Lahat ng Kabanata ng Istri Sebatas Status: Kabanata 71 - Kabanata 80
82 Kabanata
71. Rindu yang Mencair
Refleks tangan gemetar Gugun mengusap kepala Kyra penuh kasih. Setelah cukup lama membiarkan Kyra melepas rindu, Gugun berjongkok. Bibirnya mengukir senyum. “Apa sekarang tante cantik sudah sembuh?” tanya Kyra. “Kata mama, papa tidak pulang karena harus merawat tante cantik.” Kepolosan Kyra membuat hati Gugun terenyuh. Dia benar-benar bersalah. Dia telah menelantarkan istri dan anaknya dalam jangka waktu yang lama. “Mulai sekarang, papa akan selalu pulang.” Getar rindu memicu gerak tangan Gugun untuk mendekap erat putrinya. Tanpa dapat dicegah, dua bulir bening menggelinding jatuh dari sudut matanya. Memandang takjub dari tempatnya berdiri, Ainun ikut menyeka air mata. Hatinya berkata penuh damba. 'Ah, andai Mas Gugun yang kembali ….' Dia masih belum tahu bahwa lelaki yang saat ini memeluk putrinya adalah suami yang selama ini sangat dirindukannya. Gugun mengangkat tubuh mungil Kyra dalam gendongannya. Berjalan mendekati Ainun. Rasa hatinya tak menentu saat itu. “Kau lebih ringa
Magbasa pa
72. Kau Harus Bertanggung Jawab Atas Penderitaanku!
Senyuman di wajah Aileen sirna dalam sekejap. “Ini tidak mungkin!” gumamnya. Tak percaya dengan apa yang disaksikannya. Isi paket yang baru dibukanya itu sungguh tidak sesuai dengan apa yang dibayangkannya. Tidak ada kotak perhiasan besar seperti yang dilihatnya di pameran. Hanya amplop berwarna cokelat dan lembaran koran. Aileen mengacak-acak isi kotak itu dengan kedua tangannya. Mencari-cari benda yang diinginkannya. Matanya terbelalak tatkala menemukan sebuah kotak kecil berwarna merah. Itu kotak berisi cincin. Dia masih mengingat dengan sangat jelas ketika menyematkan cincin pertunangan ke jari manis Gugun. Detak jantungnya tiba-tiba saja berpacu cepat. Gugun mencintainya. Lelaki itu tidak mungkin memutuskan pertunangan setelah membeli kalung idamannya, bukan? Dia melihat langsung lelaki itu menyodorkan kartu untuk membayar harga pembelian kalung tersebut. Di saat Aileen masih termangu dan hanyut dalam pemikirannya tentang Gugun, Nyonya Alberto ikut memeriksa isi paket tersebut
Magbasa pa
73. Aku Butuh Bukti, Bukan Janji!
Agnes duduk di depan meja rias. Menatap sayu pada pantulan dirinya di dalam cermin. Polesan make-up tipis telah menyamarkan rona pucat wajahnya. Membuatnya tampak lebih bercahaya. Agnes membuang napas. Mencermati penampilannya yang tak lagi memiliki rambut di kepala. Konon rambut merupakan mahkota wanita. Dia telah kehilangan mahkota terindah itu. Yang tersisa hanyalah kepala plontos. Menyedihkan sekali! Agnes tersenyum miris. “Seperti apa pun penampilanmu, kau tetap terlihat cantik di mataku.” Aksa melangkah santai menghampiri Agnes. Dia baru saja selesai berpakaian. Dikecupnya puncak kepala Agnes yang terlihat licin. “Kamu hanya ingin menghiburku, kan?” “Aku mengatakan yang sebenarnya.” Aksa meremas lembut pundak Agnes. Pandangan mereka bertemu di dalam cermin. Aksa menarik naik kedua sudut bibirnya. “Kecantikan yang sesungguhnya dari seorang wanita tidak terletak pada wajah dan penampilannya, melainkan pada hatinya,” komentar Aksa. “Semakin bersih dan baik hati seorang wanita
