All Chapters of Affair with Playboy: Chapter 11 - Chapter 20
47 Chapters
10. Amarah
HAL pertama yang Risa lakukan adalah mengecek kamar mandi dan memastikan kalau di dalamnya benar-benar ada mesin cuci yang bisa dipakai. Setelahnya, dia pergi mengecek lemari untuk mencari pakaian yang bisa dia pakai malam ini.Namun, tiba-tiba saja ia berhenti. Tubuhnya membatu, tatapannya terpaku pada dua pasang lingerie yang digantung di dalam lemari berjejer rapi dengan jas dan beberapa kemeja yang telah disetrika rapi."Playboy itu pasti udah gila!" geramnya dan langsung membanting pintu lemari dengan kuat, tapi tak lama, karena kemudian dia kembali membuka lemari dua pintu di depannya.Dua pasang lingerie berbahan satin yang begitu halus begitu menyentuh tangannya. Dalaman yang akan sangat nyaman digunakan. Apakah lingerie itu memang sengaja dibeli untuknya? Ataukan teman kencan Alva yang sengaja meninggalkan pakaian dalamnya untuk bisa dia gunakan keesokan harinya?Risa menggeleng p
Read more
11. Tidur?
RISA menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan saat melihat apa yang Alva buat untuknya sejak tadi. Pria itu memang salah, karena tak mengatakan apa pun dan bertanya sesuatu padanya tentang apa yang mau ia makan. Namun, dirinya juga salah, karena diam saja dan tak berkata apa-apa tentang apa yang ingin dia makan malam ini.Risa mematikan kompor, menghidangkan masakan Alva yang aromanya begitu menggugah selera, kemudian dia duduk di atas pantri. Hanya ada nasi putih, tanpa lauk, memang bukan sesuatu yang buruk. Namun, setidaknya jika ada mie instan dia tidak akan merasakan rasa hambar dari nasi ketika berada di dalam mulut.Ria menunduk, mengembuskan napasnya sekali, lalu makan dalam diam. Hanya nasi putih yang akan menemaninya malam ini. Tidak buruk, karena ini bukan kali pertama Risa makan tanpa lauk.Hidup miskin bertahun-tahun tanpa bantuan siapa pun. Tentu saja, siapa yang mau membantunya? B
Read more
12. Sang Mantan Kesekian
RALF langsung membereskan semua pekerjaannya dan mendekati Risa yang masih terlihat memandangi layar komputer kala waktu sudah memasuki jam istirahat. Alva bahkan sampai terlonjak di tempat duduknya dan lantas melotot ke arah Ralf yang kini tengah mengusir teman kantornya yang tempat duduknya berada di samping Risa untuk mengambil alih kursi yang ditempati teman kantornya itu.Ralf memosisikan kursi agar dia bisa duduk di sebelah Risa. Sedangkan Risa mengerjapkan matanya berulang kali, memandangi senior di kampusnya dulu dengan wajah tidak mengerti.Dia heran, tentu saja, melihat Ralf yang begitu tergesa-gesa mendekatinya begini seperti mengatakan adanya sesuatu yang tak beres dan tengah disimpan pria itu dalam ekspresi diamnya. Sesuatu yang mungkin berkaitan dengan masalah pribadi Risa.Risa memejamkan matanya, lalu mengembuskan napas panjang. "Ada apa? Lo kelihatannya kayak mau ngomong sesuatu sama gue s
Read more
13. Obsesi
WALAU sebenarnya dia terusik dan ingin sekali melirik, tapi Risa tidak mau melepaskan tatapan matanya dari Ralf yang kini bahkan sudah menoleh ke arah Alva dan dua orang wanita di seberang sana.Ucapan Alva dan dua orang wanita tak dikenalnya itu cukup bisa terdengar dengan jelas di telinga. Alasan sama yang kini mengundang semua pasang mata untuk memperhatikan mereka. Termasuk, seniornya yang sepertinya lebih tertarik memandangi apa yang terjadi dengan teman seperjuangannya, daripada memperjelas arti tatapan matanya sebelumnya.Risa mengatupkan mulutnya. Dia menoleh ke arah Alva yang kini diseret pergi dari sana oleh seorang wanita. Sosok yang Risa ketahui sebagai mantan kekasih terakhir Alva."Gue kaget," kata pertama yang keluar dari mulut Ralf setelah hening sekian lama membuat Risa kembali memandanginya, "selama ini gue pikir dia udah nggak deket sama cewek apalagi mainin cewek lagi. Gue kira dia udah
Read more
14. Kecaman
"LO berdua nggak mau makan siang apa gimana sampai ngobrol mulu dari tadi nggak kelar-kelar?" sindiran tajam itu membuat Ralf dan Risa sontak saja menoleh.Alva sedang berdiri dengan tangan bersedekap. Tatapannya terlihat layaknya sedang berkilat-kilat dengan sorot mata tajam, menghunjam tepat ke arah Risa yang hanya bisa terdiam dengan wajah menunduk dalam-dalam.Ralf melirik arloji di tangan kirinya dengan ekspresi terkejut. "Gila, gue kira masih lama!" Ralf berdiri dan berjalan ke arah Alva. "Thanks, gue mau makan siang dulu."Alva hanya melirik dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun, dia hanya diam dan mulai melangkah mendekati Risa. "Lo nggak mau makan siang?""Waktunya udah nggak keburu, kan?" tanya Risa kemudian. Dia hendak menyalakan kembali komputernya saat Alva memegangi tangannya dan mencengkeramnya dengan kuat."Makan, Sa! Kalau lo nggak mau makan, minimal
Read more
15. Cara Penyampaian
