All Chapters of Heartbeat: Chapter 41 - Chapter 50
77 Chapters
The Decision
Kakek Tom tersenyum meremehkan, “Lihatlah, kau ini hanya banyak bicara saja!” hardik Kakek Tom.Carla tersenyum kecil, “Aits...Jangan cepat mengambi simpulan. Aku ini sangat tahu Kakek sekarang sedang berpikir akan mengabulkan permintaan Evelyn atau tidak,” ucap Carla dengan penuh percaya diri.Kakek Tom menyentil jidat Carla, “Jangan mengarang!”Carla tersenyum geli, “Kau hari ini boleh menyentilku sesuka hatimu, aku tidak akan marah.”“Diamlah! Keluarlah dari sini gadis nakal!” ucap Kakek Tom dengan dingin.“Heeem....aku tidak mau keluar sebelum Kakek menyetujui permintaan Evelyn,” ancam Carla.“Aku tidak akan mengubah keputusanku. Sudah keluar sana!” ujar Kakek Tom.Carla berdecak kesal, “Sudahlah Kakek Tom, berhenti membohongi perasaanmu! Aku tahu kau pasti akan menuruti keinginan Evelyn. Kau tidak mungkin mau melihat cucu perempuanmu itu sed
Read more
Distraction
Hampir pukul dua belas malam ketika Carla tiba di depan mansion milik Sbastian yang berada di kawasan Compton Avenue, London. Setelah Kakek Tom setuju untuk mengabulkan permintaan Evelyn, pria tua itu langsung meminta pengacaranya untuk datang ke rumah sakit dan mengurus berkas-berkas untuk pengalihan kepemilikan mansion.Setelah urusan dengan pengacara selesai, Evelyn meminta bantuan kepada Carla untuk memberi tahu Sbastian bahwa adiknya itu tidak perlu datang ke pernikahannya. Evelyn tidak ingin kedatangan Sbastian berlandaskan rasa terpaksa.Carla menyetujuinya. Ia berjanji akan mengatakan pada Sbastian tentang hal itu saat mereka bertemu. Namun, nampaknya Carla tidak bisa menunda keinginannya untuk berbicara pada sang dokter angkuh. Ketika ia sedang dalam perjalanan pulang, tiba-tiba dia mengurungkan niatnya. Iya meminta pada supir taksi untuk membawanya menuju mansion peria bermata hijau itu.Sebenarnya, Carla sudah terlebih dulu mengecek kantor Sbastian ka
Read more
Are You Happy?
Sbastian meletakkan cokelat panas yang baru dibuatnya di depan Carla yang sedang duduk di depan meja panjang bar mininya. Saat itu Carla sedang mengedarkan pandangan di sekitar ruangan karena nampak sepi. “Terima kasih, oh iya di mana para asistenmu?” tanya Carla sambil mengambil cangkir berisis cokelat panas yang ada di hadapannya. “Ap kau sudah lupa waktu? Ini sudah hampir pukul satu malam, tentu saja mereka sudah beritirahat di paviliun belakang,” ucap Sbastian dengan nada kesal. Carla menyeruput cokelat panas di cangkirnya, rasa hangat secara perlahan merasuki tubuhnya yang sejak tadi masih merasa kedinginan., “Aku bertanya baik-baik, kenapa kau menjawabku dengan sinis?” protes Carla. “Karena kau mengganggu waktu istirahatku,” Sbastian kembali meneguk wiski yang ada di gelasnya. “Nampaknya kau juga tadi tidak sedang beritirahat, kau hanya sedang bersantai beramsa alkoholmu itu,” tuduh Carla. Sbastian menghela nafas berat, “Ya, aku
Read more
Stay Overnight
