All Chapters of Excite 17: Chapter 41 - Chapter 50
51 Chapters
Mengingatkan Akan Masa Lalu
Setelah mendapat izin dari Milen dan memastikan kalau Milen tidak ada acara apapun malam ini yang mengharuskan dia memakai mobilnya, aku meminjam mobil Milen dan langsung menuju sebuah perumahan yang tidak begitu jauh dari lokasi mess tempatku tinggal. Menuju alamat yang diberikan Pak Daniel, membuatku cukup jauh masuk ke dalam area perumahan itu. Aku menatap rumah berdinding hitam di depanku. Walaupun aku yakin, namun aku perlu turun untuk memastikan kalau rumah itu adalah alamat yang ku tuju.Setelah menemukan tempat parkir yang tepat, aku turun. Memastikan sekali lagi. Benar, ini alamatnya.Cukup membuatku terkejut karena pintu pagar terbuka otomatis setelah aku membunyikan bel, padahal tidak ada orang yang berusaha menengok keluar untuk mengecek siapa yang datang. 
Read more
Tetaplah Di Sini
Suasana yang menyelimuti kami benar-benar langsung berubah. Yang semula terasa santai, kini seperti menegangkan. Aku tidak berani mengatakan apapun melihat Pak Daniel juga hanya diam saja.  Hening.  Hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan piring.  Bukan tidak peduli, aku malah sangat khawatir, tapi hal tadi, mungkin bukan sesuatu yang bagus jika ku ungkit sekarang. Aku juga takut dia tidak mau membicarakan hal itu. Jadi aku lebih memilih mengatupkan mulut dengan rapat mengenai apa yang kulihat tadi.  Jika suasana terus seperti ini, sepertinya aku lebih baik pergi dari sini. Tapi tentu saja setelah melihat dia beristirahat.  
Read more
Apakah Bisa Bertahan
Walau ragu, aku akhirnya berjalan mendekat perlahan-lahan.  Merasakan kehadiranku, lelaki itu menoleh dan langsung menegakkan pundak, bersikap siaga akan kedatanganku.  Dia tampaknya sama sekali tidak ingin menyapaku, namun dia terlihat ingin mengatakan sesuatu namun segera di urungkannya, terlihat dari pergerakan mulutnya yang terbuka kemudian menutup dengan cepat.  "Pak Daniel ada di dalam?" tanyaku. Dia hanya mengangguk.  "Baiklah kalau begitu, tadinya Mita ingin berpamitan, tapi nunggu Pak Daniel keluar aja." aku berniat pergi, tapi berbalik dan bertanya lagi pada pria itu. "Apa… Tuan Lambert juga ada di dalam?"
Read more
Hubungan Yang Rumit
"Kemana aja, Mit?" Milen sedang melahap roti panggangnya begitu aku kembali. Penampilannya sudah rapi. Ia melirik jam di pergelangan tangan untuk melihat apa masih ada waktu yang tersisa untuk bersiap-siap. "Masih lama. Udah cepet sana siap-siap." Aku mengacuhkan Milen. Memang berniat untuk langsung masuk ke kamar mandi. Menyiapkan diri untuk bekerja dalam keheningan. Juga sambil berusaha mengumpulkan konsentrasi untuk bekerja nanti. Walau aku yakin pikiranku pasti akan terpecah belah nanti.  Di tengah perjalanan, Milen yang sudah menahannya sedari tadi, akhirnya menyuarakan pertanyaannya.  "Jadi, tadi malem Mita tidur dimana?"  Dari ujung mata, aku melirik Milen sebentar, kemudian kembali lagi berkon
Read more
Pulang
Aku langsung meminta cuti begitu mendengar kabar Ibu dan langsung kembali ke Jakarta.  Di tengah kesibukannya, Milen malah membantuku mencari jadwal kereta yang bisa berangkat paling cepat dan menyuruhku untuk tidak panik.  Jadi, masih dengan baju dinas, sore hari aku sudah sampai di sebuah rumah sakit dimana ibu di rawat.  Walau seluruh tubuhku lemas seakan tulang-tulang di tubuhku lenyap, namun aku masih bisa berlari-lari kecil saat berusaha mencari kamar Ibu. Dan setelah menemukannya, melihat kedatanganku, Ibu sedikit terkejut. Sementara Bi Laksmi yang duduk di samping ranjang Ibu tampak lega.  Dengan kaki bergetar, aku berjalan mendekat.  
