All Chapters of Oh, My Ex!: Chapter 11 - Chapter 20
24 Chapters
Kecewa
"Darren," panggil Nara saat tidak mendapat respon apa pun dari sang suami setelah ia menceritakan apa yang terjadi pada dirinya pada saat makan malam bersama Keenan.   Bahkan, wajah lelaki itu tidak bisa ditebak. Tatapannya juga hanya terpaku pada wajah Nara, membuat sang istri salah tingkah.   "Aku bersumpah, aku tidak tahu apa pun," ucap Nara dengan mata bergetar oleh cairan bening yang berkumpul di pelupuk mata dan berusaha ditahannya agar tidak merembes keluar.    "Kamu belum makan apa pun, tapi tiba-tiba berada di ranjang dalam keadaan gak wajar. Bagaimana bisa?" tanya Darren.    Nara merapatkan selimut ke tubuhnya, lalu beranjak duduk menghadap Darren. "Aku memang belum makan, tapi aku sudah minum dan setelah itu aku tidak ingat apa pun lagi," jawabnya mencoba membela diri.   Meskipun merasa kecewa karena Darren seperti tidak mempercayai dirinya, tetapi Nara memak
Read more
Masa lalu
"Aku sudah menikah."  Faranisa Inara menghentikan kegiatan menghapus riasannya saat mendengar pengakuan Keenan Dirgantara—lelaki yang baru beberapa jam lalu menyandang status sebagai suaminya. Wanita yang biasa disapa Nara itu menatap sang suami yang tengah berdiri di belakangnya melalui pantulan cermin. "Kamu sudah menikah?" Nara hanya ingin memastikan, dan berharap pendengarannya tadi salah menangkap pengakuan sang suami.  Anggukan kepala Keenan menghempas jauh harapan wanita yang masih dibalut gaun pengantin bertabur berlian. Dunianya seakan runtuh mengetahui kenyataan itu—dirinya ternyata menjadi istri kedua dari pangeran bisnis Indonesia.  Bahkan, pelaminan yang dijadikan singgasana saat mereka menjadi raja sehari pun belum diruntuhkan oleh wedding organizer. Tetapi Keenan sudah lebih dulu menghancurkan segala mimpi indah Nara tentang pernikahannya.  
Read more
Terlalu Cepat
Kenan berjalan keluar dari kamar mandi dengan menyugar rambutnya yang basah. Netra sebiru laut miliknya, tertuju pada Nara yang tengah berbaring membelakangi dirinya. Nafas wanita itu tampak turun naik dengan teratur, membuat Keenan berpikir kalau istri mudanya itu sudah lebih dulu menjelajahi alam mimpi."Pasti dia capek," pikir Keenan, ia berjalan mendekati ranjang setelah meletakkan handuk yang ia gunakan pada tempatnya.Keenan tak ingin membangunkan Nara hanya untuk membicarakan masalah pernikahan mereka pada wanita yang tampak kelelahan jika hanya dilihat dari wajah damainya. Keenan yakin, Nara bukan hanya lelah fisiknya karena digunakan untuk berbagai kegiatan selama prosesi pernikahan berlangsung, terutama saat menyapa para tamu yang seperti kerumunan semut. Batin Nara pun, pastinya lelah menghadapi kenyataan pahit di hari pertama ia menyandang status baru dalam hidupnya—seorang istri."Maafkan aku," sesal Keenan masih setia menatap waj
Read more
Maafkan aku
Suara isak tangis yang begitu memilukan dari seorang wanita memecah kesunyian di dalam kamar yang hanya diterangi oleh sebuah lampu tidur di atas nakas. Tubuh mungil yang tengah meringkuk di atas ranjang, tampak bergetar. Kelopak matanya tertutup rapat, tetapi melelehkan cairan bening, membasahi bantal yang menjadi penyangga kepalanya.  Buliran keringat sebesar biji jagung membasahi wajahnya yang pucat dan terlihat lebih tirus dari hari-hari sebelumnya.  "Maafkan aku," lirihnya tersedu-sedu, semakin pilu. "Maafkan aku," ucapnya lagi. Faranisa Inara terus mengucapkan kata 'Maafkan aku', dalam tidurnya. Seperti sebuah mantra yang terus-menerus dilafalkan. Di sebelahnya, Darren tidak mengatakan sepatah kata pun untuk menenangkan Nara seperti biasanya. Lelaki itu hanya berbaring menghadap Nara dengan tangannya mengelus lembut puncak kepala sang istri.  Sejak pembicaraa
Read more
Perjanjian
Mobil yang membawa Keenan dan Nara baru saja tiba di sebuah cafe terletak tidak jauh dari perusahaan yang Keenan kelola.   "Ayo turun," ajak Keenan pada Nara yang sejak mereka berkendara bersama tidak mengeluarkan sepatah kata pun.   Nara menuruti ajakan sang suami, tetapi gerakan tangannya membuka sabuk pengaman terhenti ketika mendengar telepon Keenan berbunyi.  "Kamu duluan, aja. Aku mau angkat telepon dulu," ucap Keenan. Lagi-lagi Nara hanya mengangguk patuh.  "Iya, aku dan Nara sudah sampai di Cafe Hug Me," ucap Keenan pada Rachel Aulia yang ada di balik earpiece bertengger pada telinganya.  "Aku masih dalam perjalanan, mungkin aku agak sedikit telat datangnya," ujar Rachel —istri pertama Keenan.  "Iya, gak papa. Kamu hati-hati aja di jalan, jangan terburu-buru. Aku dan
