All Chapters of Heartbeat: Chapter 31 - Chapter 40
77 Chapters
Disappointment
Sbastian berjalan dengan wajah penuh amarah menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Tujuan dokter yang sedang memakai kemeja biru langit yang dipadukan dengan celana kain hitam itu adalah bangsal kelas VIP. Kedua tangannya mengepal erat di samping badan, menandakan dirinya yang sedang berusaha untuk menahan amarah yang siap meledek.Setibanya di bangsal VIP, ia dengan buru-buru masuk ke salah satu ruangan yang berada di bagian paling ujung. Ia buka pintu kamar VIP itu dengan kasar. Ditemuinya seorang suster berusia sekitar empat puluh lima tahun sedang mengobrol dengan seorang kakek tua yang berbaring di atas ranjang perawatan.“Suster Jane keluar dari sini!” bentak Sbastian dengan wajah merah karena marah.Suster Jane dan Kakek tua itu mengalihkan tatapan mereka ke sumber suara. Mendengar teriakan yang cukup menggelegar itu, Suster Jane menelan salivanya, wajahnya terlihat tegang, berbeda dengan si kakek tua yang wajahnya tetap terlihat tenang.
Read more
I’m not A Lier
Sbastian benar-benar diliputi amarah. Ia sangat kesal dengan keputusan sang kakek. Kekesalannya itu ia salurkan dengan memecahkan barang-barang di ruang kerjanya. Ia juga membuat meja kerjanya berantakan dan memukul-mukul dinding ruangannya dengan tangan untuk melampiaskan segala amarah yang terpendam. Hal itu membuat buku-buku jari tangan kanannya terluka dan berdarah.Namun, rasa sakit di buku-buku jarinya itu sama sekali tak terasa karena rasa sakit di hatinya lebih mendominasi. Ia tak peduli dengan luka-luka yang diderita buku-buku jarinya. Ia tetap melanjutkan aksi pelampiasan itu.Saat dokter bermata hijau itu sedang sibuk melampiaskan amarah dalam dirinya, seseorang membuka ruangannya tanpa mengetuk pintu. Sbastian tak peduli. Ia mengabaikan siapa pun yang masuk ke ruangannya.“Oh Tuhan Sbastian, apa yang kau lakukan?” seru sosok yang baru saja masuk ruangan dokter angkuh itu.Sbastian tak bergeming, ia tetap memukul-mukulkan buku-buku
Read more
The Sad Gaze
“Keluar dari sini!” bentak Sbastian.Carla mengerucutkan bibirnya, kemudian dia duduk di samping Sbastian. Dokter bermata hijau itu menatap kesal pada si gadis penjual bunga.“Aku memintamu untuk keluar dari ruanganku, bukan menyuruhmu duduk di sampingku!” ucap Sbastian dengan mata menatap tajam.“Kau tahu bukan aku ini tidak mudah untuk menuruti perintah orang lain,” ujar Carla diringin senyum mengejek.“Dan aku ini seorang yang pemaksa,” Sbastian berdiri dari sofa yang didudukinya.Carla menarik paksa tangan Sbastian hingga membuat pria bermata hijau itu kembali terduduk karen atarikan mendadak yang dilakukan oleh Carla, “Apa yang kau lakukan?” teriak Sbastian dengan penuh amarah.“Aku membuatmu duduk kembali,” ucap Carla dengan wajah polos.“Aku mohon padamu, keluar dari ruanganku sekarang! Jangan membuat kepalaku semakin sakit!” ucap Sbastian denga
Read more
Mushroom Soup
