Semua Bab My Husband Your Husband: Bab 61 - Bab 70
109 Bab
Reza Jahat
Plak!!  Tamparan mulus mendarat di pipi pria yang baru saja turun dari mobil. Tanpa sempat menutup pintunya kembali.  Tanganku memanas, sudahku pastikan jika pipi Mas Bagas pun juga sama panasnya dengan telapak tanganku kini. Mas Bagas mengusap pipi bekas tamparanku. Sudut bibirnya ditarik begitu sinis, membuatku jijik melihat senyum pria yang tidak memiliki pendirian itu. "Mana Aska!" sergahku datar. Dadaku naik turun, nafasku terasa pendek dengan sesak yang mulai menjalari dadaku. Reza yang baru turun dari bangku belakang kemudi tercekat melihat kepadaku. Wanita simpanan Mas Bagas itu menatapku penuh kebencian. "Mana Aska!" pekikku menaikkan sedikit nada suara. "Dia sedang tidur Yas, aku ngak ngapa-ngapain dia kok," jelas Mas Bagas. 
Baca selengkapnya
Bisu
"Diam!" pekikku kesal. Kini suara Aska memang tidak terlalu terdengar. Kedap dinding lemari mengunci suara tangisan itu. Meskipun aku masih bisa mendengarkan tangisnya tapi tak senyaring tadi hingga membuat kepalaku  ini ingin pecah saja. Deru mesin mobil terdengar masuk ke halaman rumah. Aku panik, pasti itu Mas Bagas. Ngapain lagi itu orang pulang di saat seperti ini. Dengan cepat aku membuka pintu lemari, menarik tubuh Aska dari dalamnya. Kemudian mengedong bocah itu seolah tidak terjadi apapun. Tak! Tak! Tak!  Langkah cepat Mas Bagas setengah berlari mendekat ke kamar tempatku berada. Kutepuk pelan punggung Aska, Namun bayi itu masih saja terus menangis hingga terisak sejadi-jadinya. "Ada apa Dek, Aska Kenapa?"  Mas Bagas panik, pria itu menghampiriku
Baca selengkapnya
Pernikahan Tidak Bahagia
POV Reza Yasmin histeris setelah Dokter mengatakan fonis jika aska akan memiliki gangguan dalam berbicara. Aku yang mendengarkannya saja merasa merinding, tidak bisa aku bayangkan jika aku memiliki anak yang bisu seperti itu. Semua yang berada di dalam ruangan itu berhamburan memeluk tubuh mungil Yasmin yang terhuyun jatuh di lantai. Kecuali Mas Bagas. Pria itu terus berteriak seolah tidak percaya dengan apa yang barusan Dokter katakan kepadanya. Rasa takut berbisik dalam hatiku, apakah semua itu gara-gara aku yang telah membanting Aska dan mengurungnya di dalam lemari. Perlahan langkah mundurku membawaku keluar dari ruangan berpendingin tempat Aska dirawat. Dadaku kian sesak, membayangkan jika saja mereka tau tentang apa yang sudah kuperbuat selama ini kepada Aska pasti Mas Bagas akan sangat marah kepadaku. Untung saja saat itu tidak ada
Baca selengkapnya
Kemarahan Bagas
POV Reza. Kubuka netraku perlahan. Rasa dingin dan sakit menjalar keseluruh sendi-sendi tubuhku. Mungkin obat bius yang telah Dokter berikan perlahan menghilang. Hingga aku bisa merasakan kembali tubuhku yang sempat menghilang. Hanya suara monitor yang berada di samping tempat tidurku berbunyi begitu nyaring. Selebihnya semua hening. Tidak ada satupun orang yang berada di kamar ini. Hanya ada aku sendiri. Mas Bagas, papa dan mama pun tidak ada. Lalu bayiku ... Entahlah aku tidak tau kemana bayi itu pergi. Bahkan tangisannya saja aku tak mendengar. Yang aku rasakan perutku telah kembali rata, namun terasa pedih dan sakit sekali. Tak! Tak! Tak! Suara seseorang berjalan terdengar semakin mendekatiku. Aku harap itu adalah salah satu keluargaku atau mungkin Mas Bagas.  Harapanku begitu besar, semoga setelah kelahiran anak kami. Sikap Mas
Baca selengkapnya
Mencari Ayah Amira
POV Reza Waktu berjalan begitu cepat. Bergulir silih berganti bersama senyum dan tangisan yang  engan berajak pergi. Tidak semua mimpi yang telah kamu perjuangkan akan selalu berujung keberhasilannya. Terkadang, usahamu hanyalah berakhir sebagai pelajaran. Ikhlas, itulah satu kata yang selalu kupaksakan pada diriku agar semua dengan mudah untuk kulalui. Andaikan rasa dendam itu bisa kuredam. Mungkin aku masih bisa mempertahankan pernikahan  indah yang sejak dulu aku impikan. Tapi lagi-lagi rasa ego kembali mengalahkan segalanya dan menghancurkannya. Oe, oe, Tangis Amira melengking masuk dalam indra pendengaranku. Kupercepat kegiatanku membersihkan diri di kamar mandi. Mengingat Nining yang sedari tadi belum pulang' dari pasar. "Sebentar ya, Nak!" ucapku meriah handuk. Kemudian membalutkannya pada tub
Baca selengkapnya
