All Chapters of Menikah Dengan Abang (Abang Angkat): Chapter 21 - Chapter 30
188 Chapters
Lagu Untuk Ayu
Saat ini, berhubung masih menstruasi, aku menunggu Abang shalat Maghrib di Masjid dekat taman. Suasana senja kali ini terasa syahdu. Suara Imam Masjid terdengar mengalun syahdu membaca lantunan Ayat suci Al-Quran.  Setengah jam kemudian, laki-laki yang ditunggu sudah keluar, sedang mengenakan sepatu, lalu berjalan menghampiriku duduk di bangku yang terletak di depan tempat wudhu khusus wanita. Tanpa berkata, kami langsung menuju mobil. Sesekali melirik Abang. Rambut bagian depannya basah, mungkin bekas air wudhu. Masih ada juga tetesan air di leher. Wajah Abang nampak lebih bersih. Masuk ke dalam mobil, aku melihat Abang sekilas. Dari samping, ternyata dia lebih tampan. “Napa lihatin?” Aku tergagap. Ternyata lelaki di sampingku sadar sedang aku perhatikan. Kirain dia gak sadar kalau dari tadi dilihatin. “Gak napa-napa.” Sahutku cuek. 
Read more
Abang Daftar
Tiba di rumah, Bunda sedang duduk di bangku teras. Aku turun mobil lebih dulu. “Assalamu’alaikum,” ucapku. Berjalan menghampiri Bunda, meraih telapak tangannya. “Wa’alaikumsalam,” sahut Bunda. Raut wajah wanita yang telah melahirkan Abang tidak ceria seperti biasanya. “Bunda pulang jam berapa?” tanyaku basa-basi. “Jam lima sore. Kamu istirahat dulu sana. Kalau belum makan, makan dulu sebelum tidur.” Aku mengangguk. Raut wajah Bunda masih datar. “Iya, Bun.” Melangkahkan kaki ke dalam rumah tanpa menunggu Abang turun dari mobil. Dari dalam, samar kudengar percakapan Bunda dan Abang. “Kalian dari mana aja jam segini baru pulang?” Dari nada suaranya, terdengar ketus. “Dari kantor jemput Ayu, abis itu jalan bentar.” Jelas Abang. “Sampai semalam ini?” “Ini belum malam, Bun. Baru aja habis Magrib. Dah ya, Dendy mau mandi dulu.” Mendengar derap langkah kaki Abang semakin mendekat, aku pun bergegas masuk kamar. Takut ketahuan curi dengar. Usai beres-beres, membuka kotak cincin pember
Read more
Dibikin Kesal
 Silvi menepuk-nepuk punggung tanganku dari mulutnya, minta dilepas. Dia mengatur napasnya yang tersengal-sengal, setelah tanganku terlepas dari mulutnya. “Minumannya, Mbak.” Dua gelas minuman yang dipesan Silvi datang. Sahabatku itu langsung meneguk hingga setengah gelas.“Dendy yang suka anter jemput kamu, Yu?” celetuk Leo. Kedua matanya sampai tak berkedip. Aku mengangguk, tersenyum miring.“Bukannya itu Abang kamu?” Giliran Rico yang bertanya. Tampak bingung. Dira malah duduk santai, menyandarkan tubuh pada kursi dengan tangan melipat di depan dada. Sue bener tuh orang! Gara-gara dia jadi heboh begini.“Yu, serius lo mau merit sama Abang?”  Silvi juga ikutan bertanya.Ya Allah, kenapa berasa diintrogasi gini?“Apaan sih? Kita itu lagi ngomongin muncak. Ngapa jadi bahas aku?” Sergahku mengalihkan topik pembicaraan. Kulihat Sudira tersenyum sinis
Read more
Dulu, Sekarang, Selamanya
