All Chapters of Mr. Airlangga: Chapter 11 - Chapter 20
46 Chapters
11. Kami beraksi!
Jam 7 malam. Aku sudah siap dengan outfit pencuri ulung kelas dunia.Legging keceh warna hitam? Checked!Kaos turtleneck warna hitam? Checked, aku beli khusus tadi sampai muter-muter di mall, mereka rata-rata hanya menjual kaos berleher rendah atau berleher seksi. Siapa yang butuh coba? Aku akan memulai aksi menjadi pencuri kelas dunia, aku butuh turtleneck, bukan kaos seksi!Sneakers warna hitam? Super checked, walaupun tadi akhirnya aku beli juga sneakers yang sama berwarna orange. Keceh banget cintaaaa.Masker zoro warna hitam? Aku harus mengorbankan salah satu syall yang aku gunting untuk membikin masker dadakan ini, tapi super duper checked!Ta daaaa ….Aku melompat keluar dari kamar dengan kedua tangan terentang di udara, memamerkan kesiapan outfitku ke Mr. Airlangga. Dia memandangku dengan tatapan aneh.“Kenapa kamu berpakaian seperti itu?&rdq
Read more
12. Petualangan Lusia
Aku membayangkan diriku meringkuk di kamar sel penjara, memakai seragam napi. Sebentar, warna apa sih seragam napi itu? Yang biasanya aku lihat di tv warna orange untuk koruptor itu. Kalau aku boleh memilih warna aku akan memilih warna turqois, dengan ikat pinggang kecil berwarna dua tone lebih tua. Ketika aku sedang membayangkan padanan warna sepatu yang tepat untuk seragam penjaraku tiba-tiba tubuhku melayang, bukan karena kesurupan seperti di film exorcist itu tetapi karena Mr. Airlangga membopong tubuh mungilku. Belum sempat aku bereaksi, kami berdua sudah merunduk berlindung di samping lemari yang sangat besar. Proven, otakku memang lambat bekerja.Mr. Airlangga menaruh telunjuk di mulutnya sebagai tanda supaya aku tidak mengeluarkan suara. Aku mengagguk dengan patuh. Suara langkah-langkah kaki terdengar sangat dekat sekarang, sepertinya mereka hanya berjarak beberapa meter dari tempat kami bersembunyi.“Nggak ada apa-apa kan?” suara seseorang
Read more
13. Geng motor
Salah satu dari mereka mengetuk kaca mobil pengemudi, mukanya cukup sangar dengan rambut potongan ala mohawk yang sudah jelas ketinggalan jaman banget. Dipikirnya masih trend potongan rambut model begitu. Dua orang berdiri di depan mobil salah satu memanggul pentungan kayu yang cukup besar dan satunya lagi menggenggam pisau lipat. Nyaliku langsung merosot, terjun bebas bak bungee jumping.Tok … tok … tok….Aku terlonjak, salah satu dari mereka juga mengetuk pintu tempat aku duduk, memberi kode supaya aku keluar. Dengan susah payah aku mencoba mengingat-ingat gerakan pertahanan diri yang pernah aku lihat di situs Youtube. Sia-sia tentu saja, dalam keadaan sekarang masih untung aku bisa mengingat namaku dengan baik.“Lusia, kamu diam saja di dalam sini” kata Mr. Airlangga, suaranya tenang. Seolah geng motor yang sedang mengerumuni kami bukanlah hal yang luar biasa.“Kamu mau ngapain?” tanyaku dengan suara yang ha
Read more
14. Candi Bajang ratu
“Jadi kita akan ke mana?” Tanyaku setelah kami berdua duduk manis di dalam mobil. Mr. Airlangga. Tidak saja siap dengan sarapan yang cukup, ok … ya, agak berlebihan. Aku menyikat dua buah telur mata sapi, berikut satu piring penuh nasi goreng, ditambah dua tangkup toast dengan selai strawberry dan dua buah pisang. Dan beberapa irisan semangka. Kira-kira dua buah tahu goreng, ok tiga buah ... aku mengaku. Itu semua aku persiapkan untuk petualangan yang akan penuh rintangan kedepannya. Paling tidak begitulah imajinasiku.“Ke candi Bajang ratu.” Jawab Mr. Airlangga tanpa sedikitpun menoleh ke arahku. Laki-laki ini memang paling pintar untuk tidak menghiraukan orang lain.“Ke candi Bajang ratu Pak,” kataku ke Pak Suharyono yang pagi ini juga tampak segar. Tidak tampak sisa kelelahan atau ketakutan tadi malam, mungkin dia mendapatkan tidur yang cukup, tidak seperti aku yang hanya berhasil terbang ke la la land hanya beberapa jam.
