Lahat ng Kabanata ng Elegi Cinta Raisa: Kabanata 21 - Kabanata 30
57 Kabanata
Gawat!
  "Assalamualikum." Raisa berderap menuju sang bapak dengan senyum lembut. "Waalaikum salam. Ada apa, Nduk? Apa yang terjadi?" tanya Sulaiman dengan wajah heran bercampur cemas. Raisa mengernyit melihat Sulaiman. Duh, Bapak pasti khawatir karena Raisa ke rumah sendirian, batin Raisa. Raisa kembali tersenyum. Wajahnya semringah, menunjukkan bahwa tidak ada yang terjadi dengan rumah tangganya. "Raisa kebetulan ke kantor desa antar hape Mas Kun, Pak. Jadi, ya mampir ke sini," jelas Raisa. Sulaiman akhirnya bisa tersenyum. Lalu mengajak Raisa masuk. Rasa damai seketika membasuh hati Raisa. Penat dan letih dengan kehidupan rumah tangganya, seketika lindap. Seandainya bisa, Raisa ingin kembali ke masa di mana dirinya masih lajang, ingin berlama-lama menikmati aroma ketenangan ini. Tidak ada rasa sakit. Tidak ada kecewa. Tidak ada ... Kun. "Nesha sama Zidan di mana, Pak?" Raisa bertanya sambil berjalan. Matanya mengedar p
Magbasa pa
Benih-benih Penyesalan
Raisa buru-buru bersiap ketika dikabarkan bahwa Kun berada di rumah sakit. Pria itu mengalami kecelakaan Subuh tadi."Ada apa, Raisa?" tanya Sulaiman. Pria itu menghampiri Raisa saat mendengar suara Raisa berbicara dengan suara panik."Aku harus pulang, Pak. Mas Kun kecelakaan," ucap Raisa dengan air muka cemas.Sulaiman terkejut begitu mendengar penuturan anaknya. Cemas juga menggantungi wajah lelaki setengah baya itu."Kecelakaan? Kenapa bisa?" tanya Sulaiman.Raisa menggeleng. Tidak tahu. Bi Imas tidak menceritakan apa-apa. Yang perempuan itu katakan bahwa Kun sedang tidak sadarkan diri hingga saat ini."Raisa pamit, Pak. Assalamualikum," ucap Raisa sambil mengulurkan tangan."Waalaikum salam. Hati-hati, Nduk."Raisa menunggu ojek online yang dipesannya. Syukurlah dia dengan cepat mendapatkan ojek di hari yang masih pagi ini. Tak lama kemudian, ojek yang dipesan datang. Segera Raisa meminta sang driver agar mema
Magbasa pa
Ceraikan Raisa!
Delila menghambur ke arah Kun dengan mata berkaca-kaca. Raisa yang tadinya tersenyum menyambut kedatangan Delila, seketika meredupkan senyum itu. Kepalanya digelantungi tanda tanya."Mas, tidak apa-apa?" tanya Delila dengan air mata perlahan menyembul dari sudut mata.Kun mengalihkan pandangan pada Raisa yang membeku tidak paham dengan apa yang disaksikannya. Kun panik. Bagaimana kalau Raisa curiga? Tidak. Rasa penasaran sudah terpahat jelas di wajah Raisa. Raisa pasti berpikir macam-macam tentangnya."Delila, kamu datang dengan suami kamu?" Kun balik bertanya. Sorot matanya mengintimidasi. Meminta agar Delila menghentikan aksi bodohnya di depan Raisa.Delila terdiam sejenak. Sebenarnya dia benci dengan semua sandiwara ini. Dengan segala kenyamanan bersama Kun selama ini, membuatnya perlahan berniat untuk menjadi satu-satunya istri Kun.Namun, dia harus bersabar. Jika saat ini dia membeberkan semuanya, bukan hanya Raisa yang pergi, tap
Magbasa pa
Serasa Malam Pertama
"Raisa, apa kabar?" tanya Ben, masih dengan senyum lebar. Pandangannya hanya sekilas tertuju pada pria di atas kursi roda. Setelah itu, Ben kembali lagi menumbuk tatapan pada perempuan di depannya. Sungguh, dia sangat merindukan Raisa, sudah lebih empat tahun sejak saat yang menyakitkan itu. Ah, sudahlah! Lupakan semuanya!"Alhamdulillah baik, Kak Ben. Bagaimana dengan Kak Ben?" Raisa balik bertanya, kini senyumnya tidak selebar sebelumnya. Ya, dia harus menjaga sikap, ada Kun di dekatnya."Aku baik. Sangat baik, Raisa.""Alhamdulillah. Oh iya, perkenalkan ini suamiku," ucap Raisa sambil menunjuk dengan wajah pada Kun yang terduduk."Ah, ya." Senyum Ben perlahan meredup, berubah senyum tipis dan getir. "Aku baru tahu kalau kamu sudah menikah, Raisa."Ben memindah pandangan pada pria di atas kursi roda. Mengulurkan tangan untuk menyalami sambil berseru pelan, "Beni."Namun, beberapa saat, Kun hanya membiarkan tangan yang terjulur itu mengamba
