ekspresi keduanya ikut geram dan marah menanggapi ceritaku, tapi kemudian mereka tersenyum lega dan bahagia setelah mendengar bahwa kami baik-baik saja, karena beruntung ada seorang pemuda yang menolong di kota pelarian. "Ya sudah, Nduk, jangan diingat-ingat lagi kejadian itu. Semoga keputusan yang akan kamu ambil benar-benar tepat dan lancar terlaksana nantinya." Bapak tersenyum, seperti mengisyaratkan memberi kekuatan dan dukungan. "Terima kasih Bapak dan Ibu sudah mau mengerti juga mendukung keputusan Ria." Aku pun merasa lega serasa mendapat kekuatan tambahan. Tak terasa sudah sebulan aku dan Dhea tinggal di rumah orang tuak
Mas Dio tiba-tiba menubruk dan memelukku sangat erat. Membuatku reflek meronta sekuat tenaga melepaskan pelukan yang sangat tidak kuinginkan itu."Ria, aku mohon jangan tinggalkan aku! Aku teramat mencintaimu, hatiku sangat sakit melihatmu bersama Reyhan!" Mas Dio menangis, merengek dan tetap memeluk erat hingga aku sulit bernapas."Lepaskan aku, Mas! Aku susah bernapas!" Dengan napas tersengal, kucoba mendorong badan kekarnya.Dan akhirnya sedikit terlepas, lalu ....PLAK ....Kutampar pipi mas Dio sekuat tenagaku hingga tangan terasa panas."Ma ... maaf, Mas, bukan maksudku berbuat demikian. Aku tak sengaja, aku hanya reflek karena mendapat perlakuan tak pantas." Aku benar-benar menyesal dan tak sengaja menamparnya, bahkan tak menyangka bisa melakukan hal itu padanya."Tidak apa-apa Ria, memang aku pantas mendapatkannya. Maaf, telah berani menjamahmu, lagi. Aku terlalu cemburu melihatmu dengan Reyhan. Tapi, benarkah semudah itu kau
"Masa Om Reyhan lupa, sih? Inget gak Om, yang kemarin pas kita di taman sebelum Dhea pulang kesini?""Yang mana, Dhea? Om lupa!""Itu loh, yang Om ngajakin Dhea ganggu cewek yang duduk di kursi pinggir taman, Om bilang gini ke kakaknya ... 'hai, Cantik, mau gak jadi ibu dari anak aku yang lucu ini?' Nah, terus pacarnya dateng bilang gini, 'maaf, Pak Poh, dia pacar saya!' Inget gak, Om?""Hahaha ... iya, om inget, itu yang kamu bohongin om 'kan? Kamu bilang pak poh itu artinya kakak ganteng di bahasa Jawa, tapi ternyata artinya bapak sepuh alias bapak tua! Akhirnya, om malah diledekin juga diketawain sama mereka, gara-gara kamu kerjain, jadi salah mengerti kata pak poh itu!""Hihihihi .... " Aku dan Dhea cekikikan mendengar cerita Reyhan."Padahal om udah seneng banget dipanggil kakak ganteng sama duo abg itu, eh endingnya dikata bapak-bapak juga!""Hahahaha .... " Aku tak bisa menahan tawaku lagi."Dhea, Dhea ... kamu itu pintar. Pint
"Aku tak mau Dhea kehilangan sosok papanya lagi, dari itulah aku ingin mendekatkan diriku padanya. Aku menyesal telah kehilangan masa kecilnya," tambahnya lagi."Iya, Mas, aku mengerti."Akhirnya kami terus berbincang menceritakan tentang Dhea dan Diego.Kemudian berjanji akan menjadi orang tua yang baik untuk putri kami, meski tidak bisa bersama sebagai orang tua lengkap yang tinggal satu atap.Tak terasa waktu beranjak malam, kuputuskan untuk meminta diantar pulang. Saat akan bangkit dari duduk tiba-tiba kepalaku terasa sangat pusing dan kantuk hebat menyerangku."Aduh, Mas, kok aku pusing banget ini. Buminya kok bergoyang ya, rasannya?" Kupegangi pelipisku yang terasa teramat pening."Kamu kenapa, Ria? Kamu sakit, ya?" tanyanya sambil mendekat."Gak tau nih, tiba-tiba pusing" Kukedip-kedipan mataku agar kelopak yang terasa berat bisa terbuka. Namun, tetap saja berat, malah mas Dio terlihat ada dua."Kamu ga