ALVA langsung membuang muka begitu melihat Olivia tersenyum ramah sambil melambaikan tangan ke arahnya. Sedangkan Jeanne yang berada di samping Olivia langsung turut membuang pandang, enggan menatap Alva yang kini lebih memilih menatap wajah menyebalkan Ralf yang berada di sampingnya."Gue jadi penasaran, lo sama mereka tadi siang ngomongin soal apa?" tanya Ralf yang kini geleng-geleng kepala melihat sifat kekanakan di antara Alva dan Jeanne.Dulu, saat pertama kali Alva dan Jeanne saling mengenal. Keduanya memang lebih sering bertengkar, daripada menunjukkan adanya benih-benih cinta. Ajaibnya, kedua orang itu nyatanya tetap bisa jadian dan hubungan itu bertahan sampai sebulan.Kurun waktu yang menurut Ralf lumayan lama, karena selama ini, Alva hanya mengencani seorang gadis selama dua hari atau seminggu saja.Alva mengerling. "Apa gue kelihatan kayak orang yang mau ngasih tahu lo? Jangan
Read more
16. Cinta Beralasan
RISA mengeluarkan ponselnya yang kehabisan daya sejak kemarin dan mulai mengisi dayanya. Dia sengaja melakukannya, membiarkan ponselnya kehabisan baterai dan membuat Alan bertanya-tanya akan keberadaannya. Dia ingin Alan memperhatikannya, dia ingin Alan mengkhawatirkannya, syukur-syukur pria itu akan datang ke tempatnya.Namun, semua harapannya pupus begitu ponsel menyala dan tak menemukan satu pun pesan atau panggilan dari Alan. Pria itu seperti mengabaikannya dan menganggapnya benar-benar tak lagi ada di dunia.Lalu, untuk apa dia tetap bertahan dengan hubungan aneh ini?Risa mencari kontak Alan, lalu menghubunginya tanpa pikir panjang. Namun, Alan sama sekali tak menjawab panggilannya. Nomornya aktif, tapi teleponnya tak diangkat. Padahal sebagai seorang direktur utama di perusahaan yang dipimpin olehnya, Alan tidak pernah bisa lepas begitu saja dari ponsel apalagi telepon dari siapa pun.
Read more
17. Kenapa lo nangis?
ALVA kembali ke kos-kosan Risa setelah ia pulang untuk mengganti pakaian juga membelikan beberapa buah segar. Dia membeli cukup banyak buah, karena ia yakin, Risa akan kembali memakan mie instan simpanannya ketika dia kelaparan saat malam. Sesuatu yang sukses membuat Alva merasa tidak tenang setiap kali membayangkan hal itu dilakukan oleh Risa di balik punggungnya.Bagaimana mungkin dia bisa tenang, ketika Risa terus mengonsumsi makanan tidak sehat itu saat dia sedang mengandung anaknya?Walaupun itu belum pasti. Namun, dia sangat mengharapkan Risa benar-benar sedang hamil dan meninggalkan Alan secara paksa, lalu menikah dengannya. Ide yang sangat buruk. Namun, itu adalah salah satu opsi yang bisa dia harapkan selain menyentuh hati Risa secara perlahan-lahan.Alva sudah mengetuk pintu kamar kos Risa berulang kali, tapi tak ada tanggapan sama sekali. Dia masih menunggu di depan pintu kamar dengan sebuah harapan, bahwa Risa tidak sedang pergi."Risa!" pangg
Read more
18. Pengakuan Cinta
ALVA tidak tahu harus memulai percakapan ini dari mana, tapi dirinya sangat penasaran dengan alasan yang telah membuat Risa menangis setengah jam di kamar mandi kos-kosannya. Pria itu masih membawa mobilnya melaju hingga hampir mencapai perbatasan kota. Kepalanya sesekali melirik Risa yang masih terdiam dengan tatapan hampa terarah ke luar jendela. Bahkan, saat Alva memutar mobilnya dan kembali ke tempat semula. Risa tak berkata apa-apa, seperti dia tidak menyadari ... atau dia memang tidak melihatnya. Alva menarik napas panjang, lalu mengembuskan napasnya perlahan. Tangannya terulur menyentuh puncak kepala Risa yang sontak membuat perempuan itu menoleh ke arahnya. Dia membelai puncak rambut Risa dengan lembut sambil menatap jalan raya dan sedikit mengurangi kecepatan mobilnya. Pria itu menoleh, lalu tersenyum tipis. "Lo mau ke mana?" "Hm ...." Risa menggeleng pelan. "Gue nggak tahu. G
Read more
19. Sentuhan Mendebarkan
"GUE beneran udah jatuh cinta sama dia, Va."Sekali lagi tamparan itu diberikan Risa padanya untuk memperjelas status di antara mereka. Penolakan tegas dan teramat jelas, jika takkan ada apa pun di antara mereka ke depannya. Alva tersenyum miring setelah dirinya terdiam cukup lama.Ditatapnya Risa dengan tatapan penuh makna. "Kenapa lo bisa mikir, kalau lo udah jatuh cinta sama dia?" tanyanya. Nada suaranya begitu tenang, layaknya air mengalir yang menghanyutkan. Alva melepas peluk di antara mereka dengan perlahan."Karena ...," Risa terdiam, dengan susah payah dia mengatakan kelanjutan kalimatnya, "gue ngerasa sakit hati waktu ngirim pesan buat minta putus ke dia tadi.""Apa itu cukup buat buktiin lo udah jatuh cinta sama dia?" tanya Alva sekali lagi. Dicengkeramnya bahu kiri dan kanan Risa dengan lembut sambil menatap lurus di kedua bola matanya. "Semua itu bukan bukti kalau lo udah jatuh cinta sama dia.
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status