Magbasa pa
Jangan Sampai Raisa Tahu
Keterkejutan tidak hanya terpahat di wajah Dokter Farah. Namun juga Kun. Pria itu pucat pasi begitu pandangannya berserobok dengan pandangan dokter muda tersebut. Kepala Kun dijejali beragam tanda tanya. Bagaimana dokter yang menangani keluhan Delila bisa kenal dengan Raisa? Bagaimana bisa mereka terlihat begitu akrab? Lalu benaknya seketika diserang rasa khawatir dan takut berkecamuk. Ini akan menjadi petaka baginya dan rumah tangganya dengan Raisa.Kun segera menghindari kamera. Sedangkan Raisa mengernyit dengan rasa penasaran mencuat atas apa yang baru saja disaksikannya. Kenapa mereka berdua terlihat begitu terkejut?"Mbak?" panggil Raisa.Dokter Farah segera terbangun dari keterkejutannya. Buru-buru wanita itu meminta diri untuk mengakhiri panggilan."Raisa, aku ada pasien. Kita lanjut lain kali saja, ya.""Oh, iya, Mbak. Semangat, ya," kata Raisa dengan senyum tulus.Sambungan telepon terputus. Raisa berbalik, menatap sang
Magbasa pa
Membungkam Dokter Farah
Dokter Farah terkesiap ketika Kun menyodorkan koper disesaki uang ratusan ribu. Bukan karena melihat uang itu? Bukan. Benaknya kini dapat menvonis Kun lelaki seperti apa. Lelaki yang dengan mudahnya menggunakan harta sebagai alat untuk mencapai segala keingingan. "Bagaimana, Dokter?" tanya Kun sekali lagi dengan begitu percaya diri.  Dokter Farah hanya memaku tatapan, tidak memberikan reaksi apa-apa, membuat Kun seketika dihinggapi rasa ragu. Ragu jika dokter di depannya tidak menerima tawaran. "Jika kurang, saya bisa menambahnya, Dokter," imbuh Kun dengan gurat penuh harap. Dokter Farah menatap pria di hadapannya dengan datar. Benaknya telah bergelut dengan ragam opini, kini dia merasa harga dirinya diinjak-injak. Berani-beraninya Kun menyamakan dirinya dengan kebanyakan manusia di luar sana yang akan mudahnya disogok dengan seonggok uang. "Pak Kun, apakah Anda selalu seperti ini untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan?" Dua net
Magbasa pa
Suami Delila Ternyata ....
Kun terpaku begitu melihat Raisa. Perempuan itu terlihat sangat cantik dengan gaun warna biru yang membalut tubuhnya. Hijab berwarna senada membingkai wajah bulat itu, sungguh sangat manis.Hari ini mereka akan pergi memenuhi undangan sahabat sekaligus salah satu wakil rakyat. Acara akan dihadiri oleh orang-orang kelas atas. Itu sebabnya Kun membelikan Raisa gaun yang harganya fantastis."Kenapa, Mas?" tanya Raisa, mencoba menguasai diri agar kerikuhannya tidak tampak. Padahal hatinya sudah begitu percaya diri jika sang suami sedang terpana melihatnya.Kun tersenyum lembut mendengar pertanyaan Raisa."Bolehkah kita di sini saja, Sayang?" ucap Kun setengah berbisik setelah sebelumnya melangkah dengan tatapan lekat.Raisa terkesiap mendengar ucapan pria di hadapannya. Rasa jengkel tiba-tiba saja berkelindan di dalam hati.Bagaimana tidak. Raisa sudah rela membatalkan rencana temu dengan Dokter Farah, padahal dirinya sudah menyanggupi ajakan do
Magbasa pa
Mas Kun Berkhianat?
