All Chapters of The Lucifer's Bride: Chapter 51 - Chapter 60
64 Chapters
51. The Avatar of Sloth
Avatar Sloth Felen terbangun dengan napas terengah-engah. Matanya menatap liar ke sekeliling, lalu berhenti pada Leon yang sedang duduk santai di sofa di tengah ruangan. Perlahan nafasnya mulai stabil setelah melihat kehadiran pria itu di dekatnya. "Mimpi buruk?" tanya Leon, masih tidak menatap Felen. Dia tampak sibuk memandangi kalung di tangannya. "...Ya sedikit." Felen memijat pelipis dan pangkal hidungnya yang berdenyut-denyut kesakitan. "Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?" tanya gadis itu sembari mengerang pelan. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi dan membuat Felen tidak nyaman. Hal terakhir yang ia ingat addalah belati yang penuh darah, dan darah yang mengucur dari tubuh Mammon yang berwujud Barend. Felen berhasil membunuh Barend dalam ilusi yang diciptakan iblis itu. Ia menatap telapak tangannya yang sekarang bersih. "Tidak lama." Leon berjalan ke arah Felen, dan duduk di sisi ranjang gadis itu. "Mungkin sekitar sat
Read more
52. The Avatar of Envy
Felen saat ini berada di hadapan pintu-pintu hitam yang sama. Masih dengan wajah linglung setelah keluar dari ruangan Belphegor. Ia bahkan memilih duduk sejenak di kursi yang Leon sediakan sembari memeluk selimut pemberian Belphegor. Otaknya masih memproses kejadian yang baru saja terjadi."Aku tidak mengerti," gumam Felen pelan."Apa yang tidak kau mengerti, Milady?" Leon yang baru keluar dari pintu Belphegor menimpali. Ia ikut duduk di kursi yang berseberangan dengan Felen.Mereka tidak langsung masuk ke pintu yang tersisa, tetapi memilih bersantai lebih dahulu sembari menikmati Teh Darjeeling. Ruangan putih dengan deretan pintu berwarna hitam itu sangat hening hingga helaan napas Felen pun terdengar sangat jelas."Dia melepaskanku begitu saja," ucap Felen merujuk pada Belphegor."Dia melakukan itu agar kau cepat pergi dari ruangannya, dan dia bisa melanjutkan tidur tanpa diganggu." Leon menyerahkan kantung hitam yang sama tempat Felen menyimpan
Read more
53. The Avatar of Gluttony
"Tadi itu ... menakjubkan, Milady. Jujur saja, aku sangat bangga padamu." Leon yang sejak tadi memilih diam, membuka suara dan langsung memuji aksi Felen tadi. Ia mengikuti gadis itu dari belakang sehingga tidak melihat bahwa raut wajah Felen tampak sangat kusut. Meski begitu, Leon menyadari kalau Felen sedang tidak baik-baik saja. Terlebih setelah luka lama gadis itu kembali dibuka secara paksa. Mala dari itu, ketika Felen tidak membalas perkataannya dan masih terus menghadap ke depan dengan langkah semakin cepat, ia tidak lagi mengajak gadis itu berbicara.Mereka akhirnya keluar dari ruangan Leviathan dan kembali ke pintu awal Dimensi Ketiga. Namun, tidak seperti sebelumnya di mana Felen memilih duduk di kursi yang Leon sediakan, ia justru berdiri menghadap ke arah pintu-pintu yang hitam yang belum dimasuki dengan kedua tangan di pinggang. "Kita langsung masuk saja. Aku ingin segera menyelesaikan ini, lalu istirahat," putus Felen, tidak menerima penolakan.
