Semua Bab Takdir Ikatan Suci: Bab 51 - Bab 60
86 Bab
50. Paling Dihindari
Almera memilin jarinya gugup. Dia melirik ke arah Romeo yang terlihat begitu santai, seolah tidak terganggu dengan pertanyaan Papa. "Enggak, Pa. Al enggak ada ngidam apa-apa," jawabnya tersenyum tipis. "Apa kalian mau honeymoon sekarang aja? Sekalian refreshing. Mama enggak sabar pengen gendong cucu dari kalian," celetuk Mama Lala dengan senyum lebarnya. Membayangkan menggendong bayi yang memakai pakaian lucu semakin membuatnya tidak sabar. Apalagi berjenis kelamin perempuan. Rambut yang dikuncir dan diberi jepit-jepit lucu, pipi chubby, memakai rok serta sepatu lalu berjalan sambil tertawa. Ah rasanya sangat membahagiakan. Almera kembali melirik Romeo yang tetap santai dengan wajah datarnya. Huh, rasanya dia ingin menghilang sekarang juga. Pertanyaan semacam ini adalah hal yang paling dia hindari dan bisa-bisanya suaminya itu masih bisa bersantai, tidak membantu menjawab sama sekali. "Kapan-kapan aja,
Baca selengkapnya
51. Sangat Menyakitkan
Sudah hampir sepuluh menit Almera berjalan. Namun tidak ada satu pun angkutan umum yang lewat. Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata, tetapi sebisa mungkin dia menahan. Tidak, ini bukan waktunya untuk menangis. Dia harus segera pulang karena hari semakin sore, terlihat dari senja yang menghiasi langit, pertanda matahari akan terbenam. "Gue telfon Widya aja deh," gumamnya seraya mengambil handphone dari tas selempangnya. Setelah mengotak-atik sebentar, Almera langsung mendekatkan handphonenya ke telinga. Dia menggigit kukunya cemas, antara takut tidak diangkat dan takut mengganggu waktu sahabatnya. "Halo," sapa seseorang di seberang sana yang tidak lain tidak bukan adalah Widya. Mendengar suara sahabatnya, membuat Almera tanpa sadar mengembangkan senyumnya. Panggilannya terhubung. "Eh, halo, Wid. Gue ganggu lo enggak?" tanya Almera pelan. Terdengar kekehan keci
Baca selengkapnya
52. Panas
"Kalian ngapain?" Almera mengulangi pertanyaannya karena tidak mendapat respon dari dua orang yang membuat hatinya sakit. Mereka tetap pada kegiatannya, seolah di rumah ini hanya ada mereka berdua. Dadanya semakin sesak saat mereka tidak berhenti justru semakin memanas. Kenapa sakit sekali? Seharusnya dia sadar, bahwa sejak awal Romeo memang bukan miliknya.Semua ini hanya sementara, tetapi tetap saja rasanya begitu menyakitkan, seperti ditikam belati tumpul dan berkarat. "Mas!" teriak Almera tidak tahan. Dua orang berbeda kelamin itu tersentak dan menghentikan kegiatannya lalu menoleh ke sumber suara. Tidak ada raut kaget sedikit pun dari keduanya saat melihat Almera berdiri di seberang meja dengan mata berkaca-kaca. Seolah apa yang mereka lakukan layak dilihat orang lain, terutama Almera. "Ngapain kamu di sini?" tanya Romeo tajam tanpa mengubah posisinya yang hampir menindih Citra di ujung sofa. Bahkan baju keduanya sudah tidak rapi lagi.
