Semua Bab Perempuan Kopi: Bab 41 - Bab 50
78 Bab
Cinta yang Melapangkan (41)
Hanna terduduk di atas kursi tunggu, merenung. Ia dinyatakan positif hamil, dengan usia kandungannya menginjak 8 minggu. Hanna ragu dengan kondisinya saat ini. Melihat hubungannya dengan Sandy yang lambat laun semakin terasa memburuk. Ia bingung harus berkata apa kepada laki-laki itu mengenai kehamilannya. Apa dia harus bicara dengan wajah berseri-seri atau sebaliknya. Hingga di satu malam, Hanna menemui laki-laki yang tengah duduk terpekur di pinggir kolam renang itu. Ia tak banyak bicara, hanya memberikan alat test kehamilan pada suaminya, lalu pergi begitu saja setelah laki-laki itu menerimanya. Sandy tertegun tatkala melihat dua garis merah yang nampak jelas itu. “Ya Tuhan, lihatlah. Kami benar-benar pasangan yang abnormal,” keluhnya kemudian. *** Pagi itu di dalam ruang kerjanya, Sandy hanya bisa duduk terpaku. Entah ia harus merasa bahagia atau sebaliknya. Ia ingin mengakhiri neraka rumah tangganya dan merebut hati Airin kembali. Namun, kehamilan Hanna serta merta membuatnya
Baca selengkapnya
Hilangnya Airin (42)
Adrian merasakan penat. Usai sesi konselingnya berakhir, ia mulai berjalan menyusuri koridor dan menaiki tangga darurat menuju roof top. Hanya di tempat inilah ia bisa menghisap rokok demi menetralkan pikirannya. Adrian menyalakan sebatang rokok dengan pematik, duduk berjongkok di sudut. Angin dingin berhembus di cuaca yang teramat cerah. Angin itu menebar kerinduannya pada Airin. Laki-laki itu tersenyum masam. Biar bagaimana pun dia benci kondisi seperti ini. Seharusnya Airin melarangnya menemui Tania. Bukan, justru sebaliknya. Ia bertransformasi menjadi ibu peri yang memberi ruang kepadanya dengan Tania. Dan, mengapa Tania berubah menjadi sosok yang tidak egois seperti dulu. Ini benar-benar memuakkan. Keduanya nampak aneh di mata Adrian. Sebuah pesan dari Tania masuk mengganggu siangnya yang tenang. “Adrian hari ini bisa datang ke apartemenku?” Laki-laki itu tampak berpikir sesaat. “Aku akan tanyakan kepada Airin.” Jawab Adrian. “Baiklah. Jangan memaksakan diri, ya.” Balasan Tania
Baca selengkapnya
Mengejar Jejak Airin (43)
Siang itu Adrian mengunjungi Juli. Perempuan yang tengah menikmati secangkir lemon tea hangat di meja kerjanya itu tampak terkejut melihat kedatangan Adrian. “Hai, Kak. Apa kabar?” sapa Adrian ramah. “Hai, Yan. Tumben.” Juli bangkit dari duduknya kemudian menghampiri Andrian. “Duduklah. Umm…Kamu mau minum apa? Kopi atau teh?” “Tidak usah, Kak,” Adrian tersenyum, “sebenarnya aku sedikit terburu-buru,” jawab Adrian cepat. Juli menatap Adrian heran. “Ada apa, Yan? Kamu kelihatan khawatir?” “Apa Kak Rin menghubungi Kakak belakangan ini atau menemui Kakak?” Juli menggeleng. “Tidak. Ah! beberapa minggu yag lalu, dia bilang sedang fokus menulis, maka aku sengaja tidak mengganggunya. Itupun karena dia yang mengunjungiku.” Wajah Adrian memucat. “Yan, ada apa? Katakan, apa sesuatu telah terjadi pada Airin?” “Kak Rin menghilang, Kak,” ujar Adrian pelan. Juli tercengang. Wajahnya tampak memucat. Adrian kembali berujar, “Yang aku heran, ia tidak membawa apa pun. Bahkan ponselnya ditingga
Baca selengkapnya
Seseorang Laki-Laki Bernama Alfian (44)
Di dalam sebuah kamar, cahaya mentari menyelinap masuk melalui celah-celah jendela. Seorang perempuan terbaring di atas ranjang berukuran sedang, dengan selimut abu-abu tua menutupi tubuh. Wajah pucatnya tertimpa cahaya yang datang membias. Serta merta perempuan itu menggeliat seraya membuka matanya pelan dan tertegun mendapati dirinya berada di dalam kamar yang nampak asing. “Di mana aku?” desahnya seraya menyibak selimut yang menutupi tubuh. Dengan cepat ia turun dari ranjang dan berlari ke arah jendela. Bibirnya sedikit terbuka. Boleh jadi, Airin terhenyak dengan apa yang dinampakkan oleh pandangan matanya. Bagaimana bisa ia berada di tengah hutan pinus dengan bunga-bunga perdu tumbuh liar di sana. “Ya Tuhan, aku pasti gila.” Perempuan itu pun menjauhi jendela dan berlari menuju pintu lalu berusaha membuka handle pintunya. Terkunci! “Bagus Airin,” desahnya kemudian. “Kau akan menemukan takdirmu di sini. Seseorang menculikmu. Padahal, kamu punya pilihan untuk mati. Ya Tuhan...”