Read more
15. Karanganyar
Mr. Airlangga menyimpan batu lempeng kuno simbol kerajaan Majapahit itu ke dalam saku celananya, seperti menyimpan uang lima ratus rupiah. Aku terpekik ngeri.“Bagaimana kalau batu itu nanti pecah?”Dia tersenyum geli, seolah-olah ucapanku terdengar sangat lucu. “Lusia, ini adalah batu obsidian. Batu yang terbentuk oleh lahar yang mendingin. Kamu kira batu ini akan bisa pecah karena aku simpan di saku celana?”Batu obsidian, hhmm … aku harus google tipe batu macam apa itu. Aku menjadi malu sendiri tentang pengetahuan geologiku yang sangat minim. Menambahkan buku science ke dalam rak bacaan sepertinya ide yang sangat cemerlang, supaya aku lebih terpelajar.“Jadi sekarang kita ngapain?” Tanyaku polos.“Pulang, sudah waktunya untuk memejamkan mata.”What … pulang, tidur gitu saja? Orang satu ini memang sangat pintar mengontrol suspense, ketika lagi tegang-tegangnya langsung diminta u
Read more
16. Adik cupid
Kami berpamitan ke Pak Suharyono di stasiun kereta api Surabaya, dia tampak terharu biru ketika mengucapkan selamat tinggal terhadap kami. Rupanya kami adalah klien yang cukup membuatnya terkesan. Mungkin karena pengalaman dengan geng motor, dia mewanti-wanti untuk mengabari kalau kami ke Surabaya lagi, beberapa kali meminta kami untuk rajin-rajin bertukar pesan seperti kita adalah best friends forever. Aku meresponnya dengan tersenyum, tidak lupa memberi pesan untuk berhati-hati ketika sedang mengemudi mobil, jangan sampai diganggu geng motor, apalagi nanti tidak ada Mr. Airlangga yang akan menyelamatkan dia.Gerbong kereta yang kami tumpangi dari Surabaya ke Solo tidak terlalu penuh. Aku duduk berseberangan dengan Mr. Airlangga yang sekarang sedang memandang ke luar jendela dengan memutar-mutar batu lempeng simbol kerajaan Majapahit di tangannya. Aku mendadak trenyuh, mungkin dia rindu untuk pulang ke jamannya. Bayangkan kalau seandainya aku yang tersasar ke sana, mungkin s
Read more
17. Begal
Kami sampai di stasiun Solo Bapalan sore hari, hanya memakan waktu sekitar 3.5 jam dari Surabaya ke solo dengan kereta api. 3.5 jam yang cukup romantis dengan Mr. Airlangga, mungkin aku akan merubah cerita novelku nanti menjadi cerita romantis, misalnya berjudul “Cinta dari Kereta,” sepertinya akan cukup menjual. Kisah cinta yang cukup membumi karena berawal di kereta api, tentu saja aku tidak akan menceritakan asal muasal Mr. Airlangga. Mungkin aku hanya akan menyebutnya sebagai Mr. A, seperti Carrie Bradshaw menyebut cintanya dengan nama alias, Mr. Big. Sayang laptopku selalu dikolonisasi sang Pangeran itu, jadi aku tidak bisa menulis.Aku membongkar isi koper kecilku yang rata-rata berisi baju kotor, tidak ada baju bersih apalagi outfit yang tepat untuk petualanganku di Karanganyar. Ini tidak tepat, aku tidak bisa berpetualang dengan baju seadanya, apalagi dengan baju kotor dan bau.Baiklah, petualangan pertama akan di mulai di mall, mencari baju bersih.
