“Jadi kita akan ke mana?” Tanyaku setelah kami berdua duduk manis di dalam mobil. Mr. Airlangga. Tidak saja siap dengan sarapan yang cukup, ok … ya, agak berlebihan. Aku menyikat dua buah telur mata sapi, berikut satu piring penuh nasi goreng, ditambah dua tangkup toast dengan selai strawberry dan dua buah pisang. Dan beberapa irisan semangka. Kira-kira dua buah tahu goreng, ok tiga buah ... aku mengaku. Itu semua aku persiapkan untuk petualangan yang akan penuh rintangan kedepannya. Paling tidak begitulah imajinasiku.
“Ke candi Bajang ratu.” Jawab Mr. Airlangga tanpa sedikitpun menoleh ke arahku. Laki-laki ini memang paling pintar untuk tidak menghiraukan orang lain.
“Ke candi Bajang ratu Pak,” kataku ke Pak Suharyono yang pagi ini juga tampak segar. Tidak tampak sisa kelelahan atau ketakutan tadi malam, mungkin dia mendapatkan tidur yang cukup, tidak seperti aku yang hanya berhasil terbang ke la la land hanya beberapa jam.
Mr. Airlangga menyimpan batu lempeng kuno simbol kerajaan Majapahit itu ke dalam saku celananya, seperti menyimpan uang lima ratus rupiah. Aku terpekik ngeri.“Bagaimana kalau batu itu nanti pecah?”Dia tersenyum geli, seolah-olah ucapanku terdengar sangat lucu. “Lusia, ini adalah batu obsidian. Batu yang terbentuk oleh lahar yang mendingin. Kamu kira batu ini akan bisa pecah karena aku simpan di saku celana?”Batu obsidian, hhmm … aku harus google tipe batu macam apa itu. Aku menjadi malu sendiri tentang pengetahuan geologiku yang sangat minim. Menambahkan buku science ke dalam rak bacaan sepertinya ide yang sangat cemerlang, supaya aku lebih terpelajar.“Jadi sekarang kita ngapain?” Tanyaku polos.“Pulang, sudah waktunya untuk memejamkan mata.”What … pulang, tidur gitu saja? Orang satu ini memang sangat pintar mengontrol suspense, ketika lagi tegang-tegangnya langsung diminta u
Kami berpamitan ke Pak Suharyono di stasiun kereta api Surabaya, dia tampak terharu biru ketika mengucapkan selamat tinggal terhadap kami. Rupanya kami adalah klien yang cukup membuatnya terkesan. Mungkin karena pengalaman dengan geng motor, dia mewanti-wanti untuk mengabari kalau kami ke Surabaya lagi, beberapa kali meminta kami untuk rajin-rajin bertukar pesan seperti kita adalah best friends forever. Aku meresponnya dengan tersenyum, tidak lupa memberi pesan untuk berhati-hati ketika sedang mengemudi mobil, jangan sampai diganggu geng motor, apalagi nanti tidak ada Mr. Airlangga yang akan menyelamatkan dia.Gerbong kereta yang kami tumpangi dari Surabaya ke Solo tidak terlalu penuh. Aku duduk berseberangan dengan Mr. Airlangga yang sekarang sedang memandang ke luar jendela dengan memutar-mutar batu lempeng simbol kerajaan Majapahit di tangannya. Aku mendadak trenyuh, mungkin dia rindu untuk pulang ke jamannya. Bayangkan kalau seandainya aku yang tersasar ke sana, mungkin s
Kami sampai di stasiun Solo Bapalan sore hari, hanya memakan waktu sekitar 3.5 jam dari Surabaya ke solo dengan kereta api. 3.5 jam yang cukup romantis dengan Mr. Airlangga, mungkin aku akan merubah cerita novelku nanti menjadi cerita romantis, misalnya berjudul “Cinta dari Kereta,” sepertinya akan cukup menjual. Kisah cinta yang cukup membumi karena berawal di kereta api, tentu saja aku tidak akan menceritakan asal muasal Mr. Airlangga. Mungkin aku hanya akan menyebutnya sebagai Mr. A, seperti Carrie Bradshaw menyebut cintanya dengan nama alias, Mr. Big. Sayang laptopku selalu dikolonisasi sang Pangeran itu, jadi aku tidak bisa menulis.Aku membongkar isi koper kecilku yang rata-rata berisi baju kotor, tidak ada baju bersih apalagi outfit yang tepat untuk petualanganku di Karanganyar. Ini tidak tepat, aku tidak bisa berpetualang dengan baju seadanya, apalagi dengan baju kotor dan bau.Baiklah, petualangan pertama akan di mulai di mall, mencari baju bersih.