Dua porsi sup jamur telah berada di tangan Carla. Gadis itu kembali lagi ke ruangan Sbastian dengan wajah riang. Saat tiba di depan ruangan dokter angkuh itu, tanpa mengetuk pintu, Carla langsung membuka pintu ruangannya.Ruangan Sbastian begitu gelap padahal tadi saat ditinggalkan Carla ruangan itu masih diterangi dengan lampu-lampu yang menyala. Carla yakin pasti Sbastian lah yang telah mematikan lampu di ruangannya.Carla pikir mungkin Sbastian sudah pergi dari ruangan itu dan menenangkan diri dengan pulang ke rumah. Meski ia tahu bahwa Sbastian mungkin tidak ada lagi di sana, Carla tetap mencari tombol untuk menyalakan lampu ruangan itu karena ia ingin melihat apakah ruangan Sbastian sudah dirapikan atau belum.Ketika tombol lampu ditemukan, tombol itu pun ditekan, lampu seketika menyala. Saat itu pula, seseorang berteriak terkejut, “Apa-apaan ini? Siapa itu?”Carla terjingkat, terkejut dengan teriakan seseorang yang ternyata ada di dalam
Read more
Agreement
Setelah keduanya selesai makan malam dengan menghabiskan sup jamur hangat. Carla mengatakan pada Sbastian akan membantu dokter bermata hijau itu untuk mendapatkan mansion musim panas yang diinginkannya. Tentu saja Sabstian tak mempercayai ucapan Carla.“Apa alasanmu ingin membantuku?” tanya Sbastian dengan tatapan penuh selidik.“Tidak ada alasan khusus,” ucap Carla dengan cuek.Sbastian tersenyum sinis, “Aku tidak membutuhkan bantuanmu.”“Kau yakin?” Carla meremehkan.Sbastian menatap tajam gadis bermata abu-abu itu, “Aku sangat yakin.”Carla berdecak kesal, “Aku rasa kau membutuhkan bantuanku. Kau tidak mungkin bisa memiliki mansion itu tanpa bantuanku.”Sbastian memberikan tatapan menyelidik, “Apa yang sebenarnya kau rencanakan gadis gila?”Carla memutar bola matanya denagn kesal, “Aku tidak merencanakan apa-apa, aku hanya tidak tega me
Read more
Waiting for You
Sbastian sengaja berangkat ke rumah sakit St Thomas’ lebih awal karena ia ingin bertemu dengan Carla. Gadis bermata abu-abu itu selalu saja lebih dulu berada di ruangan Sbastian dibandingkan si pemilik ruangan.Pagi itu ketika Sbastian tiba di ruangannya, tak dilihatnya sosok si gadis pengganggu. Pria bermata hijau itu pun duduk di kursi kerjanya sambil mengerjakan laporan untuk para pasien yang sedang ditanganinya sembari menunggu Carla.Sayangnya, penantiannya tak kunjung berakhir. Meski saat itu waktu telah menunjukkan pukul sepuluh pagi, sosok Carla tak juga terlihat. Sbastian benar-benar kesal karena gadis yang ditunggunya tak juga muncul. Sbastian mulai tak sabaran. Konsentrasi kerjanya menjadi buyar. Ia mondar-mandir di depan meja kerjanya, menanti Carla dengan gelisah.“Kenapa gadis gila ini tidak juga muncul? Saat dibutuhkan seperti ini dia tak menampakkan diri tetapi saat sedang tidak dibutuhkan dia selalu saja muncul di mana-mana,” g
Read more
Promise
Carla terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya dari Sbastian karena pria bermata hijau itu sempat menolak tawarannya tapi kini di sendiri yang meminta Carla untuk membantunya, “Apa aku tidak salah dengar?” tanya Carla dengan wajah tak percaya.“Aku tidak suka mengakuinya, tapi ya aku ingin kau membantuku mendapatkan mansion itu. Bagaimana pun juga mansion itu memiliki arti dalam hidupku,” ucap Sbastian dengan datar.Carla mengerutkan wajahnya, “Ah, begitu rupanya. Aku mau saja membantumu, tapi imbalan yang kuminta tidak bisa ditawar lagi.”Sbastian menghembuskan nafas kesal, “Ya, aku tahu. Jadi, anggap saja aku setuju dengan imbalan yang kau minta itu.”Carla berdecak kesal, “Hei...bisa tidak kau bicara dengan lebih lembut, di sini yang membutuhkan bantuan itu kamu, setidaknya bersikaplah lebih lembut padaku.”Sbastian mendesis kesal, “Isshh...Aku memang membutuhkan bantuanmu,