Read more
Ragu
"Mas." Rachel menatap kepergian Nara dengan sendu. Wanita yang sudah resmi menjadi madunya itu pergi dengan meninggalkan luka mendalam di hatinya. "Gak papa, Nara hanya butuh waktu. Semua yang dia alami, terlalu cepat untuknya," ucap Keenan menghibur istri tercinta. Meski ia sedikit kecewa dengan sikap Rachel saat berbicara dengan Nara. "Kamu yakin, dia bisa dipercaya, Mas?" tanya Rachel ingin memastikan.  Melihat tingkah Nara yang terlihat agak bar-bar seperti itu, membuat Rachel meragukan kalau wanita itu bisa dipercaya dan mau begitu saja memberikan darah dagingnya untuk orang lain. "Semoga aja," jawab Keenan. "Nara itu sebenarnya baik, mungkin tadi tanpa sengaja kita menyinggungnya." "Menyinggung gimana? 'Kan dia yang udah nyinggung kita. Minta aku menyerahkan kamu buat dia, emangnya kamu barang, main serahin gitu aja? Kamu itu milik aku seorang! Terus bilang sedekah ana
Read more
Membuang waktu
Nara mengatur napasnya yang memburu, ingatan masa lalu bersama Keenan dan Rachel terus mengganggu di alam bawah sadar hingga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.  Berbagai kenangan terus bermunculan di dalam ingatannya, tetapi bukan kenangan indah yang singgah, melainkan kenangan menyakitkan yang pernah ditorehkan oleh pasangan suami istri itu padanya.  Setelah beberapa saat terduduk di ranjang, Nara ke kamar mandi—membersihkan diri—dan buru-buru berangkat ke butik untuk menyelesaikan pesanan kliennya. Setelah berpakaian rapi menggunakan blouse biru muda dipadukan dengan celana putih, Nara keluar dari kamarnya. Tas tangan dan heels memperindah penampilannya, semakin terlihat elegan dengan make up tipis seperti biasa yang melekat di wajah cantiknya. Nara tidak langsung keluar dari apartemen atau pun pergi ke dapur seperti pagi-pagi sebelum dirinya dan Darren saling tak bicara, wan
Read more
Calon Istri
"Ngapain kau ke sini?" tanya Nara saat melihat lelaki yang tidak ingin dilihatnya berada di ruang tunggu butik yang selama ini menjadi tempatnya mengalirkan hobi sekaligus mengais rejeki. "Bertemu denganmu, ngapain lagi?" jawab lelaki yang tak lain dan tak bukan ialah Keenan Anggara—mantan suami—pemberi luka terbesar di dalam hati Faranisa Inara. "Pergi!" tegas Nara mengusir Keenan. Kemudian wanita itu berlenggang meninggalkan ruang tunggu menuju ruangannya. Sedangkan Keenan berjalan mengikuti Nara dari belakang, "Kamu udah sarapan?" tanyanya lembut, tetapi tidak mendapat respon apa pun dari Nara. Wanita itu hanya terus berjalan sampai ke ruangannya dan bergegas mengunci pintu. Namun, Keenan sudah lebih
Read more
Merindukan
Di apartemen. Setelah memastikan semua orang pergi, Darren langsung mengambil nasi goreng buatan Nara yang masih tersisa di dalam kuali.  Lelaki itu membawa nasi goreng tersebut ke atas meja makan dan menyantapnya dengan sangat berselera. "Emmm, enak," ucapnya setelah memasukkan sesuap nasi goreng.  "Aku merindukan masakanmu," ucapnya lagi dengan mulut yang hampir penuh karena dua suapan berhasil masuk ke dalam mulutnya.  Darren terus menyuapi nasi goreng buatan istri tercinta hingga tandas dan piringnya nampak bersih, tidak tersisa sebutir nasi pun.  Kemudian lelaki igu membawa piring kotornya ke tempat pencucian piring, lalu membersihk
Read more
Kesempatan
Plak! Tanpa aba-aba tangan mulus Nara mendarat di pipi kiri Keenan, suara tamparan itu pun menggema ke penjuru ruang kerjanya. Keenan memegang pipinya, dengan rahang yang mengeras. Tatapannya tajam, menyerupai tatapan hewan pemburu mangsa.  Lelaki itu langsung menyelipkan tangan kanannya di tengkuk Nara, dan mendaratkan bibirnya dengan sempurna di bibir mantan istrinya itu. Memagut bibir ranum Nara dengan brutal, mengabaikan penolakan wanita itu.  "Emmmm." Nara berusaha menolak ciuman kasar Keenan dengan kedua tangan memukul dada bidang lelaki itu. Keenan tidak berhenti meski merasakan sakit di dadanya, tangan kirinya yang bebas mengunci kedua tangan Nara hingga wanita itu tidak bisa berkutik.  Kemudian, Keenan menggigit kecil bibir Nara, membuat wanita itu membuka mulutnya, dan lidah Keenan dengan leluasa menjelajah isi mulut Nara. Mencecap da
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status