Lahat ng Kabanata ng Menantu Sultan: Kabanata 11 - Kabanata 20
83 Kabanata
Mix and Match
 Citra  Menjadi orang kaya mendadak ternyata tidak menyenangkan, walau aku diperbolehkan membeli apapun yang kumau, bisa memasak menu apapun dengan bahan-bahan mahal sepuas hati, bermalas-malasan tanpa harus bekerja keras untuk membayar hutang, tetap saja rasanya tidak sehebat itu.Maksudku, yaa...memang menyenangkan bisa melakukan hal-hal yang tak bisa kulakukan dulu. Tetapi saat ini aku merasa sangat kelelahan untuk menyesuaikan gaya hidupku dengan gaya hidup Raka. Seperti makan malam mewah semalam, aku tidak menyangka tak pakai perhiasan pun menjadi satu masalah yang besar.Terus terang aku tersinggung dengan ucapannya, rasa sedihku bertambah saat wanita bernama Cindy itu datang dan mengajakku bicara. Aku tahu dia ingin membuatku merasa makin down dan makin minder, ia berhasil melakukan itu padaku.“Jadi semalam bagaimana? Kulihat muka Raka asem, pasti kamu mengacau, kan?” Maureen mencegat langkah
Magbasa pa
Cemburu
Raka  Maureen berdiri di balkon, menatap lurus ke arah gerbang masuk dengan ekspresi yang masam. Perasaanku jadi tak enak, kukira setelah aku bisa tinggal bersamanya dalam satu rumah maka aku bisa membuatnya jadi lebih ceria dan bahagia. Tetapi rupanya semua yang kulakukan tak cukup membuat Maureen lebih bahagia.Salahku di mana?Perlahan kudekati dia, kusentuh bahunya dan ia terlonjak kaget,“Raka!”“Ngelamunin apa sih? Sampai kaget begitu...”Maureen melenguh, seolah pikirannya benar-benar dibebani oleh sesuatu yang begitu berat dan tak bisa diselesaikan dengan mudah.“Liat aja itu, istrimu kayaknya sedikit terlalu percaya diri sampai kegatelan. Memangnya pantas mereka pergi berdua?” ia menoleh lagi ke arah gerbang masuk.Kuikuti tatapannya, dan bisa kulihat jika mobil Jonas terparkir di sana. Yang membuatku kaget adalah Citra keluar dari pintu de
Magbasa pa
Permintaan Ayah Mertua
Citra  Bayangan wanita muda yang terpantul di cermin memandangku dengan sorot mata menyedihkan, ia terlihat mengasihani aku dan seolah ingin keluar dari sana lalu memelukku dengan erat. Huh, aku terus menerus diombang-ambing dengan yang terjadi padaku saat ini.Menerima tawaran menikahi seseorang yang tak kukenal dengan imbalan hutang ayah lunas, terasa terlalu mudah. Tidak mungkin hidupku akan berjalan semulus itu bagai dalam cerita dongeng, happily ever after.Benar saja, sekarang saja aku sudah mendapatkan banyak sekali rasa sakit hati. Perlakuan Raka yang egois dan tidak melihatku sebagai sosok manusia yang punya perasaan, Maureen yang merasa jika dirinya lebih tinggi derajatnya dariku, ditambah lagi dengan Jonas yang seenaknya saja menarikku kesana-kemari dengan alasan membantu.Untuk apa aku pergi ke butik mewah itu? Mengganti potongan rambutku, mengajarkan cara berpakaian seperti wanita-wanita sosialita, diajarkan car
Magbasa pa
Menjadi Mata-Mata Sehari
Raka   Aku yakin sekali jika Maureen sedang membenci Jonas, karena cemburu melihat kekasihnya pergi dengan istriku tanpa bicara pada siapapun. Tetapi bukannya merajuk, atau marah besar dan meminta putus, Maureen malah mau-mau saja diajak keluar oleh Jonas. Sekitar setengah jam yang lalu, mereka pergi dengan mobil Jonas dan aku yang bodoh ini langsung bergegas mengikuti mobil mereka dari belakang. Keduanya tidak mampir kemana-mana, melainkan langsung pergi ke apartemen milik Jonas. Di balik kemudi aku mengawasi mereka berdua yang cukup lama di parkiran, mungkin membicarakan soal Citra atau entalah aku tidak yakin. Tetapi samar-samar bisa kulihat jika hubungan mereka sedang diperbaiki, Jonas merengkuh kepala Maureen dan mengecup dahinya, lalu mereka berciuman. “Sialan.” Gerutuku sambil membuang muka. Kupukul setir dengan sekuat tenaga, memaki dan bersumpah serapah untuk menahan rasa cemburu yang benar-benar membakar dada.
