Semua Bab Oh, My Ex!: Bab 1 - Bab 10
24 Bab
Mimpi yang Sama
Di dalam sebuah ruangan yang didominasi dengan warna putih, juga kental dengan bau obat-obatan yang begitu menusuk indera penciuman, seorang wanita tengah tergugu menangis dengan sangat memilukan.    Tubuhnya bergetar hebat akibat tangisan itu, berkali-kali ia menghapus air matanya, berkali-kali juga cairan bening itu kembali keluar. Netranya yang berair menatap lekat pada sosok mungil yang tengah menghisap sumber nutrisi dari dadanya.     "Maafkan Mama, Sayang." Tangannya yang rapuh mengelus lembut wajah bayi laki-laki yang baru saja ia lahirkan dengan penuh perjuangan. Bahkan, mengorbankan nyawanya sendiri.    Wanita berwajah pucat itu berkali-kali mencium seluruh wajah bayi mungil yang ada di gendongannya saat ini.    Dialah Faranisa Inara, terpaksa menjadi wanita kejam dengan meninggalkan bayinya demi perjanjian yang sudah ia buat bersama Keenan Dirgantara—suaminya dan Ra
Baca selengkapnya
Memberikan Luka
"Dara sudah tidur?" tanya Darren setengah berbisik. Lelaki itu baru saja memasuki kamar Dara dan mendapati Yumna tengah berbaring memeluk putri mereka. "Papa, sini." Itu suara Dara.  Tanpa perlu Nara repot-repot menjawab pertanyaan Darren, putrinya sendiri yang memberikan jawaban. Dara menyembul dari dalam pelukan sang mama untuk melihat papanya.  "Dara mau tidur sama Mama dan Papa, boleh kan?" tanya Dara penuh harap, gadis kecil itu memasang wajah memelas disertai dengan puppy eyes yang membuat permintaanya tidak akan pernah bisa ditolak oleh kedua orang tuanya.  Nara dan Darren sejenak saling tatap sebelum sama-sama mengangguk dengan senyum teduh mereka.  "Ayo tidur." Darren mendekati ranjang Dara dan berbaring di samping kanan sang putri, sementara Nara di sebelah kiri.  Darren memeluk kedua perempuan berbeda generasi yang begitu dicintainya, sementara Dara dan Nara saling berpelukan.  "Jadi, ga
Baca selengkapnya
Pertemuan
"Terima kasih udah hadir di dalam hidupku," gumam Nara memperhatikan wajah damai Darren—lelaki yang selalu ada untuknya, bahkan lelaki itu juga yang sudah membantu Nara menyembuhkan luka di hatinya.  "Aku gak tau gimana hidupku jika tanpa kamu," gumamnya lagi. Tangan Nara bergerak menyentuh wajah Darren yang terpahat sempurna. Ingatannya melayang jauh pada kejadian saat dirinya melarikan diri dari rumah.   "Tentu saja, aku akan menceraikannya setelah anak kita lahir!"  Nara membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara, air mata pun mengalir deras dari pelupuk matanya saat  kata-kata menyakitkan itu melesat bebas dari bibir Keenan tanpa keraguan. Tubuh
Baca selengkapnya
Jangan Menangis
"Itu mama." Dara menunjuk Nara yang tengah duduk membelakangi mereka dengan tangan yang memegang ponsel bertengger di telinganya.  Keenan mengikuti arah telunjuk Dara, "Itu mama kamu?" tanyanya memastikan.  "Iya," jawab Dara dengan senyum ceria. "Mama!" teriak Dara.  Tatapan Keenan lekat menatap wanita yang membelakanginya, merasa tidak asing dengan sosok itu. Nara yang mendengar teriakan anaknya pun berbalik, tangannya masih menggenggam ponsel yang masih bertengger di telinganya.  Deg Jantung Keenan berdebar kencang saat tatapannya menangkap sosok Nara di depan sana, wanita itu tidak menyadari kehadirannya.  "Dara," ucap Nara dengan senyum manis, hingga senyuman itu perlahan sirna ketika melihat sosok yang ada di sebelah putrinya. Jantung Nara berdebar tak menentu bersamaan dengan nafasnya ya
Baca selengkapnya
Apa yang Terjadi?
Di sebuah kamar hotel, Keenan duduk di sebuah sofa yang terletak tidak jauh dari ranjang di mana seorang wanita tertidur pulas seperti bayi. Tatapan Keenan lekat pada wajah damai wanita yang tubuh mungilnya hanya terbalut selimut putih, tanpa sehelai pun busana membungkusnya. "Maafkan aku, Sayang. Aku terpaksa melakukan ini," sesal Keenan menenggak habis minuman merahnya.  Keenan meletakkan gelas bekas minumannya ke atas meja sofa dengan agak kasar hingga menimbulkan suara dentingan antara gelas dan meja yang sama-sama berbahan kaca.  Wanita di atas ranjang sana tampak terusik oleh dentingan yang disebabkan oleh Keenan.  Tubuh mungil itu meng
Baca selengkapnya
Maafkan Aku
Darren langsung membawa Nara masuk ke kamar, khawatir Dara akan terbangun jika mereka duduk di luar dan tangisan Nara didengar oleh putri kecil mereka. Darren meraih gelas dan menuangkan air dari jug yang memang sengaja diletakkan di atas nakas karena ia dan Nara sering bangun malam hanya untuk minum. Jadi, mereka bisa minum tanpa harus jauh-jauh ke dapur.  "Minum dulu," ucap Darren memberikan gelas berisi air putih pada Nara. Wanita itu tidak menolak, langsung meminum dan menghabiskan cairan putih itu. Seakan ia benar-benar haus setelah melakukan perjalanan jauh.  Tangisannya masih terdengar, meski sudah tidak se-histeris saat pertama kali memeluk Darren tadi. Tubuhnya juga sesekali bergetar karena sesenggukan, matanya memerah hampir membengkak, serta wajah yang sembab membuktikan wanita pemilik hati Darren itu sudah sangat lama menangis. Darren tidak melakukan apa pun
Baca selengkapnya
Dara Kenapa?
