Lahat ng Kabanata ng My Husband Your Husband: Kabanata 71 - Kabanata 80
109 Kabanata
Bukan Bang Rasyid
Terik sinar matahari kain menyengat pori-pori kulit. Aku lebih memilih berdiam di dalam ruanganku mengecek beberapa laporan keuangan butik yang meningkat pesat dari bulan ke bulan. Sesekali aku menoleh pada bunga mawar putih yang berada di atas meja kerjaku kemudian beralih pada layar monitor di hadapanku. Aku tersenyum kecil. Bang Rasyid selalu saja  membuatku merasa senang. Meskipun aku belum bisa menerima cinta pria itu dalam kehidupanku sepenuhnya. Cekret! Pintu ruanganku terbuka. Bocah kecil itu lari ke arahku dengan senyum merekah, sementara bang Rasyid mengekori di belakang punggung Aska yang berjalan lebih dulu. Kubuka kedua tanganku menyambut pelukan Aska. Nampaknya hari ini putraku sedang sangat berbahagia. Hal itu tergambar jelas dari binar yang terbit pada kedua matanya. "Umi!" ucapnya dalam p
Magbasa pa
Gadis Bisu
Mataku membulat mendapati pria yang hampir tak pernah kulihat selama lima tahun itu. Pria yang mengenakan seragam dinas yang pernah membuatku bangga menjadi pendampingnya. Pria itu bangkit dari tempat duduknya. Menatap pada kehadiranku. Sementara ibu hanya terdiam duduk di kursi roda yang berada di samping mas Bagas. "Yas, maaf!" ucapnya.  "Mas Bagas mau apa ke sini?" tanyaku memasang wajah datar. Rasa sakit yang telah lama ku pendam kembali terasa nyeri. "Duduklah dulu Yas, biarkan Bagas berbicara," titah ibu.  Aku menurut. Kududukkan bokongku pada bangku di hadapan mas Bagas. Pria dengan raut wajah yang tak pernah berubah itu juga kembali terduduk. "Maaf Yas, jika kehadiranku mengganggu waktumu. Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu hal kepadamu."  
Magbasa pa
Karma Reza
POV Reza Aku menoleh ke luar dinding kaca toko baju. Mas Rio dan Amira yang sedari tadi bermain di luar toko nampak menghilang. Aku segera membayar baju-baju yang telah aku pilih dan mencari keberadaan anak dan suamiku. Aku menyusuri lorong-lorong pusat perbelanjaan itu. Namun, aku sama sekali tidak menemukan keberadaan mereka. Hingga akhirnya aku mencoba mencari mereka di lobby mall. Aku melihat mereka sedang berbicara dengan seseorang. Sepertinya Amira lagi-lagi sedang membuat ulah. 'Dasar bocah nakal," rutukku dalam hati. Ku percepat langkah kakiku menghampiri mas Rio dan Amira. Namun, sesuatu justru membuat langkah kakiku terasa berat untuk melangkah. Wanita dengan gamis coklat itu. Iya itu pasti Yasmin. Aku kenal sekali dengan wanita yang membuat mas Bagas berhenti mencintaiku. Wanita yang akan aku benci seumur hidupku. Wanita yang m
Magbasa pa
Reza Murka
POV Reza Di akhir pekan biasanya Mas Rio akan mengajak Amira jalan-jalan di pusat permainan atau ke taman kota. Meskipun mas Rio bukanlah ayah kandung Amira. Tapi jangan di tanya kasih sayang yang mas Rio berikan pada putri haramku itu melebihi seorang ayah kandung kepada darah dagingnya sendiri. "Mira pake kerudung dulu ya biar cantik," ucap Mas Rio di sambut senyum kecil oleh Amira. Pria itu dengan telaten mengenakan kerudung pada Amira. Hingga kini gadis kecil itu terlihat sangat cantik sekali. Aku bergeming, kubiarkan Mas Rio mengurus Amira sendiri seperti biasanya. Aku terus mengawasi mereka dari tempatku berada saat ini. Aku memang membenci Amira, semenjak Mas Panji tidak mau mengakui sebagai anak kandungnya, hingga kedua orang tuaku mengusirku karena tak tahan menanggung malu atas kehadiran Amira gadis bermata biru itu yang ternyata bukanlah anak Mas Bagas. Dasar anak pembawa sial, harusn
Magbasa pa
Salah Orang
POV YASMINAku termenung dengan benak yang melesat jauh entah kemana. Gadis beriris biru itu seolah memberi jawaban atas semua pertanyaan dan kesalahan pahamanku selama ini pada Mas Bagas.Ini seperti jebakan yang membuat kumasuk ke dalam perangkap dan kemudian hancur. Aku baru menyadari jika semua ini hanyalah akal-akalan Reza. Ia sengaja memfitnah Mas Bagas demi menutupi kehamilannya. Lalu anak siapakah gadis beriris biru itu. Tidak mungkin jika gadis kecil itu adalah anak dari pria yang sering bersamanya itu."Yas!" Panggil Bang Rasyid membuatku tersadar dari lamunan."Eh, iya bang kenapa?" tanyaku menoleh pada pria yang duduk di kursi kemudi."Kok bengong aja!" ucapnya mengusap lembut bahuku sesaat menatap kepadaku dan jalanan di depan kaca mobil. "Masih mikirin kejadian tadi,' ucap Bang Rasyid dengan tatapan penuh arti."Iya bang!" sahutku dengan suara berat'. Ada sesak yang berjeja