"Kau itu istriku, Ria. Kau untukku dan hanya milikku, bukan milik Reyhan atau siapapun!" Mas Dio berjalan ke arah lemari, lalu mengambil pakaian yang entah milik siapa itu untukku."Ini, pakailah! Aku sengaja menyiapkan baju ini khusus untukmu, Sayang!" Ditariknya bandrol harga pada baju itu hingga terlepas, lalu menarik tubuhku berniat memakaikan.Kutepis kasar tangannya, hingga baju berbahan tipis itu terjatuh."Kenapa, Ria? Apa kau malu jika aku memakaikan baju untukmu? Aku suamimu dan sudah hafal betul dengan bentuk lekuk tubuhmu! Jadi, menurutlah!" ucapnya sambil menyeringai yang membuatku semakin takut."Oh ya, satu hal yang harus kau tahu! Kau pasti berpikir jika kita akan segera bercerai ,kan? Karena kita sudah sama-sama menandatangani surat permohonan perceraian itu. Aku tak mungkin sebodoh itu ,Ria, tak mungkin semudah itu menceraikanmu. Jadi, suratnya hanya kusimpan tanpa diajukan ke KUA ataupun pengadilan
Dengan alasan Dhea ingin dijemput mamanya, akhirnya Ria mau ikut. Setelah sampai di rumah kuantar dia menuju ke kamar Dhea yang juga milik Diego. Setelah ibu dan anak itu bertemu, lalu kutinggal sebentar ke kamar untuk mengambil obat tidur yang sengaja kubeli kemarin malam.Terpaksa aku harus mengikuti cara kotor Marrisa untuk mendapatkan Ria kembali, karena dengan cara baik-baik meminta dia untuk tetap bersamaku tidak bisa. Dia tetap bersikeras meminta cerai.Sebenarnya aku tahu bahwa Reyhan itu mencintai Ria, sebelum kembali ke sini kami sempat berbicara empat mata. Tentu membicarakan tentang perasaannya pada Ria, bahkan beraninya dia memberi kesempatan padaku untuk membujuk Ria agar kembali. Juga ancaman apabila tidak mau dan lebih memilih cerai, maka aku harus mengikhlaskan wanita yang masih berstatus istriku itu menjadi miliknya.Sungguh negosiasi yang menyebalkan. Jika saja dia bukan atasanku, mungkin aku sudah habis kesabaran untuk menghajarnya. Hanya saj
"Aku mencintai mas Reyhan, dan aku tidak ingin bersamamu lagi, Mas!" ucapnya sesenggukan saat kami beradu argument.Kata-katanya itu membuatku murka, kutinju dinding kamar untuk melampiaskan kemarahan. Tak kuhiraukan rasa perih ditangan yang sedikit mengeluarkan darah, karena di dalam dada ini rasanya lebih sakit dan lebih perih daripada luka itu.Sebagai pengalih rasa kecewa, kutindih tubuh Ria yang terbungkus selimut itu, lalu saat hendak mencium bibirnya. Tapi, dia malah mengelak dan itu membuatku semakin murka.Beruntung masih kukuasai diri saat teringat telah membelikannya sebuah lingerie. Kuambil pakaian itu dari dalam lemari kemudian memakaikan pada tubuh Ria tanpa kesulitan dan paksaan karena dia hanya menurut.Ria nampak sexy sekali memakainya, aku yang melihatnya kembali merasa bergairah. Setelah memakai t-shirt kuputuskan untuk pergi ke kamarku sebentar berniat meminum obat kuat yang tak sengaja kupersiapkan juga.Aku menyiapkannya
***POV Reyhan***Lega rasanya bisa menemukan Ria dan Dhea kembali dalam keadaan baik-baik saja. Untungnya dia telah kuberi hp yang bisa dilacak keberadaannya lewat aplikasi di notebook. Bila tidak, entah aku harus mencari mereka ke mana. Ria itu orangnya nekat dan keras kepala. Susah ditebak pula apa maunya.Tadi aku terpaksa menghindar darinya, dengan alasan ingin beristirahat karena dari semalam belum tidur setelah melakukan perjalanan jauh.Aku hanya tidak ingin mengingatkan dia pada peristiwa yang baru dialaminya semalam. Takut itu akan membuatnya sedih. Dan aku sendiri bingung harus bersikap bagaimana, mengharapkannya salah, meninggalkannya juga salah. Lebih baik sementara saling menata hati saja."Dio, kenapa kau lakukan itu?"Frustasi, kuacak rambut dengan kasar, ingin rasanya marah dan menghancurkan barang-barang yang ada di kamar penginapanku ini, tapi kutahan karena tak ada gunanya. Marah tak akan merubah keadaan, justru pikiran jernihlah