All Chapters of Kepincut Janda Tetangga: Chapter 41 - Chapter 50
57 Chapters
41. Kantor Polisi
Devit menggandeng tangan Juwi saat keluar kamar. Juwi sudah memakai pakaian rapi, celana kulot warna coklat, dipadu padankan dengan kemeja motif bunga bewarna abu. "Mau ke mana kalian?" tanya Bu Nur keheranan, karena melihat Devit dan Juwi sedikit tergesa. "Mau ke kantor polisi, Bu," sahut Devit sambil mencari sesuatu di samping lemari dapur. Juwi tengah menghampiri Salsa di ruang TV."Hah? emang Sarah sudah di ..." "Iya, Bu. Sudah, ini Devit dan Juwi mau ke sana." "Bang, ayo." Juwi menghampiri Devit yang tengah berbincang dengan ibunya."Wi, kamu jangan perpanjang masalahnya ya, Wi. Bagaimana pun, Sarah adalah kakak kamu," pesan Bu Nur dengan raut wajah khawatir."Lihat saja nanti, Bu," sela Devit, sambil mencium punggung tangan Bu Nurmala. Bu Nurmala hanya menghela nafas panjang. Sungguh ia tidak ingin bermusuhan dengan siapapun. Namun, entah kenapa? Sedari dulu, ada saja yang tidak suka dengannya, bahkan sam
Read more
42. Tangisan Sarah
 ****Sarah tak mampu memasukkan nasi soto itu ke dalam mulutnya, semuanya hambar dan sakit. Seperti hatinya yang kini enggan, tatkala sang suami akan mengantarnya kembali ke rumah kedua orangtuanya. Kenapa aku harus bersedih?bukankah ini yang aku inginkan, lepas dari Jono selamanya. Tapi kenapa sakit sekali rasanya. Mereka makan saling berhadapan tanpa memgeluarkan suara, Jono juga berusaha dengan keras, agar nasi dapat masuk ke dalam mulutnya. Namun tiada rasa saat menyentuh lidahnya."Makanlah yang cepat, taruh saja piringnya di sana! tidak usah dicuci!" titah Jono sambil meletakkan sendok di atas piring. Acara makan ia sudahi dengan sedikit gusar."Ah, iya. Saya lupa. Kamu bahkan tidak pernah mencuci piring di rumah ini," sindir Jono meninggalkan Sarah yang sudah banjir air mata. Selama dua bulan lebih bersama Jono, ia tersadar. Tak ada pekerjaan rumah yang ia lakukan dengan baik. Mencuci dan setrika selalu ke laundry,
Read more
43. Rencana Sarah
 Happy reading~Sarah membuka matanya pelan, sayup-sayup ia mendengar suara orang sedang bercakap-cakap. Namun rasa sakit di kepalanya masih sangat kuat, hingga ia memejamkan matanya kembali. Sambil mencoba mengingat hal yang terakhir terjadi padanya. Ah, ya. Suaminya pergi meninggalkan rumah, tepat ia jatuh terjerembab di ruang tamu. Sarah mencoba kembali membuka matanya secara perlahan, namun yang ada rasa sakit di kepala dan rasa mual di perutnya. "Sarah, kamu sudah sadar Nak!" Bu Dewi tersenyum tipis, sembari mengusap lembut lengan Sarah."Sarah di mana, Ma?""Kamu di rumah sakit. Mama menemukanmu tadi pagi, pingsan di atas karpet. Tidak ada Jono disana. Apa yang terjadi Sar?" Mata Sarah kini mengabut kembali, tetes demi tetes air matanya turun membasahi kedua pipinya. Ia sudah ditinggalkan oleh suaminya, dadanya terasa terhimpit batu karang. Sakit sungguh sakit, namun ia tidak mampu mengucapkan rasa sakit
Read more
44. Ke Rumah Bu Lani