Magbasa pa
Aska Menghilang
Aku berjalan masuk ke dalam toko dengan sewot. Bisa-bisanya aku salah orang dan orang itu adalah Mas Bagas. Kan aku jadi malu, dikirainnya aku memang masih menaruh harapan kepadanya. Membuat Mas Bagas pasti besar kepala. Padahal ... Ah, aku sangat benci sekali dengan lelaki pembohong seperti Mas Bagas itu. "Yas, dari mana? Aku nungguin kamu loh!" celetuk pria yang duduk di kursi ruanganku setalah aku membukakan pintu ruangan. Lelaki itu menjatuhkan tatapan teduh ke arahku yang baru tiba. "Abang!" cetusku dengan wajah yang masih di tekuk dengan rasa kesal yang belum hilang sepenuhnya.  "Lah, itu kenapa bunga kiriman dariku di bawa-bawa!" serunya menunjuk ke arah bunga yang berada di tanganku dengan wajah datar. "Apa?" mataku membulat, "Bunga ini dari Abang?" ucapku setengah tidak percaya mendengar ucapan Bang Rasyid. "Iya, itu dari Ab
Magbasa pa
Maukah Jadi Suamiku
Aku menoleh pada pria yang sedang terduduk di belakang punggungku. Ia nampak menarik sudut bibirnya tersenyum ramah kepadaku. "Mas Bagas!" ucapku pada pria itu setengah terkejut. "Bukan Mi, namanya paman Roby. Saudara nenek," jelas Aska menelangkupkan tangannya pada kedua pipiku memutar wajahku menatap kepadanya ingin meyakinkan. "Betul itu, namaku Roby!" celetuk Mas Bagas tersenyum menyebalkan. 'Apa-Apaan ini. Permainan apa lagi yang sedang Mas Bagas buat.'  Aku segera bangkit dari posisiku. "Nak, kamu ganti baju dulu sana sama Bibi, Umi mau ngobrol dulu sama om, eh sama Paman," ucapku pada Aska. Aska bergeming menatap pada wajahku dan Mas Bagas secara berganti. Kemudian bangkit, berjalan gontai naik ke lantai atas.  Setelah memastikan jika Aska telah menghilang pada ana
Magbasa pa
Will You
Dengan jantung setengah memacu kuberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku kepada Bang Rasyid. Meskipun semua ini tidak sepenuhnya lahir dari dalam hatiku. Tapi setidaknya aku bisa mewujudkan keinginan Aska. Memiliki seorang ayah. Karena dengan begitu, Mas Bagas tidak akan berani mendekatiku. "Yas, sumpah kamu lagi ngak bercanda kan?" cetus Bang Rasyid mengebu. Aku bisa mendengar suaranya penuh kegembiraan. Nafasnya menderu terdengar jelas pada panggilan ponsel. Aku yakin pasti saat ini lelaki itu sangat bahagia, akhirnya aku membalas cintanya. "Iya Mas! Aku serius!" ucap dari bibir yang kupaksakan untuk mengiyakan pertanyaan Bang Rasyid. Jantungku bergemuruh, saat ini hatiku dan jantungku benar-benar sedang tidak sejalan. "Yas, please jangan bercanda seperti itu padaku? Ini nggak lucu Yasmin!" Suara gugup itu terdengar dari balik telepon. "Bener Mas, aku tidak s
Magbasa pa
Sakit Hati
POV BAGAS "Kenapa kamu senyum-senyum seperti itu?" tanyaku pada bocah kecil yang terus menyuapkan es cream ke mulutnya. Sudut bibirnya terus terangkat saat lidahnya menjilati es cream yang aku berikan pada Aska. "Memang kelihatan ya Paman?" tanyanya menoleh kepadaku diikuti ulasan senyuman. Aku mengangguk, mengiyakannya.  "Aku sedang bahagia, Paman," tutur Aska, nampak sorot mata jeli itu menyiratkan kebahagiaan yang dalam. Aku semakin penasaran, kebahagiaan apa yang sedang Aska rasakan hingga membuat senyuman itu terbit dadi bibirnya. "Apakah kamu tidak ingin membagi kebahagiaanmu dengan Paman? Paman juga ingin bahagia seperti kamu," balasku mengusap pucuk kepala Aska. Aska kembali menoleh, mantap gembira pada wajahku. Ia seperti sedang mempermainkan rasa penasaranku ini. Bibirnya terkunci, hanya menguki
Magbasa pa
Akhir
Bibir Yasmin bergetar. Netra yang masih dibasahi oleh air mata perlahan kembali mengenang membulat menatapku nyalang. Gerakan tangan Yasmin tercekat atas ucapanku. Menyentuh lengan kiri yang kubentangkan menghalangi pintu. "Maksud kamu apa Mas?" ucapnya lirih dari bibir yang masih bergetar. Sorot matanya tajam menghunus hatiku yang sudah berantakan. Jantungku berdebar, ada rasa takut menelusup dalam hati melihat tatapan Yasmin yang dulu teduh kini justru terlihat mengerikan kepadaku. Bisa kurasakan, sikapku kali ini sangat membuatnya terluka. "Cepat katakan Mas?" pekiknya kembali meremas bajuku dan mengoyangkannya sekuat tenaga. "Kamu nggak boleh menikah Yas?" sentakku membuat cengkraman tangan Yasmin dari bajuku terlepas. "Kamu tidak memiliki hak apapun atas hidupku, kamu lupa dengan yang telah kamu lakukan kepadaku di masa lalu, Mas?" u
Magbasa pa
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status