Baca selengkapnya
53. Cerai Saja
Perlahan tatapan Widya berubah menjadi tajam lalu berdiri tegak di depan dua orang yang sudah menyakiti sahabatnya. "Wow! Ternyata kayak gini ya kehidupan rumah tangga sahabat gue. Benar-benar mengejutkan." Tidak ada lagi air mata yang mengalir. Kini hanya ada amarah dan kebencian di dalam dirinya. Matanya menatap Citra dan Romeo dari atas ke bawah dengan pandangan menilai. Tidak lupa juga dengan jarinya yang ikut bergerak menunjuk keduanya. "Kelihatannya kalian cocok deh," celetuk Widya membuat Citra mengangkat dagunya angkuh. Perlahan bibirnya terangkat membentuk senyum kemenangan. Dari dulu, sekarang dan selamanya, hanya dia seorang yang bisa memiliki Romeo. "Yang satu brengsek, yang satunya gatal. Aw, so sweet banget deh," lanjutnya tersenyum meremehkan. Tangan Romeo terkepal. Ucapan gadis di depannya ini berhasil membangkitkan emosi yang tadi sempat padam. "Apa
Baca selengkapnya
54. Andai Kamu Suamiku
Cinta dan luka memang satu. Jika sudah jatuh cinta maka harus siap menerima luka. Cinta, satu kata yang dapat membuat hidup seseorang berubah. Entah kebahagiaan yang menghadirkan tawa, atau kesedihan yang mengundang air mata. Semua orang pasti menginginkan sebuah cinta yang indah. Cinta yang berakhir dalam ikatan suci pernikahan. Saling menyayangi, melindungi dan membahagiakan satu sama lain. Bukan seperti Almera. Pernikahan atas dasar perjodohan yang menghadirkan cinta dan luka secara bersamaan. Almera mencintai Romeo, tetapi Romeo mencintai Citra. Almera berusaha menjadi istri yang baik untuk Romeo, sedangkan Romeo berusaha menjadi pacar yang baik bagi Citra.  Terkadang cinta memang selucu itu. Ikatan suci yang dikhianati, kebohongan, bahkan kekerasan yang diterima Almera tidak mampu menghilangkan rasa cintanya. "Bodoh, gue bodoh banget," gumam Almera dengan kepala tertunduk sedih. Air matanya tidak berhenti meng
Baca selengkapnya
55. Semakin Tidak Tahu Diri
Sudah satu minggu sejak pertengkaran Almera dan Romeo ketika memergoki suaminya berciuman panas dengan Citra. Sejak saat itu pula keduanya tidak saling bertegur sapa. Mereka memang masih tinggal satu rumah, tetapi bersikap seolah tidak ada orang lain selain dirinya sendiri. Bahkan Almera tidur di kamar tamu. Merasa sangat enggan untuk bertatap muka dengan Romeo, karena kejadian saat itu masih terbayang-bayang. Namun, hari-hari Almera tidak semulus jalan tol. Selalu ada kejadian yang menguji kesabarannya. Contohnya saja seperti sekarang. Dengan tidak tahu dirinya Romeo bermesraan dengan Citra di meja makan. "Makin hari makin enggak tahu diri mereka," gumam Almera melihat keduanya dari ruang keluarga. Dirinya sangat lapar dan sialnya, di meja makan ada dua sejoli yang sedang bermesraan dengan canda tawa. "Gue laper, tetapi kalau ke sana kasihan sama hati gue," gumam Almera lagi, kemudia