Yakin tidak mau mama temani?" tanya Bu Dewi saat masuk ke dalam kamar Sarah."Tidak, Mah. Sarah baik-baik saja, kok. Ga papa, Sarah sendiri aja ke Mamah Mas Jono." "Anak mama cantik sekali hari ini!" puji Bu Dewi sambil memegang ujung khimar syar'i milik anaknya."Emang Sarah cantik, Ma. Kalau ganteng namanya bukan Sarah, tapi Sarjo." Sarah terkekeh, begitu pun Bu Dewi. Bu Dewi bersyukur sepertinya Sarah sudah lebih baik dan sehat.Dengan memesan taksi online, Sarah mendatangi rumah orangtua suaminya. Ah iya, Sarah bahkan berencana menginap di rumah mertuanya. Ia membawa dua stel baju untuk dipakai bermalam di sana. Sarah juga sudah menyiapkan mentalnya, agar kuat saat berhadapan dengan orangtua Jono yang belum pernah ia kunjungi sekalipun. Ia baru tersadar, besok adalah hari raya Idul Fitri, pasti saat ini suaminya tengah berada di rumah orang tuanya. Pikir Sarah, sambil memandangi kemacetan yang cukup panjang untuk sampai di rumah mer
Read more
45. Ngambeknya Juwi
 Juwi tertunduk malu di depan mertuanya. Sedari tadi mata Bu Lani memperhatikan Juwi dengan seksama, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Baru kali ini Bu Lani benar-benar melihat dengan jelas secara dekat, Juwita Meilani menantunya. Matanya sedikit sipit, kulitnya putih susu, rambutnya juga panjang, benar-benar mirip artis Tiongkok. Lumayanlah. Bu Lani bermonolog. Juwi bingung mau bicara apa di depan mertuanya, sedari tadi ia hanya memilin-milin ujung bajunya dengan gelisah. Devit yang diminta ibunya keluar sebentar tak kunjung kembali."Eeehhm." "Cebok, eeh...!" Juwi latah menutup mulutnya, deheman Bu Lani membuat penyakit latahnya kambuh."Maaf, Ma," cicit Juwi pelan, tanpa berani melihat ke arah mertuanya. Bu Lani sudah mati-matian menahan egonya agar tidak tertawa dengan ulah Juwi."Usia kamu berapa?" "Dua puluh dua tahun lebih empat bulan sembilan hari, Ma." "Masih muda sudah punya anak
Read more
46. Membujuk Suami
Sarah masih memeluk pinggang suaminya. Jono bahkan tidak berbalik sama sekali, bergerak pun ia enggan. Ia membiarkan Sarah memeluknya dengan erat. Membiarkan wanita itu menangis di punggungnya yang kini terasa basah. Tak satu pun kalimat meluncur dari mulut Jono, jujur ia masih sangat kesal dengan istrinya. Berkali-kali Sarah memohon maaf sambil berbisik di punggungnya, namun ia tetap bungkam."Mas, kok ga jawab?" "Mas!" Sarah mengguncang tubuh Jono, bahkan ia menarik paksa tubuh Jono agar berbalik menghadapnya. Kini keduanya sudah saling bertatapan. Wajah Sarah yang penuh air mata, kini sedikit menunduk malu, saat dipandang begitu dekat seperti ini oleh suaminya. Hal yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya."Mau apa?" tanya Jono ketus, wajahnya masih menorehkan raut tidak suka. Matanya pun masih menatap tajam istrinya."Saya minta maaf, Mas," cicit Sarah pelan, tangannya masih memeluk pinggang suaminya. Mata Jono turun, menatap dimana tangan is
Read more
47. Sarah dan Jono
Mentari muncul malu-malu dari balik awan, udara sejuk dan kicau burung saling bersahutan menandakan segarnya pagi akan menyongsong hari ini. Menambah semangat lebih baik dalam menjalani hidup yang penuh dengan drama. Seperti di dalam rumah keluarga Juwi. Tepat setelah sepekan lebaran Idul fitri. Juwi menjalani perannya sebagai istri sekaligus, tidak ada yang terlalu sulit karena Juwi memang sudah terbiasa menjalaninya. Ibu kembali tinggal Kampung Senggol, hanya sesekali ibu menginap di rumah Juwi. Ibu tetap berjualan seperti biasa dan menjalani harinya yang sedikit kehilangan, karena Juwi dan Salsa pindah. Papa Juwo, Pak Aryo juga sedang bertugas ke Jepang. Sehingga Bu Nur benar-benar merasa kesepian."Istri abang repot banget sih, sedang masak apa?" tanya Devit saat menghampirinya di dapur. Juwi menoleh sambil tersenyum."Nasi kuning, Bang." "Wah, siapa yang ulang tahun nih, sampe masak nasi kuning?" Devit sudah duduk manis di samping Salsa,