Raisa menyanggupi permintaan Dokter Farah untuk bertemu. Ada rasa penasaran kenapa dokter itu begitu bersikukuh mengajaknya berjumpa. Sepeting apakah yang akan dibicarakan Dokter Farah?Ah, Raisa rasanya tidak sabar.Pukul sepuluh pagi, Raisa sudah bersiap-siap. Perempuan itu meraih ponsel di atas meja rias, ingin menghubungi sang suami untuk meminta izin. Namun, berkali-kali memanggil, tak satu pun yang dijawab oleh Kun.Rasia akhirnya memutuskan mengirim pesan WhatsApp. Dia yakin kalau Kun akan mengizinkan. Setelah pesan terkirim, perempuan berhijab peach itu memasukkan ponselnya ke dalam tas.Raisa melangkah keluar. Di teras, dirinya bertemu dengan sang mertua. Pria itu tersenyum lembut, benaknya sudah menduga Raisa hendak ke mana."Kalau saja papa tidak cacat, pasti akan antar kamu ke rumah sakit," ucap Sanjaya. Dalam hati pria itu merutuki Kun karena tidak pernah sekali pun menemani Raisa ke dokter. Raisa tersenyum getir. Dia tida
Magbasa pa
Rahasia Raisa
Di meja makan, Raisa terlihat hanya diam saja dengan kepala lebih banyak menekuri piringnya. Wajahnya murung. Hal itu membuat Kun khawatir jika Dokter Farah telah mengatakan semua dan Raisa terpengaruh.Tiba-tiba saja Kun kehilangan selera makan.Di seberang meja, Sanjaya juga heran dengan perubahan sikap Raisa. Benaknya menduga-duga bahwa Raisa sedang ada masalah dengan Kun.Sanjaya manatap Kun dengan sinis. Dia akan memperingatkan Kun sekali lagi.Setelah membantu Bi Imas dan Lisa mengemas sisa makanan di meja, Raisa berderap menuju kamarnya. Dia lelah, ingin segera merebahkan tubuh dan terlelap.Kun beranjak mengikut Raisa. Namun, Sanjaya memanggil. "Kun!"Kun mendengkus. Berbalik menghadap sang papa yang berjalan tertatih. Dari wajah Sanjaya, Kun menangkap sesuatu yang tidak mengenakkan. Segera diriya menyiapkan diri guna menyambut ocehan Sanjaya."Ada apa, Pa?""Apa yang kamu lakukan pada Raisa?" tanya Sanjaya
Magbasa pa
Aku Masih Ingin Hidup
Raisa mengiringi Sanjaya yang dipapah Kun hingga tiba di dekat pintu mobil. Pria paruh baya itu berbalik, menatap menantunya dengan senyum terkembang. Setiap kali Sanjaya memandang wajah teduh Raisa, maka bayangan Widia akan tampak di pelupuk mata. Entah kenapa rasa itu masih berdiri kokoh di hatinya, padahal sudah sangat lama. Sudah lebih dari dua puluh tahun. "Raisa, papa berangkat. Jaga kesehatanmu dan bayi di dalam perutmu," ucap Sanjaya ketika hendak masuk ke dalam mobil.Raisa seketika merasa kikuk. Dadanya berdegup dua kali lebih kencang. Perempuan itu melirik kepada Kun yang ternyata menatap sembarang ke arah jalan raya. Ya, Kun sudah tidak kuasa menahan amarah yang hampir meluap.Raisa mengangguk ringan sambil berusaha mengembangkan senyum."Papa hati-hati. Cepat sembuh, cepat pulang," balas Raisa."Tentu, Raisa. Terima kasih." Sanjaya membalas.Perpempuan itu kemudian meraih tangan Sanjaya dan menciumnya dengan t
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status