Amira malang
POV Reza Wanita itu semakin mendekat ke arahku. Tiba-tiba kakiku terasa bergetar hebat. Tubuhku menjadi lemas, kupeluk erat tubuh Amira dalam dekapanku. Takut, takut akan pikirin buruk yang terus berbisik tanpa henti dalam pikiranku. "Cari siapa mbak?" ucapnya dari balik pagar besi. Aku bisa melihat wajah cantik itu dari sela-sela pagar besi yang berdiri kokoh di depan rumah berlantai dua milik Mas Panji. "Saya, saya!" Entah kenapa lidahku terasa kelu. Aksara yang sudah kususun rapi musnah begitu saja. "Siapa sayang!" Panggil pria yang menghampiri wanita yang engan membukakan pintu rumahnya untukku dan pria yang memanggil sayang itu ternyata adalah Mas Panji. "Sayang!" Panggilan itu seketika meruntuhkan seluruh impianku hidup bahagia bersama dengan Mas Panji. Kuseka sudut mataku ya
Baca selengkapnya
Menikah Lagi
Setelah membuang Amira, hatiku cukup lega. Bayangan hinaan dan cacian dari teman-temanku perlahan menghilang dari ruang di memoriku. Bayangan Mas Bagas yang menertawai kehancuranku itu pun tidak akan pernah terjadi. Kusandarkan kepalaku pada bangku mobil. Perlahan rasa kantuk kembali menyerang. Aku bersyukur dengan begitu kenyataan buruk itu dapat kulupakan meskipun sejenak.  "Za!" Panggil seorang yang kini duduk di kursi kemudi. Aku tidak tau sejak kapan Mas Rio masuk ke dalam mobil. Rasanya mata ini masih begitu lengket untuk terbuka. "Iya Mas," sahutku malas dengan mengeliatkan tubuhku yang terasa remuk. "Loh Za, mana Amira!" Pria itu terkejut melihatku tanpa Amira. Ia mencari bayiku hingga ke bangku belakang. "Za, mana Amira?" sergah Mas Rio panik. Aku bergeming. Tatapanku kosong lurus kel
Baca selengkapnya
Bertemu Aska
Lima tahun kemudian POV Bagas Sepi masih menjadi teman setiaku. Rasa hampa menjadi hal yang mulai terbiasa. Bukan aku tak ingin memulai cinta yang baru. Hanya saja bayangan wanita itu Engan beranjak dari relung hatiku. Waktu seolah berlalu cepat sekali. Tapi entah mengapa justru rasa itu semakin mengakar dan susah sekali untukku musnahkan. Harta dan kedudukan yang kini aku miliki tak lantas menyembuhkan dahaga yang mulia terkikis. Ambisiku menghancurkanku hingga aku kehilangan segalanya. Aku memilah beberapa mainan anak-anak yang berada di sebuah pusat perbelanjaan di kota minyak bumi, Bojonegoro. Kupilih mainan yang terbaik yang berada di atas rak. Tidak peduli berapapun harganya. Asalkan Aska senang maka akan aku bayar. Kata ibu tahun ini Aska sudah masuk sekolah dasar.  Putraku itu sangat menyukai pesa
Baca selengkapnya
Pindah Ke Purwodadi
Aku bergegas bangkit dari tempat kuberada. Melangkah masuk ke dalam rumah saat suara langkah kaki itu semakin dekat. Aku harus bersembunyi dari siapa pun di rumah ini kecuali ibu dan pembantu setia rumah ini. "Nek, tadi mbak Yasmin bilang nenek ngak usah nungguin mbak Yasmin pulang. Beliau mungkin pulang sedikit telat," ucap seorang yang sedang berbicara dengan ibu. Aku bersembunyi di balik tembok pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga rumah itu. Jantungku hampir saja mau copot aku kira derap langkah kaki itu adalah Yasmin. Ternyata orang baru yang belum pernah aku kenal sebelumnya. "Ah ... Membuat jantungku mau copot saja!"   "Oh iya!" sahut ibu dengan suara bergetar. Gugup. "Paman ngapain paman di sini?" Aku tercekat saat Aska menarik bajuku. Entah sejak kapan bocah dengan kaos hijau itu mengikuti aku hingga
Baca selengkapnya
Mawar Putih
POV Yasmin. "Umi!" Panggil Aska dari ambang pintu. Bocah kecilku yang kini telah berumur tujuh tahun itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil. Aska berjalan mendekatiku dengan memeluk sebuah mainan yang teramat asing sekali untukku.  Ia menaiki ranjang duduk tepat di sebelahku berada kini. "Kenapa sayang!" ucapku mengusap lembut rambut Aska yang begitu lembut. "Mi, besok ada pertemuan wali murid di sekolah," ujar Aska menghentikan kalimatnya. Wajahnya nampak ragu untuk meneruskan kalimat yang tertahan itu. Sesekali ia membuang wajahnya dari tatapanku. "Terus!"  "Kata Bu guru yang harus datang itu wali murid laki-laki soalnya mau diajarkan berkebun di sekolah, Mi," jelas Aska. Aku tersenyum kecil, merangkul tubuh Aska dalam pelukanku. Aku tidak mau jika anakku mera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status