Baca selengkapnya
Sebuah Perdebatan (45)
Amanda dengan tergesa-gesa keluar dari kamarnya. Perempuan berkacamata itu berjalan cepat menuju tempat Airin dan Alfian berada. Airin masih nampak tertidur, begitu pula laki-laki itu. Amanda membangunkannya pelan dan mengajaknya menjauh dari kamar tempat Airin terbaring. “Mereka sedang mencarimu. Apa kau tahu siapa perempuan yang bersamamu itu,” ujar Amanda cepat. Alfian menatap perempuan yang berdiri kaku di hadapannya. “Ya, tentu saja aku tahu.” “Lalu, bagaimana kau masih nekat membawanya. Kembalikan dia ke keluarganya atau kau akan mendekam di penjara.” “Aku tak bisa.” “Kenapa? Kau menyukainya?” Alfian mengangkat bahu, “Aku tak butuh alasan untuk menahan dia di sisiku.” “Ayolah, Al. Hentikan permainan ini.” “Aku sedang tidak bermain-main. Mungkin perempuan itu sakit. Aku akan membereskan semuanya.” Amanda frustasi seketika. “Kau bukan siapa-siapanya. Jadi, biarkan keluarganya yang mengurus.” “Lakukan saja tugasmu, Amanda. Dan, jangan terlalu ikut campur dengan urusanku.
Baca selengkapnya
Sepasang Mata yang Mengganggu (46)
Airin membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar. Rasanya seperti mimpi. Ia bisa kembali pulang, walaupun hanya ke rumah Juli. Airin coba memejamkan mata, kelelahan yang luar biasa menjangkiti sekujur tubuh, hati, hingga pikirannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya, kecuali mengambil beberapa waktunya untuk tidur. Belum sempat ia terlelap, tiba-tiba perempuan itu kembali membuka mata. Entah datang dari mana, sekonyong-konyong bayangan laki-laki asing yang mengurungnya muncul tanpa diundang. Airin merasa terganggu dengan tatapan mata redup dari lelaki itu. Dan, di mana ia pernah melihat bola mata dengan warna hazel yang indah itu? Akhirnya, Airin memutuskan untuk keluar dari kamar. Ia terlalu penat untuk berada di tempat tidur terlalu lama tanpa bisa memejamkan mata. Kondisi pikirannya yang memburai di tambah kelelahan membuatnya merasa payah. Perempuan itu mendudukan tubuhnya di atas sofa, seraya meraih remote televisi di sisi sofa. Sebuah berita tersi
Baca selengkapnya
Bertahan untuk Menang (47)
Sebuah mobil carry terparkir di halaman rumah berarsitektur Belanda. Halaman rumah itu terbilang cukup luas dengan bunga-bunga tumbuh subur serta terawat. Seorang lelaki paruh baya keluar dengan tergopoh-gopoh demi menyambut tamu yang datang dari jauh. Setelah membayar supir carry, seorang perempuan menghambur ke arah lelaki tua itu. Di belakangnya berdiri kaku suami dan tiga anaknya, seorang laki-laki kurus berbadan jangkung dengan wajah yang tak ramah. walaupun, terbilang cukup tampan untuk anak seusianya. Dan, kedua putrinya yang satu berwajah oval dengan mata sipit serta gadis kecil dengan rambut ikal. “Kenapa kalian hanya diam,” ujar perempuan itu. “Beri salam pada kakek,” perintahnya. Ketiga bocah itu pun memberi salam. Sang kakek pun tersenyum. “Ayo masuklah dulu. Kalian pasti sudah lapar.” “Airin…Airin, di mana kamu,” laki-laki itu memanggil nama Airin. Seorang bocah cilik muncul dari atas tangga. Dengan sedikit berlari, ia menuruni tangga. “Lihat bibimu sudah datang.” A
Baca selengkapnya
Semua Sesuai Kehendakmu (48)