Magbasa pa
74. Kapan Buat Adik?
“Sayang … itu kan Papa Aksa,” jelas Ainun. “Papa yang selama ini bersama kita.” Mata Kyra berpaling pada Gugun dengan tatapan penuh tanya, 'Kalau itu Papa Aksa, lalu yang ini siapa?' “Nah, yang ini ….” Ainun menepuk pelan lengan atas Gugun, “Papa Gugun. Papa kandung Kyra yang selama ini bekerja jauuuh banget.” Gugun mengelus lembut rambut Kyra. “Iya, Sayang … selama papa pergi, Papa Aksa yang menjaga Kyra sama mama,” jelasnya. “Benarkah?” Senyuman dan anggukan kepala dari empat orang dewasa yang duduk semeja dengannya menghalau ketakutan Kyra. Dia melompat turun dari bangku. “Yeaaay! Aku punya dua papa!” serunya dengan wajah berbinar cerah, berlari mengelilingi meja untuk menghampiri Aksa. Aksa segera mengangkat tubuh mungil Kyra untuk duduk di pangkuannya. Dia terkekeh geli ketika Kyra menyerangnya dengan kecupan bertubi-tubi, nyaris memenuhi seluruh permukaan wajahnya. Setelah puas melepas rindu pada Aksa, mata bening Kyra beralih pada Agnes. “Tante Cantik … apa aku boleh man
Magbasa pa
75. Hidupku Bukan Urusanmu!
Sepasang kaki terbalut celana berwarna navy menjulur dari dalam mobil, diikuti keseluruhan tubuh sang pemilik kaki. Nevan berjalan ke belakang mobilnya dengan dada membusung. Dia melendehkan pantat pada bagian belakang mobil itu dengan bersilang kaki. Sebelah tangannya bersembunyi di dalam saku celana. Sudut bibir Nevan mencebik sinis kepada Aksa. Seringai mengejek pun menggenapi tatapan penuh kebencian yang membidik tepat ke netra gelap Aksa. “Sebaiknya kau menjauh dari sana, Agnes Fan!” sarannya dalam nada perintah. “Kemarilah dan masuk ke mobilku!” Darah Aksa mendidih mendengar anjuran dan perintah Nevan kepada Agnes. Lelaki itu terkesan sengaja menganggapnya sebagai patung batu. Kedua tangan Aksa terkepal erat membentuk tinju. “Apa hakmu memerintah istriku?” Nevan mengungkai kakinya dan tegak lurus. Dia maju selangkah. Berpaling pada Agnes seolah-olah pertanyaan Aksa hanya embusan angin lalu. “Lelaki seperti itu tidak pantas menjadi suamimu,” tegasnya. “Kau desainer ternama d
Magbasa pa
76. Tutup Mulutmu!
Melangkah mundur dengan kaki gemetar, muka Nevan memucat seperti kain kafan. Pantatnya kini telah membentur bagian belakang mobilnya. Ke mana dia harus lari sekarang? Nevan bergeser ke kiri. Dia harus bisa menemukan celah untuk berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Dia tidak mau mati konyol di tangan Aksa. “Kupikir kau tak akan muncul lagi di hadapan istriku karena kau sudah belajar dari kesalahanmu,” ejek Aksa dengan seringai menakutkan. “Ternyata kau bertindak terlalu bodoh. Kali ini aku akan memberimu pelajaran yang lebih keras.” Sebuah mobil melintas dan berhenti di dekat Aksa. “Papa!” Krya berteriak dari jendela dengan kaca yang sudah diturunkan. Nevan memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Namun, teringat gadis kecil itu memanggil papa pada Aksa, langkahnya terhenti. Seringai licik terbit di wajahnya. Dia belum kalah. Krya turun dari mobil dan berlari ke pelukan Aksa yang sudah berjongkok untuk menyambutnya. Ainun mengiring di belakangnya. Seringai Nevan makin leb
Magbasa pa
77. Lara
Aksa mematung di depan pintu. Awalnya, dia berniat untuk mengetuk pintu rumah orang tuanya itu. Namun, mendengar suara ribut dari dalam, dia pun membatalkan niatnya. Dia tetap tegak mematung di sana. Menguping pertengkaran yang sedang berlangsung antara mama dan kakak iparnya. Dia merasa aneh mengetahui dua orang yang biasanya sangat akur tersebut berubah seperti musuh. “Ma … Ma … Mama pikir aku naif? Aku tahu Mama tidak pernah membesarkan Aksa dan saudara kembarnya dengan tangan Mama sendiri,” cemooh Marsha. “Mama bahkan tidak pernah memberi mereka ASI. Mereka adalah dua anak sapi yang diasuh oleh pembantu.” “Kamu?” Clarissa mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Ingin sekali dia bisa mencabik-cabik mulut Marsha. “Apa aku salah?” Marsha semakin merasa bahwa dirinya berada di atas angin ketika melihat Clarissa tidak berani melayangkan tangan kepadanya. Sudut bibir Marsha mencebik sinis. “Mama bahkan tak peduli Eksa masih hidup atau sudah mati!” Sentilan telak itu membungkam mu