Read more
18. Not Today!
Bug!Aku melihat penyerang di depanku terjungkal, dia tidak bangun. Apakah dia pingsan? Mr. Airlangga berdiri di depanku, lalu dengan cepat melayangkan hantaman ke kedua orang yang memegang aku di kiri dan kanan.Bug! Kraakk!Terdengar suara ngilu seperti tulang yang patah, dua orang itu terhuyung-huyung. Dua orang lainnya mencoba bergabung untuk mengeroyok Mr. Airlangga, namun sia-sia. Satu persatu mereka terjatuh mendapatkan hantaman dan tendangan darinya. Salah satu dari mereka tampak melakukan tindakan bijaksana dengan lari terbirit-birit.Mr. Airlangga tampak masih kalap, memberikan hantaman ke mereka beberapa kali.“Airlangga, cukup … sudah!” Teriakku, sebelum Pangeran Airlangga membikin mereka tidak bernyawa dan kami harus berurusan dengan polisi. Dia menghentikan aksinya, dengan susah payah para bandit itu mencoba berdiri lalu lari tunggang langgang. Hanya salah satu dari mereka tetap tergeletak, aku memperhatikan dadanya
Read more
19. Candi Sukuh
Kami sampai di area candi Sukuh ketika hari sudah cukup sore, untuk menghindari terlalu banyak pengunjung dengan sengaja kami berangkat setelah jam tiga. Aku mengenakan topi baseball untuk menutupi lebam di pipi hasil tamparan si bandit kemarin.Mr. Airlangga memandangku tercenung melihat lebam berwarna biru menjadi penghias baru di wajahku. “Nggak papa, udah nggak sakit kok,” kilahku.“Mungkin lebih baik hari ini kamu tinggal di hotel saja, sepertinya kamu adalah magnet untuk sesuatu yang berbahaya.”Aku magnet untuk sesuatu yang berbahaya? Sebelum bertemu dia hidupku aman-aman saja, aku rasa dialah magnet untuk sesuatu berbahaya itu.“Kalau akan ada sesuatu yang berbahaya menanti, mana mungkin aku akan membiarkan kamu sendirian menghadapinya. Akan jadi apa kamu tanpa aku.”Dia tersenyum menanggapi perkataanku, aku tidak mau dia sendirian menghadapi apapun itu, ditambah mana mungkin aku melewatkan petualangan in
Read more
20. Misteri
Mr. Airlangga meraih senter dari tanganku, memandang ke arahku mengajak menuruni anak tangga. Aku masih belum tersadar dari keterkejutanku atas adanya ruangan rahasia di atap candi sukuh ini. Lubang tangga yang terbentuk dari bergesernya batu tidak terlalu lebar, jadi kami harus masuk satu persatu. Aku meraih handphone dari dalam tas, lampu senter yang terdapat di dalam handphone sangat berguna menjadi penerangan untuk saat ini.Dia mulai berjalan turun, menapaki anak tangga satu demi satu. Aku menarik nafas sebentar lalu mengikutinya. Ruangan ini sangat gelap, dengan bau apak yang luar biasa akibat terkunci ratusan tahun. Aku memandang sekeliling dengan waspada, kuatir ada makhluk tak di kenal tiba-tiba muncul di hadapan kami, seperti dalam film-film horror.Kami sampai di anak tangga terakhir, di kami terdapat ruangan tidak terlalu besar, mungkin hanya berukuran 2x2 meter. Tidak terdapat apapun di dalam ruangan itu, kosong. Aku memandang ke arah Mr. Airlangga dengan
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status