Read more
48. Berdamai
Sarah sudah di dalam mobil bersama Jono. Setelah menyelesaikan semua urusan perkuliahan, keduanya memutuskan untuk langsung pulang. Tepatnya, Sarahlah yang mengekori Jono ke sana-kemari  agar bisa kembali pulang bersama. Suasana masih hening di dalam mobil, hanya sesekali Sarah melirik wajah suaminya dari samping."Kok baru sadar sih, suamiku ternyata cakep," gumam Sarah masih melirik diam-diam lelaki berkulit sawo matang di sampingnya."Kenapa diliatin terus?" "Ah ... eeh ... ngga kok," sahut Sarah gugup saat menyadari Jono mengetahui yang barusan ia lakukan."Jangan pernah melakukan hal konyol seperti tadi, aku malu," ucap Jono tanpa melihat raut wajah Sarah yang tersenyum senang."Biarin, udah halal mah bebas," sahut Sarah cuek, matanya mengarah pada jalanan yang mulai padat. Mengingat memang sudah jam pulang para pekerja.Jono tidak menyahut perkataan Sarah. Ia tahu istrinya ini tipe wanita keras kepala. Semakin dilarang, maka
Read more
49. Ternyata Hamil
Semenjak acara syukuran empat bulanan kehamilan Sarah. Juwi jadi kebanjiran job membuat kue. Mulai dari brownies, bolu tape, donat, pie buah, risol bahkan lontong isi dan kue cucur. Teman-teman Sarah dan juga teman mama Sarah yang banyak memesan kue kepada Juwi. Terkadang ia sampai bergadang menyiapkan pesanan kue tersebut. Respon mereka cukup baik, enak kalau kata ibu-ibu yang sudah pernah order. Malahan, papa Juwi menyarankan agar Juwi membuat label sendiri untuk kue brownies dan aneka bolunya.Seperti sore ini, Pak Aryo tengah menikmati teh hangat ditemani oleh beberapa potong kue bolu yang bahan dasarnya terbuat dari talas bogor. Bu Nur ikut duduk bersama suaminya di depan teras rumah Juwi. Salsa juga tengah asik bermain bersama kelinci bewarna coklat yang baru saja dibelikan oleh Devit."Anak kita pintar bikin kue, ya. Bu." Pak Aryo terseyum menatap istrinya."Siapa dulu ibunya," sahut blBu Nur yang diikuti seringai manis."Lah, Bu. Kala
Read more
50. Tuduhan Bu Lani
Juwi masih terpekur sedih menatap langit-langit kamar perawatannya. Menyesali yang telah terjadi. Kenapa sampai ia tidak tahu, kalau saat ini sedang ada janin di dalam perutnya. Pipinya basah, matanya pun membengkak merah karena terus saja menangis, menyesali keteledorannya.Jika ia tahu lebih awal, pasti suaminya akan lebih hati-hati saat bercumbu dengannya. Ini semua adalah kesalahannya. Benar-benar kesalahannya. Berkali-kali Juwi mengusap pipi yang basah dengan tangannya. Apa dosa yang telah aku perbuat ya Allah, sehingga Engkau kembali mengambil bayi dalam perut hamba. Gumamnya lirih tanpa menghiraukan sekeliling. Pelan ia meletakkan telapak tangannya di atas perut yang kini benar-benar kempes. "Astaghfirulloh," ucapnya lirih, sambil merasakan kembali air mata yang tak kunjung turun membasahi kedua pipinya."De," panggil Devit dengan suara lemah. Ia pun sama seperti Juwi, merasa begitu bersalah. Lelaki itu baru tiba dari kantin. Kedua tangannya membawa
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status