Magbasa pa
78. Enggan
“Di mana kau sekarang?” Haidar menodong Aksa dengan pertanyaan interogasi tanpa basi-basi tentang kabar. Aksa mendengkus kecewa. Sepertinya Haidar benar-benar tak peduli apakah dia masih hidup atau sudah mati. “Yang jelas, bukan di rumah Papa!” Aksa menyahut dengan nada dingin. “Anak kurang ajar!” umpat Haidar. “Kalau di rumahku, apa perlu aku bertanya seperti itu?” “Sudahlah. Aku sedang tidak ingin bertengkar,” sahut Aksa. “Aku masih ngantuk.” Selesai berkata begitu, Aksa langsung memutus sambungan telepon. Di ujung telepon. Haidar mengomel panjang pendek lantaran kesal dengan perbuatan Aksa. Berkali-kali dia mencoba memanggil ulang nomor telepon Aksa, tetapi Aksa tidak lagi mengangkat panggilannya. Dengan kesal dan mulut tak henti mengumpat dan memaki, dia mengetik pesan untuk Aksa. Aksa turun dari ranjang dengan tampang kusut. Niatnya untuk melanjutkan tidur sedikit lebih lama gagal total akibat gangguan dering telepon dari papanya. “Lelaki itu masih belum menyerah!” ejek Aks
Magbasa pa
79. Mengesampingkan Ego
Agnes menyeka kristal bening yang meluruh dari sudut matanya. Emosinya terhanyut mendengar kidung lara kehidupan masa kecil Aksa. “Kau menangis? Membuat aku benar-benar terlihat menyedihkan!” Meskipun bibirnya melontarkan keluhan mengejek kepada Agnes, Aksa merasakan hatinya menghangat ketika menyadari bahwa Agnes berempati terhadap nasibnya yang kurang beruntung di masa lalu. Setelah berhasil mengendalikan perasaannya, Agnes mengumbar senyuman hangat. “Dengan begitu aku yakin kamu akan lebih menghargai orang lain dan memahami makna kata bahagia yang sesungguhnya.” Agnes juga semakin paham sekarang mengapa Aksa begitu melindungi Ainun dan Kyra. Dia sudah merasakan pahitnya diabaikan. Jadi, wajar jika dia tidak ingin Kyra mengalami hal yang sama. “Kamu enggak dendam kan sama mama?” “Entahlah. Aku hanya merasa berat untuk menemuinya lagi.” Agnes sangat mengerti. Siapa pun yang pernah disakiti—apalagi dalam jangka waktu lama—tentu sulit untuk benar-benar bersikap normal. Mungkin me
Magbasa pa
80. Pulang
“Pa, Aksa tidak pernah berniat untuk mempermalukan Papa ataupun Mama,” ujar Agnes, merasa tidak nyaman dengan perdebatan mertua dan suaminya. “Ainun memang bukan istri Aksa. Selama ini, dia hanya berusaha melindungi Ainun dan Kyra.” Muka Haidar menggelap. Dia paling benci dibohongi. “Kalau dia bukan istri dan anakmu, untuk apa kau peduli pada mereka?” semburnya, menatap garang pada Aksa. “Mereka keluarga Eksa, Pa. Bagaimana mungkin aku menelantarkan mereka?” “Apa? Jangan bercanda, Aksa! Eksa sudah lama mati! Mayatnya bahkan tidak pernah bisa ditemukan.” Aksa membuang pandang ke lantai. “Ya. Bagi Papa sama Mama Eksa sudah mati. Kalian tidak pernah peduli setelah dia melarikan diri.” Bulir bening di sudut mata Clarissa menggelinding jatuh mendengar penuturan Aksa. Sebagai ibu yang mengandung dan melahirkan mereka, dia memang tidak pernah mempertanyakan keberadaan Eksa semenjak anaknya itu memberontak dan minggat dari rumah. Dia tidak pernah tahu bahwa Eksa telah mengganti nama pangg
Magbasa pa
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status