Semua Bab Bulan di Darah Awan: Bab 21 - Bab 30
33 Bab
Bab 21: Tuduhan
Sore harinya, Mas Yahya pulang dari kampus. Aku meluangkan waktuku memasak nasi dan telur ceplok untuknya. Aku juga memasak dan makan makanan yang sama untuk makan soreku sebelum dia pulang.“Assalamu’alaikum,” ucapnya saat masuk ke kos. Aku pun bergegas membawa masakanku seraya menjawab salam.“Wa’alaikumussalam!” jawabku seraya menuruni tangga dengan hati-hati. Mas Yahya menunggu sampai aku berada di lantai bawah.“Kamu tidak perlu turun, Zihan,” ucapnya. Aku menyerahkan piring berisi nasi dan telur itu.“Ah, sebegitu manisnya,” balasnya menerima piring itu. Dia pun meletakkan nasi itu di meja terdekat, lalu mencuci tangannya. Setelah itu, dia duduk di kursi dekat meja tadi dan mulai makan dengan lahap. Aku mengambilkan Mas Yahya segelas air dan meleta
Baca selengkapnya
Bab 22: Maba Cantik
Papan FTEI tampak heboh siang ini. Aku yang sedang berjalan malas ke laboratorium melihat sorotan penasaran warga-warga junior ke arahku. Ada apa?Biasanya, aku abai dengan urusan papan FTEI, tapi sepertinya kali ini berhubungan denganku. Apapun itu, aku berharap bukan rumor tidak jelas yang menjadi viral. Aku pun mendekati papan itu dan warga-warga memberiku jalan.‘Waduh, apa ini gan? Asisten killer lintas angkatan punya pacar gelap ternyata cuy. Cantik lagi oi. Katanya angkatan maba lagi.[Foto]Ternyata asisten killer kita demen maba-maba cantik cuy. Apakah ada maba lainnya?-Za Yongki’Aku menatap tajam kearah kertas itu. Mas Yongki, mahasiswa semester 11 dan terkenal sebagai pusat rumor. Dia menyebarkan berbagai rumor tidak
Baca selengkapnya
Bab 23: Iblis Kedua
“Dan kamu seharusnya jadi iblis kedua,” komentar Pak Arrow. Aku terkejut.“Apa? Dengan segala hormat pak-” kalimatku dipotong oleh Pak Arrow.“Rahima memendam rasa nyaris dua tahun. Waktu satu sesi pengakraban saat dia kerja praktik dulu, aku menemukan informasi ini. Secara teori, kamu jahat dengan memilih menikahi Zihan,” komentar Pak Arrow lagi.“Lalu, kenapa bapak datang waktu itu!? Saya ingat persis Bu Kaynara, Pak Azhar, dan bapak sendiri di sana!” balasku ketus. Pak Arrow tersenyum.“Kalau bukan karena Rahima sendiri yang meminta, aku mungkin sudah tidak datang,” komentar Pak Arrow, “karena saya tahu dia sakit melihatnya.”“Maksud bapak, bapak yang bilang ada kesibukan itu?” tanyaku.
Baca selengkapnya
Bab 24: Masa Depan
Kamis pagi pun tiba. Ruangan itu sudah ramai dengan mahasiswa. Tidak hanya dari FTEI, tetapi fakultas lain pun bergabung. Mereka sampai menyewa gedung besar yang sering dipakai untuk riset ini khusus untuk seminar ini. Tampak dua narasumber sudah tiba di depan panggung. Aku melihat Pak Arrow dan Pak Azhar hadir di ruangan itu. Tanganku siap dengan catatan.“Rame banget,” keluh Alsya yang duduk di sampingku. Riris menganggukkan kepala.“Iya, ternyata untuk umum,” komentarku. Aku melihat seorang laki-laki yang duduk sebagai moderator dalam pembawaan seminar kali ini. Beliau pun membuka acara saat waktu dimulai telah tiba.“Izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya Hari Nugra, dosen yang dalam perhelatan hari ini akan menjadi moderator dalam seminar ini. Saya s
Baca selengkapnya
Bab 25: Titik Mula
Setelah zuhur, kami telah berkumpul di ruang yang memulai praktikum kami semua. Ruangan yang menandai awal kisahku menuju bertemu Mas Yahya. Tempat pertama yang membuatku benar-benar menyadari kehadiran para asisten praktikum. Sayangnya, aku, Riris, dan Alsya tidak mendapat tempat yang berdekatan.“Sepertinya sudah waktunya. Saya akan mulai. Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.”Kehadiran Mas Yahya yang menjadi pemateri membuatku terkejut. Namun, aku berusaha untuk menyembunyikan kekaguman dan ketakjuban yang ku rasakan. Aku mendengar beberapa perempuan di dekatku berdesas-desus tentang penampilan Mas Yahya yang menurutku jauh lebih keren dari biasanya. Ada sebuah aura wibawa berbeda yang dia bawa, dan itu membuatku takut. Takut jika membuat perempuan yang berada di ruangan ini takjub kepadanya.“Perkenalan akan kita