Baca selengkapnya
56. Labrak Yuk!
Rizky dan Amel saling pandang dengan mata menyipit. "Dijual!" seru keduanya kompak, membuat Widya terlonjak kaget. "Bisa pelan-pelan aja enggak sih ngomongnya? Kaget gue," ketus Widya menatap mereka tajam. Bukannya takut atau merasa bersalah, mereka justru tertawa melihat wajah Widya yang semakin tidak enak dipandang. "Wid, emang siapa pelakornya? Dan juga, dia ngerusak hubungan siapa?" tanya Amel mencondongkan badannya ke depan sehingga wajahnya dengan Widya begitu dekat. Widya menempelkan telapak tangannya di wajah Amel lalu mendorongnya tanpa perasaan. Raut wajahnya menjelaskan kalau dia begitu risih dengan kelakuan sahabatnya itu. "Ish, lo tuh ya kasar banget jadi cewek. Ngomong baik-baik 'kan bisa, mana dorongnya pakai tenaga dalam lagi!" sungut Amel memegang wajahnya yang terasa sedikit sakit. "Bodo amat," ujar Widya tidak peduli membuat Amel mendengkus kesal. Selalu seperti ini. Dia akan kalah jika sudah berhadapan denga
Baca selengkapnya
57. Ketahuan Papa
"Siapa ya?" tanya Almera linglung membuat seseorang tersebut terkekeh geli. Meskipun Almera belum bisa melihat wajah orang itu dengan jelas, tetapi telinganya masih normal. Dia sangat familiar dengan suara tegas ini. "Papa!" pekik Almera terkejut hingga spontan berdiri dengan tubuh kakunya. Seseorang itu yang tidak lain adalah Papa Edward tertawa lepas melihat ekspresi menantunya. "Hai, Anak papa." "H - hai, Pa," balas Almera gugup. Bagaimana bisa Papa mertuanya tiba-tiba berada di sini? Almera menggeser tubuhnya ke kanan guna melihat ke belakang Papa Edward. Matanya mengedar ke sekitar, menari seseorang yang menemani Papanya ke sini. "Almera, cari siapa?" tanya Papa Edward ikut melihat ke arah belakangnya. Almera mengerjap pelan kemudian menatap Papa Edward dengan wajah bingungnya. "Papa, mama mana?" tanya Almera balik.
Baca selengkapnya
58. Serba Salah
Entah ke mana perginya rasa takut yang tadi Almera rasakan hingga berani menghampiri Romeo. Hatinya terasa sakit dan tidak terima ketika melihat Papa Edward memukul Romeo dengan begitu keras. Almera akui, dia sangat bodoh dalam masalah cinta. Seharusnya dia senang bukan, karena ada yang menghukum Romeo meskipun hanya satu pukulan? Namun, kenapa hatinya berkata lain? "Ayo, aku bantu, Mas," ucap Almera hendak membantu Romeo bangkit dari posisi tersungkurnya. Namun sang empu justru menepisnya tanpa perasaan. Hal itu tentu saja disaksikan oleh Papa Edward. Tangannya sangat gatal ingin menghajar anak semata wayangnya itu. Masa bodoh dengan statusnya sebagai ayah kandung Romeo. Karena kini, hatinya benar-benar dilingkupi emosi yang begitu besar. "Sayang," panggil Romeo kepada Citra yang berdiri tidak jauh darinya. Paham dengan kode sang pacar, Citra bergegas menghampiri Romeo dan membantunya berdiri. "Sakit ya?" tanya Citra mengelus pipi seb
Baca selengkapnya
59. Memantapkan Hati
Mata indah dengan bulu mata lentik yang biasanya berbinar kini tampak redup. Wajah cantik Almera terlihat begitu kacau dengan mata sembab, hidung merah dan jejak air mata. Sejak kepergian papa Edward, Almera sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari halaman depan, tempat yang tadinya di tempati mobil sang papa. Ingatan Almera terlempar pada kejadian di teras tadi. Di mana papa Edward berbincang bahkan sampai tertawa keras karena pikiran konyolnya. Seandainya saja Almera bisa lebih keras dalam mencegah Citra, pasti semuanya tidak berakhir seperti ini. Seandainya juga tadi dia langsung mengajak papa ke taman belakang dan bersenda gurau di sana, pasti tidak ada pertengkaran serta papa Edward tidak mengetahui hal ini. 'Kok gue ngerasa ada yang aneh ya?' tanya Almera di dalam hati. Air mata yang tadinya sudah menggenang di pelupuk matanya pun mendadak hilang kala mengingat sesuatu. Tunggu! Al
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status