Magbasa pa
Pulang ke Rumah
 Citra Iya aku tahu, jika penampilanku ini jauh sekali dari selera wanita yang disukai oleh Raka, dan semua lelaki yang ada di kalangannya. Tetapi Raka tak perlu mengatakan hal sejahat itu hanya untuk berkata tidak. Cukup katakan saja tak mau pergi konsultasi, sudah.Kenapa malah membawa-bawa tak sudi menghamiliku segala? Memangnya aku juga mau dia hamili?Hidupku memang susah, aku ingin memiliki uang yang cukup untuk hidup dan bebas dari hutang serta tak perlu capek kerja keras. Tetapi jika harus mengorbankan harga diri dan memasang muka tembok demi mengandung anak orang kaya, lalu hidup enak dari biaya bulanan untuk anak.Aduh, itu bukan gayaku!Setelah berdebat panjang lebar dengan Raka, aku masuk ke kamar dan mengemas beberapa pakaianku. Tak tahan lagi jika lebih lama tinggal di sini, aku mau pulang dulu ke rumah ayah selama dua atau tiga hari. Siapa tahu bisa membuat kepalaku sedikit dingin dan bisa waras untuk kemba
Magbasa pa
Ajakan Menginap
 Raka Sudah dua hari Citra menginap di rumah ayahnya, sudah dua hari pula Maureen tak ada kabar. Aku ingin menyusul Maureen tapi sadar diri tak punya hak apapun untuk melarangnya melakukan ini itu sesuai kemauan dia. Urusan Citra, mau sebulan pun tinggal di sana aku tak peduli.“Pak, ada telepon dari kantor. Katanya ada rapat penting tapi bapak enggak bisa dihubungi.”“Oh iya, makasih.” Jawabku tak acuh.Walau begitu aku tetap berdiri untuk mengambil ponsel yang kubuat mode senyap, sehingga tak tahu ada telepon, chat atau notifikasi apapun yang kudengar. Ternyata sudah banyak panggilan tak terjawab, chat dari sekretaris dan aku langsung malas mengingat posisiku sebagai CEO. Karena hal itu aku jadi tak bisa duduk diam di rumah tanpa direpotkan dengan urusan kantor.Padahal di saat seperti ini, aku sangat ingin bersantai tanpa memikirkan apapun lagi. Sebab otakku sudah cukup ngebul memikirkan Maureen
Magbasa pa
Mantan yang Super Kepo
Citra  Tak tahu hari keberapa aku menginap di rumah ayah, kulakukan beberapa hal untuk membuat rumah lebih nyaman baginya. Kubelikan kasur baru untuknya, juga untuk Angga sementara kasurku sendiri ditumpuk menggunakan kasur tipis bekas mereka. Tak apa, dibungkus seprai baru juga sudah terlihat bagus, lagipula aku tidak akan terus menerus tidur di rumah karena harus pulang ke rumah Raka.Juga kupanggil tukang untuk memperbaiki atap rumah yang bocor, juga menambal lantai yang keramiknya sudah pecah-pecah, mengganti daun pintu dan membeli lemari plastik yang ukurannya cukup besar untuk menyimpan pakaian mereka berdua, menggantikan lemari kayu yang sudah jelek dan dimakan rayap.Rumah sekarang terlihat lebih segar, dan juga lebih nyaman dibanding sebelumnya.“Jangan ke jalan lagi, Angga. Di sini aja temenin ayah.” Nasehatku saat kami sedang duduk di depan rumah, menikmati bakso di tengah hari.“Gimana nanti