Sbastian kembali meneguk wiski miliknya, kali ini ia meneguknya secara langsung dari botol wiski itu. Entah mengapa hatinya menjadi risau sejak kepergian Carla beberapa saat yang lalu. Ia merasa kesal, namun bingung kesal pada siapa dan kenapa. Ketika dia sedang berusaha menyalurkan rasa kesalnya itu dengan meminum wiski, bel mansionnya kembali berbunyi.Sbastian yang masih sadar sepenuhnya karena dia memang kuat meminum minuman beralkohol dengan amarah yang masih tersimpan berjalan ke arah pintu utama mansionnya setelah meletakkan botol wiski yang ada di tangannya di atas meja bar mini. Saat pintu mansion dibuka, dirinya terkejut melihat salah satu penjaga pintu gerbang mansionnya sedang mengangkat tubuh Carla yang sedang tak sadarkan diri.“Apa yang terjadi?” tanya Sbastian dengan wajah khawatir, wajah penuh amarahnya kini telah menghilang.“Nona ini pingsan di depan pintu gerbang sembari menunggu taksi pesanannya,” ucap si penjaga gera
Read more
Morning with You
Waktu menunjukkan pukul delapan pagi ketika Carla membuka matanya. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, menyesuaikan matanya dengan cahaya lampu ruangan. Ia mengenali ruangan itu. Ruangan yang sama yang dihuninya asaat pingsan setelah berlari pagi mengejar Sbastian.Carle mencoba untuk mengingat-ingat apa yang terjadi padanya di malam sebelumnya. Hal terakhir yang diingat olehnya adalah sedang berdiri di depan gerbang mansion Sbastian, menunggu taksi pesanannya, lalu pusing tiba-tiba menyerangnya dan tubuhnya terasa lemas. Setelah itu dia tidak mengingat apa-apa.Carla bangkit dari posisi berbarinya, duduk bersandar pada sandaran kasur. Kepalanya masih terasa berdenyut. Kompres yang ada di keningnya terjatuh. Baju yang dipakainya telah berganti.Ketika Carla bersiap untuk turun dari kasur yang ditempatinya, seseorang membuka pintu kamar itu.“Tetaplah di kasurmu!” ucap Sbastian dengan tegas sambil membawa nampan berisi teh manis hangat dan sup ayam b
Read more
Attention
Setelah Sbastian pergi dari kamar tamu itu dengan kesal, Carla memilih unutk kembali tidur karena kepalanya masih berdenyut pusing. Ia berharap dengan tidur, pusing di kepalanya bisa berangsur menhilang.Carla kembali terbangun sekitar pukul satu siang. Cacing-cacing di perutnya mulai berbunyi, meminta makan. Sebenarnya, gadis bermata abu-abu itu sama sekali tidak berselera untuk makan, tetapi perutnya sepertinya tidak sepaham.Carla akhirnya turun dari tempat tidur tempatnya berbaring. Kepalanya amsih sedikit berdenyut, tetapi tidak separah sebelumnya. Ia berjalan dengan lemas menuju dapur mansion Sbastian.Di sana, dilihatnya seorang asistern rumah tangga sedang memasak. Carla pun mendekati asisten rumah tangga itu dan menyapanya.“Nona, sudah bangun?” ucap si asisten rumah tangga yang berusia sekitar tiga puluh tahunan. Carla menganggukkan kepala kecil.“Apa Nona ingin makan?” tanya asisten rumah tangga itu dengan lembut.
Read more
Is It You?