Read more
54. The Avatar of Wrath
"Apa maksudnya semua ini? Apa alasanmu menjadikan ibuku sebagai tumbal?" Abelard tengah menghadap Barend di ruang kerjanya setelah menunggu pria itu pulang dari kota sebelah selama satu minggu lebih. Ia berusaha menjaga nada suaranya agar tidak naik beberapa oktaf, meski geram kesal lolos dari bibirnya beberapa kali."Itu salahmu, Abelard. Aku sudah memintamu untuk mencari wanita yang akan menjadi tumbal, tetapi kau justru menghilang entah ke mana," balas Barend menumpahkan kesalahan pada Abelard. Ia masih duduk tenang sembari menghisap cerutu. Tidak terlihat raut bersalah di wajah pria itu setelah membunuh dua istrinya."Sayang sekali ritualnya tetap gagal." Barend mendesah dengan wajah muram.Di tempatnya Abelard tengah menahan murka. Kedua tangannya mengepal erat dengan rahang mengetat. Meski pria itu berusaha menyembunyikan kebenciannya, cara Abelard dalam memandang Barend memperlihatkan seberapa besar kebencian yang ia miliki pada pria itu.Abelard i
Read more
55. Ketenangan Semu
Leon dan Felen telah kembali ke kastil. Mereka memilih berendam bersama dengan air hangat untuk melepaskan penat dan lelah setelah seharian lebih berkutat dengan para pangeran iblis yang kelakuannya jauh dari kata beradab."Kau sedang memikirkan apa?" tanya Leon seraya menjalarkan jemarinya ke leher Felen. Mengusap nadi di sana dengan gerakan lambat. Bibirnya dengan nakal mengecup tengkuk gadis itu.Sentuhan Leon membuat Felen tersentak, lalu mengerang pelan. "Leon ... kita sudah melakukannya tadi. Aku masih lelah," tolak Felen halus ketika sentuhan Leon mulai merambat ke bagian sensitifnya.Posisi mereka saat ini sangat intim, saling menempel erat tanpa ada jarak sedikit pun. Kulit bertemu kulit. Terlebih Felen tengah menyandar pada dada bidang Leon dengan posisi memunggungi, membuat gadis itu bisa merasakan hawa panas yang menguar dari tubuh Leon. Termasuk dari tubuh bagian bawahnya yang dengan tidak tahu malu menyentuh Felen dengan penuh tuntutan."Leo
Read more
56. Persiapan
Meski Leon sudah memerintah Felen untuk tidur dan beristirahat, gadis itu tidak sedikit pun bisa terlelap dengan tenang. Bahkan kedua matanya yang segar tetap terbuka semalaman tanpa sedetik pun terpejam. Akibatnya, terbentuk bayangan hitam keabuan-abuan di sekitar bawah mata. Wajah Felen terlihat sayu dengan gurat lelah dan tidak bercahaya.Felen menghela napas lelah. Ini ketiga kalinya pagi ini ia melakukan hal tersebut. Sebuah pepatah bilang bahwa kebahagiaan akan menghilang kalau ia terus menghela napas. Namun, bagi Felen kebahagiaan telah lama pergi dari kehidupannya sehingga berapa kali pun ia mendesah hal tersebut bukan masalah besar."Nona, Anda mau teh lagi?" tanya salah satu Bunny melihat cangkir milik Felen tinggal terisi sedikit."Ya, tolong." Felen membalas singkat dengan senyum tipis. Ia tengah menunggu kedatangan Leon untuk membicarakan perihal Barend seperti yang pria itu katakan tadi malam. Entah ke mana iblis itu pergi pagi-pagi sekali. Leon te
Read more
57. Pelatihan Singkat
Di salah satu sudut di Devil Reign, terdapat sebuah area khusus yang diperuntukkan untuk utusan malaikat yang bersekolah di Academy of אשמדאי‎ (Ashmedai) tinggal. Salah satu penghuni tersebut adalah Louisa yang saat ini tengah berkomunikasi dengan Archangel Michael. Memberikan laporan rinci tentang apa saja yang sudah terjadi di sekitar Felen."Jadi maksudmu, dia menolak tawaran untuk lepas dari Lucifer, dan lebih memilih mengambil jalan penuh duri?" Suara itu terdengar sangat lembut dan menenangkan."Ya, aku rasa percuma membujuknya lagi. Lebih baik dia dilenyapkan agar tidak semakin jatuh dalam kegelapan." Raut wajah Louisa berubah muram dan sedih. Semua itu bukan sebuah kepura-puraan. Ia benar-benar sangat sedih karena gagal membujuk Felen untuk lepas dari Leon.Sosok di hadapan Louisa terlihat sama sedihnya seperti gadis itu. "Kalau begitu aku serahkan semuanya padamu. Aku yakin kau tahu mana yang terbaik untuk teman pertamamu itu, bukan?" jawabnya penuh