Bug!Aku melihat penyerang di depanku terjungkal, dia tidak bangun. Apakah dia pingsan? Mr. Airlangga berdiri di depanku, lalu dengan cepat melayangkan hantaman ke kedua orang yang memegang aku di kiri dan kanan.Bug! Kraakk!Terdengar suara ngilu seperti tulang yang patah, dua orang itu terhuyung-huyung. Dua orang lainnya mencoba bergabung untuk mengeroyok Mr. Airlangga, namun sia-sia. Satu persatu mereka terjatuh mendapatkan hantaman dan tendangan darinya. Salah satu dari mereka tampak melakukan tindakan bijaksana dengan lari terbirit-birit.Mr. Airlangga tampak masih kalap, memberikan hantaman ke mereka beberapa kali.“Airlangga, cukup … sudah!” Teriakku, sebelum Pangeran Airlangga membikin mereka tidak bernyawa dan kami harus berurusan dengan polisi. Dia menghentikan aksinya, dengan susah payah para bandit itu mencoba berdiri lalu lari tunggang langgang. Hanya salah satu dari mereka tetap tergeletak, aku memperhatikan dadanya
Kami sampai di area candi Sukuh ketika hari sudah cukup sore, untuk menghindari terlalu banyak pengunjung dengan sengaja kami berangkat setelah jam tiga. Aku mengenakan topi baseball untuk menutupi lebam di pipi hasil tamparan si bandit kemarin.Mr. Airlangga memandangku tercenung melihat lebam berwarna biru menjadi penghias baru di wajahku. “Nggak papa, udah nggak sakit kok,” kilahku.“Mungkin lebih baik hari ini kamu tinggal di hotel saja, sepertinya kamu adalah magnet untuk sesuatu yang berbahaya.”Aku magnet untuk sesuatu yang berbahaya? Sebelum bertemu dia hidupku aman-aman saja, aku rasa dialah magnet untuk sesuatu berbahaya itu.“Kalau akan ada sesuatu yang berbahaya menanti, mana mungkin aku akan membiarkan kamu sendirian menghadapinya. Akan jadi apa kamu tanpa aku.”Dia tersenyum menanggapi perkataanku, aku tidak mau dia sendirian menghadapi apapun itu, ditambah mana mungkin aku melewatkan petualangan in
Mr. Airlangga meraih senter dari tanganku, memandang ke arahku mengajak menuruni anak tangga. Aku masih belum tersadar dari keterkejutanku atas adanya ruangan rahasia di atap candi sukuh ini. Lubang tangga yang terbentuk dari bergesernya batu tidak terlalu lebar, jadi kami harus masuk satu persatu. Aku meraih handphone dari dalam tas, lampu senter yang terdapat di dalam handphone sangat berguna menjadi penerangan untuk saat ini.Dia mulai berjalan turun, menapaki anak tangga satu demi satu. Aku menarik nafas sebentar lalu mengikutinya. Ruangan ini sangat gelap, dengan bau apak yang luar biasa akibat terkunci ratusan tahun. Aku memandang sekeliling dengan waspada, kuatir ada makhluk tak di kenal tiba-tiba muncul di hadapan kami, seperti dalam film-film horror.Kami sampai di anak tangga terakhir, di kami terdapat ruangan tidak terlalu besar, mungkin hanya berukuran 2x2 meter. Tidak terdapat apapun di dalam ruangan itu, kosong. Aku memandang ke arah Mr. Airlangga dengan
Aku memandangin pantulan diriku di kaca, masih tidak percaya dengan apa yang sekarang melingkar di leherku. Kalung berlian besar dengan warna liontin merah, sangat besar, terlalu besar aku tidak tahu berlian sebesar ini benar-benar ada, kecuali di film.Mr. Airlangga memandang aku dengan mengulum senyum, “kalung itu sangat cocok untuk kamu.” Bisiknya, dia sekarang berdiri di belakangku sedikit membungkukkan badan untuk membisikkan kata-kata itu. Hidupku memang benar-benar penuh kejutan, Pangeran tersasar, berpetualang, sekarang harta karun? Aku hampir mirip dengan bajak laut saja. “Apa kamu akan baik-baik saja, dengan kalung besar itu di leher kamu?” Godanya.Aku memandang dirinya dari pantulan kaca, memandang badannya yang sangat tinggi dan kekar.“Sepertinya kamu masih tersihir dengan teman baru kamu. Baiklah aku akan kembali ke kamarku.” Dia meletakkan kedua tangannya di pundakku lalu memberikan kecupan kecil di pipiku. Den
Kami kembali ke Jakarta. Setelah lebih dari seminggu berpetualang, stok baju bersih mulai menghilang ditambah dengan rejeki nomplok yang kami ketemukan di candi Sukuh, sepertinya kembali ke Jakarta adalah suatu keharusan. Aku tidak mungkin melanjutkan petualangan dengan sekotak berlian yang bernilai ratusan juta itu di ransel punggungku. Ok, memang Mr. Airlangga yang selalu membawa ransel itu di punggungnya tetapi tetap tidak nyaman menenteng sekotak berlian itu ke mana-mana.Mr. Airlangga menurut saja ketika aku mengusulkan ide pulang, dia langsung membikin rencana untuk menonton marathon DVD Iron man. Karena sekarang kita adalah… e hem, couple, maka aku akan merelakan koleksi Iron manku di jajah. Iya kita sudah resmi couple, bahkan sebelum sesi adegan 21++ itu kita sudah menjadi couple, tidak terkatakan tetapi sudah resmi. Apalagi ditambah kalimat romantis noveltisnya ‘kamu sudah mengambil seluruh hatiku’, yang sukses membikin aku tidur