Magbasa pa
Sleepover
 Citra  Sebenarnya aku belum mau pulang, tapi saat mendengar mama Laksmi memintaku menginap maka aku langsung mengiyakan ajakan Raka. Tak perlu berpikir dua kali, sebab aku menyukai wanita dengan tubuh subur itu. Orangnya tulus, dan tidak dibuat-buat.Aku merasa seperti diterima sebagai menantu, dianggap sebagai istri dari anaknya. Aku pun ingin melakukan semua yang bisa membuat mama Laksmi merasa senang, salah satunya mengiyakan ajakannya menginap.Saat kami akan berangkat, Maureen ngambek ingin ikut juga. Ia bahkan sampai merajuk seperti anak kecil, Raka kerepotan menghadapinya. Ia membujuk gadis bule itu supaya tidak marah-marah, dan berjanji akan membelikannya makanan yang ia inginkan.“Aku bukan anak kecil! Aku enggak mau disogok makanan! Aku maunya ikut!” tolaknya sambil menepis tangan Raka, ia lantas melipat tangannya di depan dada, bibirnya mengerucut manyun.“Ya udah..udah. Yuk
Magbasa pa
Muntah-Muntah
 Raka Ini adalah pengalaman menginap yang paling memuakkan sepanjang hidupku, padahal biasanya aku sangat tenang saat tidur di rumah mama. Tetapi malam ini, rasanya kupingku panas dan hatiku terbakar setiap kali melihat mama bersama Citra, atau terus memujinya di hadapanku.Kenapa mama seleranya rendah sekali?Citra itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Maureen, kelas mereka jelas berbeda jauh. Jika dibandingkan, langit dan bumi pun sepertinya terlalu dekat untuk membandingkan mereka berdua. Apa istimewanya gadis berwajah kusam itu? Apa jangan-jangan dia pakai jampi-jampi untuk menaklukkan hati mamaku?Halah, zaman digital begini memangnya masih mempan pakai jampi-jampi zaman batu? Lagipula siapa yang masih percaya pada dukun untuk mempermudah urusan mereka? Hanya orang primitif saja.“Raka, mama nyuruh aku untuk panggil kamu dan nyicipin roti. Itu udah pada mateng...”Citra menghampiriku yang se
Magbasa pa
Ayah Biologis
Raka “Raka, beli mangga itu dong! Kok kayaknya enak banget asem-asem seger!”Aku terpaksa memberhentikan mobilku di pinggir jalan, karena Maureen melihat penjual mangga muda di trotoar. Penjual yang terlihat masih muda itu sedang melayani pembeli lain, Maureen dengan antusias mengantri menunggu gilirannya dilayani. Dengan cekatan penjualnya mengambil buah mangga yang sudah setengah matang, dikupas lalu ditusuk dengan sumpit bambu.Setelah itu ia mengiris setiap sisinya dan membuat buah mangga itu seperti bunga yang merekah. Dulu aku melihat penjual buah mangga yang dibentuk seperti dan disiram gula pedas itu di Thailand, tetapi sekarang di Indonesia pun sudah banyak yang menjual.“Aku pesen tiga!”“Lho, banyak banget. Emangnya bakalan habis?”“Habis lah! Aku ngiler banget tau!” Maureen ngotot dan aku hanya bisa mengiyakan saja.Namanya juga sedang ngidam, dia pasti ingin ma
Magbasa pa
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status