Read more
58. Dua Batu Nisan
Hari yang dinantikan akhirnya datang juga. Jemari Felen saling meremas gugup. Saat ini perasaannya campur aduk. Ia menarik napas dalam-dalam untuk meredakan detak jantung serta kegugupannya."Ayo," ajak Leon yang sejak tadi berada di samping Felen.Mereka berada di dalam Forest of Wonders, tepat di depan The World Tree yang merupakan salah satu jalan masuk ke dunia manusia. Leon sebenarnya mengajak Felen untuk menggunakan teleportasi miliknya saja daripada melewati The World Three. Namun, atas permintaan Felen yang ingin pergi ke labirin terlebih dahulu, mereka akhirnya melewati The World Tree."Ya, ayo." Felen meraih tangan Leon yang membentang ke arahnya. Kemudian, mereka melewati sebuah portal hitam yang muncul di bagian tengah The World Tree. Portal itu terlihat mengerikan, tetapi setelah Felen masuk ke dalam, tidak ada yang berbeda atau pun spesial dari tempat itu selain warna hitam yang mendominasi.Ada rasa takut yang terselip. Imajinasi bahwa port
Read more
59. Para Pengkhianat
Felen menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Meski tidak melakukan kegiatan berat yang menguras tenaga, energinya terasa habis tak tersisa setelah berbicara panjang lebar dengan Abelard. Apalagi setelah makan siang, adiknya itu ingin mengutarakan hal lain yang tidak kalah penting. Helaan napas lelah pun tanpa bisa ditahan keluar dari sela bibir.Saat ini Felen berada di vila milik keluarga Leister. Awalnya ia menolak, dan ingin langsung menghampiri Barend. Terutama setelah mengetahui kebusukan yang telah dilakukan ayahnya itu. Namun, atas saran Abelard dan perintah Leon, Felen menunda niat tersebut.Kedua mata Felen yang tadi terpejam, terbuka perlahan. Ia melirik pada Leon yang bergeming sembari menatap keluar jendela. Tetesan air yang turun dari langit perlahan mulai membasahi bumi. Suaranya yang konstan memberi kenyamanan di ruangan yang diterpa keheningan tersebut."Aneh melihatmu hanya diam sejak tadi." Felen memecah kesunyian di antara mereka setelah meli
Read more
60. Penggalan Kisah
Rencana makan siang dengan Abelard batal dilaksanakan, dan sebagai gantinya Felen diajak sarapan bersama. Hanya mereka berdua yang berada di ruang makan tersebut. Leon memilih diam di dalam kamar bersama Gruga dengan alasan ingin memberi Felen, dan Abelard untuk berbicara berdua dengan leluasa.Sarapan Felen telah habis. Saat ini ia tengah minum teh dengan Abelard. Suasana di ruang makan sangat hening. Hanya embusan napas pelan milik Felen dan Abelard yang menjadi satu-satunya suara. Para pelayan telah lama pergi memberi ruang bagi kedua manusia itu, tetapi sejak tadi Abelard belum juga mengeluarkan suara. Meningkatkan kecemasan dalam diri Felen kian menguat. Beberapa kali ia melirik ke arah Abelard, lalu ke arah jam yang anehnya tidak berdetak. Seolah waktu terhenti di dalam ruangan itu."Aku menagih hal yang mau kau sampaikan kemarin, Abelard." Abelard tidak tampak berniat untuk segera menjelaskan perihal perkataannya waktu itu, hingga Felen berinisiatif sendiri. Sua
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status