Airin duduk di meja makan dengan kikuk di sisi Alfian. Moza tetap dengan perilaku yang sama; dingin menatap Airin. “Hari ini, kuharap kamu tidak ada acara apa pun, Airin,” ujar Alfian.“Kenapa?”“Moza dan aku akan mengangtar mama. Jadi, kami minta tolong supaya kamu bisa menjemput Nadia nanti.”“Oh…ten-tentu saja. Pergilah. Aku akan menjemput Nadia.”“Bisakah kamu memasak untuk makan siang, Airin?” tanya sang Bibi hati-hati. “Pamanmu ada sedikit pekerjaan. Bibi kahawatir saat dia pulang nanti tidak ada makanan.”“Ah, baik, Bi. Jangan khawatir. Sebelum menjemput Nadia, Airin pasti masak dulu.”Sang bibi tersenyum.“Jangan sampai terlambat menjemput Nadia,” ujar Moza dingin. “Aku tidak suka Nadia menunggu terlalu lama di sekolah.”“Tenang saja. Aku akan menjemput tepat waktu.”Mereka kembali menikmati sarapan pagi itu tanpa bicara lagi. Hingga semuanya bersiap untuk pergi. Paman Airin pergi lebih awal. Tentu saja, hal itu membuat Airin merasa lega. Setidaknya, ia akan lebih leluasa un
Read more