Read more
The Reason
Carla menegakkan duduknya, kini ia kembali menatap Sbastian, “Apa yang ingin kau tanyakan?”Sbastian nampak berpikir selama beberapa saat, “Apa alasanmu melakukan semua ini?”Carla mengerutkan keningnya, “Melakukan apa?” tanya gadis bermata abu-abu itu tak mengerti.Sbastian menatap Carla dengan tatapan penuh selidik, “Datang padaku, mendekatiku, dekat dengan Kakek dan Evelyn. Apa tujuanmu sebenarnya?”Carla tersenyum sinis, “Sudah kubilang berapa kali. Pertemuanku dengan Kakek Tom dan Evelyn adalah sebuah takdir yang berawal dari ketidaksengajaan. Aku awalnya sama sekali tidak tahu bahwa kalian bertiga mempunyai ikatan kekeluargaan. Tapi aku yakin kau tetap tidak mempercayaiku.”Sbastian menampakkan wajah tak senang dengan jawaban Carla, “Ya, aku  memang tidak percaya. Tapi anggap saja aku percaya dengan ceritamu itu. Lalu, kenapa kau juga berusaha mendekatiku, selalu menggangg
Read more
He is My Brother
Sorot mata penasaran terpancar dari mata abu-abu Carla. Gadis penjual bunga itu sedang menunggu jawaban dari sang sahabat. Setelah pergi dari ruangan Sbastian, buru-buru Carla menelepon Evelyn. Mengajak gadis itu bertemu di toko bunga. Evelyn sedikit terkejut karena tak biasanya Carla yang mengajaknya bertemu lebih dahulu.Saat ditanya apa alasan pertemuan itu, si gadis penjual bunga mengatakan ada hal penting yang harus mereka bicarakan dan Carla tidak bisa menjelaskannya melalui telepon. Akhirnya, Evelyn pun setuju untuk bertemu. Perempuan yang sebentar lagi akan menikah ituu pun dengan segera mengendarai mobilnya menuju toko bunga milik Carla.Sesampainya di toko bunga itu. Carla ternyata sudah menunggunya di dalam. Toko bunga itu sengaja ditutup oleh Carla lebih awal mesk itu masih sore hari. Para pegawai di toko telah Carla izinkan untuk pulang lebih cepat pula.Kini di toko bunga itu hanya ada Carla dan Evelyn. Dua gelas cokelat hangat tersaji di hadapan m
Read more
Persuasion
Sesampainya di rumah sakit St Thomas’, Carla dan Evelyn langsung menuju kamar rawat Kakek Tom. Pria tua itu sedang menonton televisi dengan ditemani Suster Jane. Mereka berdua terkejut melihat Carla dan Evelyn yang datang secara bersama-sama.Tanpa basa-basi Evelyn mengutarakan maksud tujuannya datang menemui sang kakek di sore hari menuju malam. Tidak seperti biasanya, datang saat siang hari.Kakak Sbastian itu mengatakan kekesalannya pada sang kakek yang mengambil keputusan tentang penyerahan mansion itu tanpa berdiskusi terlebih dulu padanya. Evelyn juga meminta secara tegas kepada sang kakek untuk membatalkan rencana memberikan mansion musim panas itu padanya.Gadis berambut sebahu itu ingin sang kakek menepati janji untuk memberikan mansion itu pada Sbastian. Ia tidak ingin keputusan sang kakek membuat hubungannya dan sang adik semakin memburuk.Sayangnya, Kakek Tom tidak mau menuruti keinginan cucu perempuannya. Dia tetap bersikeras dengan kep
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status