Read more
Tertangkap Basah
"Kalau begitu, saya kembali ke ruangan, Pak." Si Dokter yang sedari tadi menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar di samping Pak Daniel, mengakhiri pembicaraannya.  Pak Daniel mengangguk. Akhirnya mengalihkan perhatiannya kepada dokter itu. "Hm. Terima kasih."  Setelah Dokter itu menghilang kembali ke ruangan tempat mereka keluar tadi, Pak Daniel melihatku kembali.  Tanpa peduli Milen yang masih bicara dalam telepon, aku menurunkan ponsel dari telinga dan mematikan sambungan.  "Mita pikir, Bapak di sini bukanlah sebuah kebetulan." Aku memberanikan diri untuk bicara.  "I-itu…. Saya berobat di sini." 
Read more
Bersyukur Dia Di Sampingku
Aku berlari menyusul mereka.  Ibu ada di atas ranjang itu, dengan badan yang terus bergoyang-goyang karena ketiga petugas kesehatan itu menyeret ranjang Ibu sambil berlari, tapi mata Ibu terus terpejam. Hal itu membuatku langsung tahu kalau Ibu sedang tidak sadarkan diri.  Sayangnya, seorang suster menghalangi kami agar tidak melangkah lebih jauh ke dalam unit perawatan intensif.  "Mohon ditunggu di luar aja ya, Mbak." pinta suster itu.  "Kita tidak disana. Bisa jelaskan apa yang terjadi?" Pak Daniel mencegah suster itu yang hendak pergi tanpa menjelaskan apapun.  "Tadi ada suster yang mau ganti infus, Pak. Pas suster ngecek, Ibu Li
Read more
Hutang Janji
"Terima kasih." sahut Ibu setelah mendengar tanggapan Pak Daniel.     Walau perkataan Ibu tadi demi diriku, tapi aku merasa tidak suka.   Aku berjalan mendekati ranjang. "Ibu ngomong apa sih? Ibu nggak akan pergi kemana-mana."   Ibu hanya tersenyum kecil mendengar ucapanku.    ****   Selama 2 hari, Ibu harus menginap di ICU. Setelah kondisinya berangsur-angsur membaik, akhirnya Ibu dipindahkan lagi ke ruang rawat inap.    Aku sama sekali tidak mengeluarkan kaki dari gedung rumah sakit demi menjaga Ibu. Bi Laksmi juga sering datang hanya untuk membawakan pakaian ganti untukku dan
Read more
Sudah Ada Yang Punya
Pagi ini, aku sedang sibuk membuat sarapan begitu Pak Daniel keluar dari kamarnya.    "Kopi?" tawarku.    Dia menghampiri. Berdiri di dekatku. "Boleh." jawabnya.    Untuk membuatkan kopi, aku meninggalkan sejenak sarapan yang sedang ku masak.    Pak Daniel masih berdiri di sampingku. Tubuhnya bersender menyamping pada salah satu lemari dapur yang tinggi. Tangannya bersedekap di depan dada. Saat aku melirik, dia menelengkan kepalanya. Perhatiannya tidak pernah teralih dari diriku. Membuatku sedikit gugup diperhatikan seperti itu.    "Apa?" tanyaku. Takut-takut dia sedang membutuhkan sesuatu.   
Read more
Terjebak di Keheningan
Aku rasa Pak Daniel tidak bisa berpikir jernih sekarang. Jadi aku mengambil alih plastik yang ada di tangannya kemudian meletakkannya di bawah, di sembarang tempat, berikut juga plastik di tanganku, kemudian menuntun Pak Daniel duduk di sofa yang berhadapan dengan Tuan Lambert.    Hanya keheningan yang ada. Membuat kita semua jadi sedikit canggung. Sampai akhirnya Ibu berpamitan untuk pergi ke kamar.    Mungkin sebaiknya aku mengikuti langkah Ibu. Aku tidak perlu terlalu ikut campur di antara mereka. Urusanku cukup sampai membuat Pak Daniel bertemu dengan Tuan Lambert.    "Kalau begitu Mita juga-"    "Tetaplah disini. Saya pikir, Daniel bisa lebih nyaman jika ada dirimu." Baru setengah bangun, Tu
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status