Semua Bab Pendekar Pedang Naga: Bab 71 - Bab 80
310 Bab
Manipulasi
“Kau mau pergi ke mana?” tanya Empu Nara yang ternyata bersembunyi di balik tumpukan kayu asrama. “Semua murid tidak diperkenankan pergi dari perguruan sebelum mendapat izin langsung dari Abah Suradira.”“Aku tidak peduli. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan.” Asoka tidak menoleh dan segera berlari menggunakan ilmu meringankan tubuh.“Sekali tidak tetaplah tidak!”Asoka merasa terganggu dengan kehadiran Empu Nara, jiwa berontaknya kembali terbakar. “Lantas apa gunanya peraturan dibuat kalau bukan untuk dilanggar?”“Bedebah!”Dengan bantuan Ajian Sepuh Angin, pemuda berkuncir melesat jauh lebih cepat dari pada seekor elang yang berburu. Tapi lagi-lagi kesialan menimpa dirinya ketika Empu Nara bergerak sepersekian detik lebih cepat, lantas memukul kepala Asoka menggunakan tongkat batu hingga Asoka jatuh ke tanah.“Sakit, Guru!” Asoka coba memberontak,
Baca selengkapnya
Kanuragan Mustika Merah
Asoka berdiri dengan kuda-kuda yang pernah diajarkan Ki Seno Aji; kuda-kuda khusus untuk menarik energi alam dengan jarak lima puluh meter di sekitar.Mulai khawatir jika tubuh Asoka tidak kuat menahan derasnya energi yang masuk, Gatra sedikit mengurangi intentitas api hitam yang dia suntikkan. Namun selang dua detik, Gatra kembali menaikkan intentitasnya begitu tahu ada yang aneh dengan energi alam perguruan.“Yang kau lakukan itu percuma, energi alam di perguruan ini dikumpulkan di satu tempat.” Gatra coba mengingatkan Asoka, terlebih setelah dia merasakan energi besar yang semakin lama semakin dekat.Jengkel karena pemuda sableng itu tidak menghiraukan ucapannya, Gatra lantas berteriak tepat di telinga kiri Asoka.“Kepala batu, cepat rubah kuda-kudamu! Kau tidak bisa mengandalkan energi alam yang ada di perguruan karena energi itu sudah dikunci di suatu tempat. Alirkan saja energi alam yang tersisa di dalam tubuhmu agar kekuatan Pedan
Baca selengkapnya
Terbelahnya Gerbang Keadilan
Mendapat tekanan yang begitu dahsyat dari gelombang energi milik murid lencana giok, Asoka mulai kehilangan fokus. Kuda-kuda menyerangnya hancur, tidak lagi sempurna.“Jangan pedulikan mereka … aku akan terus melindungimu. Yang perlu kau lakukan hanya fokus membangkitkan lima persen energi Dewa Api yang tersimpan dalam mustika merah.” Gatra coba membentuk perisai energi menglilingi tubuh Asoka.“Gelombang energinya terlalu kuat,” desis pemuda berkuncir yang berusaha membenarkan kuda-kudanya.“Tutup matamu dan tetaplah fokus!”Menuruti perintah Gatra, pemuda itu segera menutup mata yang disambut keheranan tiga tetua perguruan. Mereka tidak menyangka Asoka melakukan hal konyol di tengah pengepungan dan serangan besar yang telah mereka persiapkan.Pedang Kalacakra yang mulanya berukuran satu setengah jengkal, tiba-tiba memanjang dan besinya memunculkan pendar merah yang bentuknya menyerupai naga.Api h
Baca selengkapnya
Ramuan Wasiat
Dengan tangan keropos karena efek kekuatan Pedang Naga Sulong, pemuda berkuncir terus melesat tidak peduli dengan rasa sakit yang terasa semakin dahsyat.Mendesis di sebuah cekungan kecil dekat sungai Hutan Larangan, seekor ular hitam menghampiri Asoka, namun langsung disambar oleh Gatra.“Ini ular jadi-jadian,” kata Gatra. “Aku curiga Wusasena sudah mengetahui keberadaanmu.”Asoka memandang gurunya heran, bagaimana Gatra bisa tahu kalau itu ular siluman, bukan ular hutan asli. Tanpa menanyakannya pada Gatra, gagak itu lebih dulu mengaliri paruhnya dengan kanuragan mustika merah.Mata ular itu berubah merah, memancarkan sorot sinar yang sifatnya penghancur. Dedaunan kering tiba-tiba lenyap terkena sorot sinar ular siluman, lebih-lebih balokan kayu di samping Asoka ikut membara.Jika saja Gatra tidak menggunakan api biru untuk memadamkan kebakaran, niscaya seperempat Hutan Larangan ini gundul akibat ulah siluman ular.