Waktu menunjukkan pukul lima sore. Carla menghabiskan waktu sepanjang hari di dalam kamar ruang tamu mansion Sbastian. Sesekali ia mengecek ponselnya untuk membalas pesan dari karyawan dan pelanggannya. Ia juga telah mengabari keluarganya bahwa kondisinya baik-baik saja dan beralasan pada keluarganya sedang membantu persiapan pernikahan sahabatnya karena itu dia tidak pulang ke rumah malam sebelumnya.Ketika gadis bermata abu-abu itu sedang asyik melihat video di layar ponselnya, seseorang membuka pintu kamar yang ditempatinya. Secara spontan gadis penjual bunga itu menatap pintu. Dilihatnya sosok Sbastian yang baru pulang dari rumah sakit dengan memakai setelah rapi.“Apa kau tidak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk?” tegur Carla.“Ini mansionku, kamar yang kau huni ini juga milikku, jadi untuk apa aku perlu mengetuk pintu?” ucap Sbastian dengan kesal.Carla menghela nafas kesal, “Tanpa kau ingatkan, aku pun t
Read more
Attention Level Up
Malam telah tiba. Matahari sepenuhnya telah tenggelam. Salju masih setia turun menyelimuti kota London. Esok hari ketika salju telah berhenti turun, pastilah jalanan dan atap-atap rumah telah dipenuhi dengan gundukan salju putih. Menyenangkan untuk membuat boneka salju dengan gundukan itu atau setidaknya jika malas membuat boneka salju, gundukan itu bisa dijadikan senjata untuk bermain perang salju.Pukul tujuh malam Sbastian masuk ke kamar Carla dengan membawa shchi yang ia masak dengan tangannya sendiri. Shchi merupakan makanan khas Rusia yang terbuat dari kubis,  jamur, daging sapi, dengan campuran rempah-rempah dan tambahan lada hitam dan daun salam. Penyajiannya disandingkan dengan roti gandum untuk menambah kalori dan karbohidrat. Menurut Sbastian, shchi sangat baik untuk orang yang sakit karena segar dan banyak mengandung vitamin.Saat Sbastian masuk ke kamar Carla, dilihatnya gadis bermata abu-abu itu sedang tidur miring
Read more
Breakfast Together
Carla terbangun dari tidur lelapnya sekitar pukul tujuh pagi. Tubuhnya terasa lebih segar, rasa pusing di kepalanya sudah menghilang. Ia pun merenggangkan tubuhnya sebelum turun dari kasur empuk yang ditempatinya selama dua hari terakhir.Gadis bermata abu-abu itu keluar dari kamar tamu mansion Sbastian, dari depan pintu kamar itu diciumnya aroma sedap masakan dari dapur. Senyum sumringah tersungging di wajah cantiknya. Dengan langkah cepat ia pergi ke arah dapur mansion mewah itu.Ketika tiba di dapur, dilihatnya Sbastian sedang sibuk memotong-motong sayuran, teflon di depannya sedang mengepulkan asap.“Apa yang kau masak?” tanya Carla sambil berjalan mendekat ke Sbastian.Pria bermata hijau itu mengangkat kepalanya yang tertunduk karena sedang memotong-motong buncis, “Kau sudah bangun?”Carla menganggukkan kepalanya sambil menatap teflon berisi daging yang telah mengeluarkan asap, “Apa yang kau masak?”&
Read more
The Gown
Setelah menghabiskan sarapan dan membersihkan diri, mereka pun pergi meninggalkan mansion mewah Sbastian. Pagi itu Carla meminta agar Sbastian mengantarkannya ke toko bunganya. Awalnya, dokter bermata hijau itu menolak dan mmeinta Carla untuk naik taksi atau bus karena gadis bermata abu-abu itu telah sehat kembali. Namun, Carla berusaha dengan keras untuk membujuk Sbastian mengantarkannya. Gadis penjual bunga itu mengancam, jika Sbastian tidak bersedia mengantarnya maka dia tidak akan mau pergi dari mansion mewah itu.Sbastian merasa kesal dengan ancaman itu, namun pada akhirnya dia pun bersedia mengantar Carla ke toko bunganya dengan terpaksa. Sbastian heran karena gadis bermata abu-abu itu baru saja sembuh tetapi sudah pergi bekerja. Sbastian menasihatinya agar istirahat di rumah hingga benar-benar pulih. Tapi seperti biasanya, Carla tidak mendengarkan nasihat itu. Lagi pula pagi itu dia sudah ada janji temu.Carla mengatakan pada sang dokter dingin bahwa pukul sepul
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status