Sandy tiba di rumahnya dalam kondisi semua lampu tidak menyala. Ia heran, karena mobil Hanna terparkir di garasi. Setelah menyalakan lampu, laki-laki itu menuju kamar istrinya dan mengetuk pintu. Tidak ada jawaban dari dalam. Sandy mendorong pintu kamar istrinya pelan. Ia terperanjat melihat perempuan itu terbaring di ranjang tak bergerak. Sandy menghampiri mencoba membangunkan Hanna. Sesuatu telah terjadi, Sandy tak ingin membuang waktu lagi. Laki-laki itu membopong istrinya dan dengan segera membawanya ke rumah sakit **** Adrian mendapati Tania di depan flatnya sepulang ia mengunjungi Airin. “Hai, Tania,” sapa laki-laki itu. “Sudah dari tadi?” Tania tersenyum mendengar pertanyaan Adrian lalu menggeleng. “Baru saja.” Adrian terdiam, “Aku ingin masuk…” ujarnya basa basi. “Mau aku buatkan sesuatu?” Adrian tampak berpikir sesaat, “Hmmm… aku tak yakin…” Tania merajuk, “Hmm… sayang sekali, aku tadi membeli dimsum dan mie instan sebelum ke sini.” Perempuan itu berujar seraya menunj
Baca selengkapnya
Ibu Peri Harus Mati (49)
Adrian merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Laki-laki tampan itu mencoba kembali memejamkan mata, karena hampir semalaman ia terus terjaga. Namun, secara tiba-tiba bayangan Airin berkelindan dalam benaknya. Laki-laki itu menarik napas panjang. Pagi harinya dimulai dengan kelelahan yang teramat sangat; lelah hati dan juga pikiran. Maka, ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan menikmati secangkir kopi dengan ditemani pesan yang masuk dari Tania melalui ponselnya. “Kamu sudah sarapan?” Adrian menjawab singkat. “Belum. Mungkin nanti aku akan keluar sebentar untuk mencari sarapan.” “Baguslah, Yan.” Pesan Tania terhenti hingga di situ. Adrian kembali menyesap kopinya secara perlahan. “Mungkinkah Kak Rin berubah?” Laki-laki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ucapan Airin menyakiti hatinya, namun ia tak juga bisa membenci perempuan itu. Sial! Adrian pun memutuskan untuk keluar, sekedar mencari udara segar dan sarapan. Namun langkah kakinya terhenti ketika melihat Sandy sudah ber
Baca selengkapnya
Sebuah Janji yang Terucap (50)
Adrian mendorong tubuh Tania lembut. “Tania maafkan aku…” desah Adrian. Tania terdiam beberapa saat, lalu ia tersenyum. “Lupakan, Yan. Anggap itu tak pernah terjadi.” Adrian beringsut mundur seraya menggigit bibirnya. Ada rasa sesak yang tiba-tiba menekan dadanya. “Yan, kamu baik-baik saja, kan?” Tania menatap Adrian khawatir. “Dadaku nyeri sekali,” desah Adrian seraya memukul-mukul dadanya. “Kamu pasti kebanyakan merokok, Yan.” Adrian menggeleng. Tiba-tiba, ia teringat pada Airin. Kecemasan menghantuinya. “Kita ke rumah sakit, ya?” “Tidak usah. Aku ingin pulang saja dan beristirahat.” “Kalau begitu, aku antar, ya,” ujar Tania lagi. “Sudah malam. Kamu istirahat saja di rumah.” Setelah berkata demikian, Adrian keluar dari apartemen Tania. Ia terus berjalan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobilnya. Laki-laki itu melajukan mobilnya dengan pelan menembus gelapnya malam. **** Alfian berjalan cepat mengikuti petugas IGD melewati koridor yang tengah mendorong brankar dari ambu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status