Baca selengkapnya
Pertemuan Raja Siluman
Prabu Wusanggeni memaksa Asoka meminum ramuan itu sampai-sampai Asoka khawatir dan meminta keringanan pada sang prabu.“Aku menghormatimu sebagai roh mustika merah sekaligus roh terkuat sepanjang masa, tapi demi kebaikan Asoka, dia harus menghabiskan ramuan ini sebelum matahari terbenam.” Prabu Wusanggeni menepuk pundak Gatra, dia bisa melihat gagak itu karena memiliki indera keenam khas pendekar naga.Gatra membalas tepukan Prabu Wusanggeni, lantas berujar pelan sebelum masuk ke tubuh Asoka. “Kau tetap peduli seperti sedia kala, Prabu, mempedulikan orang lain dari pada dirimu sendiri.”“Guru, aku tidak paham dengan apa yang kau katakan.” Asoka ikut bereaksi, tapi Prabu Wusanggeni terus memaksa Asoka agar pemuda itu segera menghabiskan ramuan khusus yang baru saja dia buat.Alasan kenapa Prabu Wusanggeni bisa melihat sosok Gatra, adalah karena sang prabu memiliki kekuatan mata khusus.Setiap pendekar kahyangan ya
Baca selengkapnya
Seruling Neraka
Damar Saksana dan Yudhistira mengayunkan pedang kembarnya yang sudah dilapisi garam energi. Banitura meneriaki rekan sesama pendekar giok, tapi serangan mereka terlanjur mengenai perut siluman ular kepala dua.“Jangan macam-macam denganku, Manusia!” Kara menjulurkan lidahnya, dia tidak takut karena ukuran tubuhnya tiga kali lipat lebih besar dari ukuran pendekar yang ingin melawannya.Tanpa diduga, Banitura maju dua langkah lalu berlutut di hadapan Kara. “Maafkan kelancangan dua rekanku, Nona Siluman.”“Jangan panggil aku nona … namaku Kara, siluman ular yang ditugaskan khusus menjaga gubuk ini!”Damar dan Yudhistira masih ketakutan. Meskipun sudah menjadi pendekar lencana giok, mereka tetap saja memiliki rasa takut, terlebih melihat siluman ular seperti Kara.Itu terjadi karena mayoritas pendekar jebolan Perguruan Api Abadi lebih terlatih menghadapi pertarungan melawan sesama pendekar dari pada pertarunga
Baca selengkapnya
Perjanjian Darah
“Ilmu Api Abadi - Tameng Pancasona!”Sayap elang raksasa muncur, warnanya perak keemasan, menyelimuti lingkup tujuh hasta di sekitarnya. Ledakan kunang-kunang cokelat Kara membumihanguskan seperlima Hutan Larangan hingga membunuh beberapa siluman yang ingin memakan jasad Damar Saksana.Empu Nara dan Ki Mangun Tapari merentangkan dua lengannya lebar-lebar untuk menahan serangan seruling Kara sekaligus meminimalisir dampak kehancurannya.Batara Wasji sepertinya bisa bernafas lega karena tidak ada korban jiwa dalam pertempuran ini, tapi dia juga kesal begitu tahu ada dua manusia tidak tahu adab, merusak ketenangan rumah orang lain padahal mereka adalah tamu tak diundang.“Kara, maafkan kelancangan dua muridku, mereka tidak bermaksud mengganggu ketenanganmu.” Empu Nara berlutut di hadapan Kara.Siluman ular kepala dua itu bertingkah seolah tidak peduli. “Lain kali ajarkan ilmu kebatinan pada mereka. Harusnya Suradira tidak
Baca selengkapnya
Jagat Kamadita