Sudah seminggu sejak kejadian itu, Nara menjadi lebih pendiam daripada hari-hari biasanya. Wanita itu juga belum menceritakan kejadian yang menimpanya saat makan malam bersama Keenan. Nara terlalu takut melakukannya, takut dengan respon yang akan diberikan Darren padanya.  "Pagi," sapa Nara pada Dara dan Darren yang sudah menunggunya di meja makan seperti biasa untuk ritual sarapan pagi.  Ketiganya menikmati sarapan mereka dengan hening, tidak ada yang membuka suara termasuk Dara yang biasanya tak pernah diam.  Gadis kecil itu mendadak jadi pendiam melihat mamanya juga diam.  "Aku pergi dulu," ujar Nara langsung beranjak dari posisinya duduk.  Meninggalkan meja makan, melupakan ritualnya sebelum berangkat kerja yaitu mencium kedua pipi chubby putrinya, juga mencium punggung tangan Darren dan mendapatkan balasan ciuman dari kedua orang tersayangnya itu.
Baca selengkapnya
Merindukanmu
Nara tengah fokus dengan pekerjaannya saat seseorang mengetuk pintu ruangannya dan masuk ke dalam tanpa izin. Nara menoleh ke arah pintu, menghela nafas dan memasang wajah masam saat melihat tamu tak diundang itu. "Mau apa kau ke sini?" tanya Nara dingin, tatapannya tajam. "Aku merindukanmu, Sayang," jawab Keenan duduk di depan Nara tanpa persetujuan wanita itu. "Kamu gak merindukanku?" tanya Keenan, Nara memilih diam tak menanggapi ucapan Keenan.  Menganggap Keenan makhluk tak kasap mata yang suaranya tidak terdengar dan kehadirannya tidak terlihat. "Kenapa gak mengangkat telepon dan gak balas pesanku, hmmm?" tanya Keenan lagi. "Aku kan mau tau, siapa laki-laki yang selalu bersamamu dan kenapa kalian tinggal bersama. Lalu, siapa anak kecil yang ada di antara kalian?" cecar Keenan. Namun, lagi-lagi pertanyaannya
Baca selengkapnya
Membuatku Senang
Setelah makan siang bersama suami dan anaknya, Nara pulang ke rumah bersama mereka. Wanita itu memutuskan melanjutkan pekerjaannya di rumah, khawatir Keenan akan kembali mengganggu jika ia kembali ke butik.    Darren juga memutuskan kembali ke rumah mengingat dirinya tidak memiliki jadwal lagi. Ia ingin menyelesaikan masalah antara dirinya dan Nara.    Lebit tepatnya, masalah yang terjadi pada Nara dan Keenan hingga membuat wanita itu menjadi lebih pendiam. Bahkan, tidak berbicara pada putrinya sendiri.   "Dara, kamu ke kamar dulu, ya, sama Mbak Lyla. Bobo siang," ujar Darren lembut pada Dara yang ada di gendongannya. "Papa sama mama mau bicara sebentar," ucapnya memberi pengertian.   Dan beruntungnya, putrinya itu anak baik dan pintar, juga pengertian. Ia mengangguk patuh dan berontak minta diturunkan oleh Darren.   "Papa jangan marahin mama, ya," ucap Dara setelah ber
Baca selengkapnya
Aku Takut
"Kenapa diam?" tanya Darren menaikkan sebelah alisnya. "Ayo, lakukan. Jangan membuang waktu terlalu lama," imbuhnya menahan senyuman melihat wajah cemberut Nara.   "Katakan, apa yang harus aku lakukan," ujar Nara. "Aku bukan cenayang yang bisa membaca pikiran dan mengetahui keinginanmu," imbuhnya dengan wajah cemberut dan bibirnya manyun yang membuat Darren semakin gemas.   "Apa pun yang kamu lakukan, aku pasti senang," sahut Darren.   Nara memutar bola matanya dengan malas, suaminya itu paling bisa membuatnya senang hanya dengan kata-kata.   Nara pun menekan rasa malunya, beranjak dari posisi duduk di sofa, berpindah ke pangkuan Darren.   Lelaki itu cukup terkejut dan terpana dengan tindakan Nara, tapi tak bisa dipungkiri … ia senang dan sangat menyukai perlakuan sang istri.   "Kamu yang menggodaku lebih dulu, jangan salahkan aku kalau aku gak akan membiarka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status