 Aku tersenyum puas mendengar pengakuan Abang di depan cewek-cewek genit itu. Melirik Silvi, tampangnya astaghfirullah ... mulut melongo, kedua mata membulat, kedap-kedip persis kodok mau lompat. “Lihatinnya B aja, Silvi ....”Kusenggol lengannya, dia gelagapan. Tersadar dari entah apa yang dibayangkannya.“Bang, mau pulang apa gak?!” tanyaku agak sedikit keras. Abang menoleh.“Pulang dong, Beb ....”Aiiih ... Manis banget sih jawabannya.“Abaaangg ....” Teriakan mereka bikin aku naik pitam lagi.“Kalian kenapa? Mau dipanggil 'Beb' juga?!” tanyaku mengejek.“Mauuu ....” tanpa tahu malu, mereka menjawab dengan tampang sok manja. Iyuuuh ....“Enak aja!! Bang, ayok ah pulang!! Sil, gue pulang duluan!”“Hooh!” Masih cengo aja tuh anak.Masuk ke dalam mobil, kubanting pintu.BRUUKKKHHH&ld
Read more
Kedatangan Tante Ratih
Setelah sholat Subuh berjamaah, aku langsung kembali ke kamar. Tidak ada tegur sapa antara aku, Abang, dan Bunda. Selesai melipat Mukena dan menyimpannya, kuhempaskan tubuh ke atas tempat tidur. Tadi, raut wajah Bunda datar sekali. Terasa aneh. Aku takut kalau Bunda membenciku karena obrolan kami semalam. Hm ... kadang suka kangen dengan suasana ribut pagi-pagi sama Abang. Sekarang suasana itu sudah tidak ada lagi. Pukul 06.15, bersiap ke dapur. Seperti biasa membantu Bunda, menyiapkan sarapan dan memasak. “Hari ini, ke kampus gak, Nak?” tanya Bunda saat tanganku mengambil sehelai roti tawar untuk dipanggang. “Enggak, Bun. Lagi libur,” jawabku. “Hm ... bagus deh. Temenin Bunda masak ya?” pinta Bunda. Aku mengerutkan kening. Tidak biasanya Bunda minta ditemenin masak. “Iya, Bun.” Tak kuasa aku menolak permintaan Bunda. Selama masak bersama, Alhamdulillah, sikap Bunda sudah seperti biasa. Seolah semalam tidak terjadi apa-apa. Roti tawar sudah selesai dipanggang. Kemudian membuat
Read more
Panik
Pov Dion Anjrit! Kenapa Bundanya si Dendi nyuruh si Ayu berangkat sama si Banci? Apa Bunda gak tahu kalau si Banci itu bukan orang yang baik? Ya gue emang belum pernah ketemu tapi denger cerita dari si Dendi aja, udah bisa nyimpulin kalau si Firman bukan cowok baik-baik. Si Dendi lagi! Kemana sih tuh anak? Gak biasanya pergi dari rumah gak bilang-bilang. Hadeuh ... kalau si Ayu kenapa-napa bisa gawat. Aku harus cepat-cepat cari si Dendi supaya bisa barengan temuin Ayu. Mengeluarkan handphone, menghubungi Dendi berulang kali tapi nihil, gak juga diangkat. “Dendi ... lu di mana sih?” kalau udah begini, terpaksa dah gue tinggalin kerjaan yang masih numpuk. Bergegas kurapikan dokumen-dokumen yang berserakan, mematikan laptop, keluar ruangan. Sebelum pergi, aku harus menemui salah satu karyawan, takutnya nanti Dendi ke sini. “Fauzi, Fauzi!” panggilku pada salah satu karyawan yang ruangannya dilewati Dendi ketika ia datang. “Ada apa, Pak Dion?” “Nanti kalau Pak Dendi datang, suruh dia
Read more
Hampir Diperkosa