Empu Nara dan Ki Mangun Tapari tidak puas dengan jawaban Kara yang mengatakan kalau Asoka dibawa kabur oleh Prabu Wusanggeni.“Tidak mungkin! Itu hanya akal-akalanmu. Prabu Wusanggeni tidak mengenal Asoka, begitu pula sebaliknya.” Empu Nara menentang ucapan Kara.“Nara! Tutup mulutmu! Kau tidak tahu apa-apa mengenai Prabu Wusanggeni.”“Tapi kenapa orang sehebat Prabu Wusanggeni menyelamatkan Asoka? Dia kabur dari perguruan. Harusnya pendekar naga sepertinya membantu pekerjaan kami dengan membawa Asoka kembali ke perguruan.”Kara meniup serulingnya hingga semua makhluk di sana menutup telinga karena kebisingan yang tiba-tiba datang. “Asoka memiliki tanggung jawab sangat besar, bahkan jauh lebih besar dari tanggung jawab kalian yang hanya menjabat sebagai tetua Perguruan Api Abadi.”…Prabu Wusanggeni dan Asoka terkejut karena seperempat Hutan Raksasa Putih hilang entah ke mana, auranya ju
Baca selengkapnya
Jagat Kamatura 2
Lingkaran merah bertabur cahaya bintang terpancar dari paruh Gatra, bergerak turun menyerang semua siluman raksasa yang sedang bertarung.“Hentikan pertarungan ini!” Gatra sangat murka karena Hutan Raksasa Putih dirusak oleh penghuninya sendiri.Wedara Toya tidak kuat melanjutkan pertarungan. Serangan Gatra berdampak banyak pada tubuhnya, bahkan sayap kebiruannya hampir patah. Beruntung Prabu Wusanggeni bergerak lebih cepat memindah tubuh naga air itu ke dimensi lain.Namun kerusakannya terlalu berbahaya mengingat Ilusi Mayapada membutuhkan energi sangat besar sesuai tubuh dan kekuatan makhluk yang dipindahkan.“Asoka, aku sudah memindahkan Wedara Toya ke tempat aman, tapi untuk sementara, tolong jaga jasadku karena aku harus istirahat untuk memulihkan energi.” Prabu Wusanggeni langsung ambruk di hadapan Asoka.Memindahkan tubuh gurunya ke tempat aman, ternyata Empu Nara dan Ki Mangun Tapari sudah siap membantu Asoka di bela
Baca selengkapnya
Siluman Dewa Api Berhianat
Bunar Kumbara yang merasakan energi hitam yang mulai muncul dalam diri Asoka, segera meminta Gatra pergi menuju gubuk Ki Damardjati lantas mengambil pusaka Sabuk Zamrud Hijau yang tergantung di dalamnya.“Maaf karena membuat kalian bertiga khawatir. Untuk sementara waktu, tetaplah tinggal di sini dan lindungi Prabu Wusanggeni,” pesan gagak itu pada Empu Nara dan Ki Mangun Tapari.Abah Suradira bersama Ki Damawangsa ternyata berangkat menuju Hutan Raksasa Putih setelah merasakan energi api yang sangat besar seolah tingkatannya sudah berada di angka amplifi tujuh, tingkatan paling tinggi dari semua tingkatan elemen.“Kakak, ini terlalu berbahaya jika kekuatan ini tidak kita segel. Efek kehancurannya bisa merusak satu hutan dengan dua jurus saja.” Ki Damawangsa sebenarnya bukan khawatir dengan pendekar yang memiliki elemen api amplifi tujuh, tapi khawatir dengan keselamatan dua rekannya.Abah Suradira mengetahu hal tersebut, sebagai s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
31
DMCA.com Protection Status