Baca selengkapnya
Bab 26: Jawaban
Desas-desus beredar di antara teman-temanku. Rasanya tidak enak mendengarnya. Aku berusaha untuk tetap diam. Para asisten terfokus di area depan, seakan ada sekat samar antara asisten dan praktikan.“Jika anda tidak maju, maka kami akan tahan kalian semua sampai maghrib,” komentar Kak Affa lagi. Kenapa kakak membuat aku terjebak dengan pilihan rumit sih!? Apa maksudnya ini!?Bisikan keluar dari berbagai sisi. Tuduhan, hinaan, cacian, makian, semua terucap dengan nada yang samar. Mas Yahya tampak tenang di depan. Dia melukiskan sebuah senyuman.“Sepertinya kalian nikmati sampai maghrib ya,” sindir Kak Affa. Kenapa mereka membuatku mati kutu seperti ini!? Kenapa Mas Yahya juga tenang sekali!?“Mana sih Zihan Azizah ini!?” keluhan beberapa anak yang agak berisik itu menjadi sinyal
Baca selengkapnya
Bab 27: Anak Iblis
“Anak iblis!” teriakan dari laki-laki yang selama ini aku sebut sebagai ayah itu menyakitkan telingaku. Ibuku menangis sesenggukan, sementara adik-adikku menatap tidak percaya.“Ayah ajarin kamu buat jadi anak baik-baik! Kamu malah hamilin anak orang! Yahya!” bentak ayahku keras. Satu pukulan mendarat di wajahku.“Ayah lebih percaya perempuan itu daripada aku!?” balasku tidak percaya. Laki-laki itu memukulku lagi. Rasanya menyakitkan. Bukan, pukulan itu bukanlah bagian paling menyakitkan, tetapi fakta bahwasanya orang tuamu lebih percaya kata orang lain daripada dirimu yang darahnya mengalir di dalam tubuhmu.“Aku gak ajarin kamu jadi anak bangsat!”“Mulai sekarang! Kamu bukan anakku! Keluar! Pergi!” teriakan itu b
Baca selengkapnya
Bab 28: Kembali
Ahad pagi itu cerah, namun suasana yang tampak di wajah Mas Yahya tidak menunjukkan demikian. Aku tahu, karena inilah hari yang kami takutkan itu. Mas Yahya memesan kereta api kelas eksekutif ke sana. Jujur saja, aku tidak mengerti alasan dia membuang uang sebanyak itu untuk kunjungan yang dia tidak inginkan.“Assalamu’alaikum Pak Lukman. Saya Yahya Hakim,” ucap Mas Yahya menelpon seseorang. Aku tidak mendengar persis apa balasan dari seberang.“Seharusnya jelas ya pak kenapa saya menghubungi bapak,” ucap Mas Yahya dengan nada tertawa, “saya mau bapak menjemput saya di stasiun.”“Saya mau berangkat ini pak. Kira-kira empat jam lagi lah di sana. Bapak bisa sambil narik orang kok pak. Saya juga masih lama.”“Terima kasih banyak pak, Assalamu’alaikum,
Baca selengkapnya
Bab 29: Dosa Desa
“Terima kasih pak,” ucap Mas Yahya seraya menyerahkan bayaran kepada Pak Lukman. Laki-laki tua itu menghaturkan badannya.“Justru saya yang berterima kasih, Mas Yahya. Semoga lancar segala urusannya,” ucap Pak Lukman. Beliau pun lalu izin pamit meninggalkan kami untuk kembali ke tempat taksi terdekat. Seluruh warga di daerah itu menatap kami seperti melihat sepasang iblis.“Iblis pulang,” komentar salah satu warga.“Ngapain balik! Woi!” bentak warga lain. Aku melihat Mas Yahya hanya tersenyum.“Tidak ada yang berubah,” komentarnya pelan. Apakah Mas Yahya merujuk ke rumah keluarganya, atau ke sikap para warga yang sangat tidak santun, aku tidak yakin yang mana.“Pergi! Ngapain kamu ke sini! Anak laknat!” ter
Baca selengkapnya
Bab 30: Kebenaran
“Pak Azhar!?” Reaksi terkejut keluar dari mulut warga-warga desa.“Jadi, selama ini…” ucapan tertahan dari pak kepala desa dijawab langsung oleh Pak Azhar.“Ya, nama alias yang saya pakai selama ini di desa, nama yang saya sebut tidak boleh dikatakan siapapun kepada di luar desa, itu adalah nama palsu,” komentar Pak Azhar dengan santainya.“Lagipula, jika Soul bisa melakukannya, kenapa saya tidak?” lanjut beliau santai. Soul? Siapa Soul?“Jangan bapak bicara rendah terhadap laki-laki yang banyak berjasa terhadap desa kami!” balas salah satu warga desa.“Maaf jika terkesan demikian,” komentar Pak Azhar santai, “tapi kalian juga sepertinya dengan mudah menghina orang kebanggaan saya di sini,&rdqu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status