“Sayang ....” panggil Firman dengan suara mendayu-dayu. “Apaan sih, sayang-sayang?” Sungutku kesal. Gak terima banget dipanggil sayang sama anak Mami kayak si Firman. “Jadi cewek itu harus lemah lembut. Jangan galak-galak, nanti gak ada cowok yang mau baru tau rasa kamu, Yu.” Ancamnya tanpa alasan. Dih ngemeng apaan sih? Pake ngajarin segala. Bodo amat. Lagian gue udah ada yang suka. Bathinku terus mendumel sendiri. “Bodo amat!” Sentakku tak terima.Wajah Firman kelihatan tak suka. Dia membuang muka sambil mendengus. Si anak Mami membelokkan mobilnya ke halaman hotel. Aku tengak-tengok, “Mana yang nikahnya?” Aku bertanya dalam hati. Segera mengeluarkan handphone.Pesan WA buat Abang belum juga dibaca. Kuketik pesan pada Bang Dion. [Bang, Firman ngajakin Ayu ke Hotel
Read more
Cerita Pak Ojo
PoV Abang Pembicaraan dengan Bunda semalam, membuatku kecewa. Tidak habis pikir, kenapa Bunda sangat egois? Tidak mengerti perasaanku dan Ayu. Tapi aku tidak akan menyerah, akan terus memperjuangkan cintaku pada Ayu hingga kami menikah. Tidak peduli dengan restu Bunda. Alasan Bunda bagiku tidak masuk akal. Pagi sekali, aku hendak ke makam Ayah. Ingin bercerita tentang hubunganku dan Ayu serta sikap Bunda terhadap hubunga kami.Setelah memastikan keadaan rumah sepi, aku keluar kamar. “Mau kemana, Den?” tanya Bunda, tepat di saat hendak membuka pintu. “Makam Ayah,” sahutku tanpa menoleh. Tetap membuka pintu, berjalan keluar, naik mobil dan pergi. Tempat pemakaman Ayah lumayan jauh. Dekat bukit yang tempo hari kudatangi bersama Ayu. Sebab, dahulunya rumah kami di daerah sana, tepat bersebrangan dengan kedai Bakso. Bunda memilih pindah, karena tidak mau
Read more
Bertemu Penculik Ayu
PoV Abang “Ini Mas baksonya!” Mang Rohim menyodorkan dua bungkus bakso. Aku mengeluarkan dompet, memberikan seratus ribuan. “Jangan, Mas. Ini gratis!” tolak Mang Rohim. “Halah, gak usah digratisin, Mang. Ambil saja.” Aku menyimpan selembar uang di atas telapak tangan Mang Rohim. “Makasih ya, Mas.” “Sama-sama.”Pak Ojo mengantarku hingga ke depan mobil. “Semoga Neng Ayu segera ketemu keluarga yang sebenarnya, Mas.” Tangan Pak Ojo menepuk-nepuk pundakku. “Aamiin. Sekalian lewat, saya mau mampir ke mini market. Mau tanya-tanya ke orang itu.” Semoga saja, orang yang menculik Ayu dapat memberikan informasi terkait keluarga kandung Ayu. “Iya, iya. Semoga saja keluarga Neng Ayu segera ditemukan.” &ldquo
Read more
Meninggalkan Rumah
PoV Abang Sumpah!! Nyesel banget hape disilent! Tau dari awal Ayu nge-chat, gak bakal kejadian kayak gini. Kurangkul pundak Ayu yang gemetar, keluar dari hotel laknat. Berharap, suatu saat hotel ini bangkrut atau kebakaran!! Sepanjang jalan, tak kuhiraukan tatapan orang-orang yang melihat aneh kami. Ayu masih saja menangis. Bisa kurasakan ketakutan dari raut wajahnya. “Eh, Mbak Ayu mau dibawa kemana?” tanya seorang satpam berkulit hitam legam. Ayu merapatkan tubuhnya padaku. “Bang ... di-dia salah satu anak buah Firman.” Lirih Ayu berbicara. Aku menatap tajam satpam tersebut. “Lo minggir? Atau bonyok tuh muka?” Laki-laki di depan, mulai mundur, melihat ke belakang. Aku dan Ayu serempak menoleh. Rupanya Dion membawa Firman yang hanya mengenakan celana boxer Hello Kitty dengan kedua tangan diikat. “
Read more
PREV
123456
...
19
DMCA.com Protection Status